MIM 28

38.3K 1.9K 14
                                    

Sebulan sudah aku tinggal di rumah Dokter Fatma, beliau sangat-sangat baik pada kami berdua, aku heran kenapa ada seorang Dokter sebaik Dokter Fatma, yang mau mengurus sendiri pasiennya, langsung di ajak tinggal bersama. Beliau menolong ku pun tanpa pamrih, beliau menolongku dengan ikhlas, begitu banyak orang-orang baik yang hadir dalam kehidupan ku, begitu banyak Allah hadirkan orang-orang baik untuk melengkapi hidupku, sungguh aku sangat mensyukuri hal ini.

Aku belum di izinkan untuk kembali ke rumah, Dokter takut jika di rumah nanti aku kesepian dan kembali mengingat kejadian itu, di sini aku tidak kesepian, ada Kak Arini, Bang Afnan, Rara, Azzam, Bibi dan juga Ibu Fatma, mereka yang selalu support aku, mereka yang selalu menghiburku, mengajakku bicara tapi kadang aku bisa kembali larut dalam ingatan itu, masih suka melamun dan terpikir kejadian masa lalu.

Aku senang melihat keluarga ini sangat rukun, kebersamaannya dan keakraban mereka membuat ku iri, apalagi dengan Kak Arini, aku iri dengannya yang mempunyai keluarga lengkap, ada suami ada anak, kata Kak Arini hidupnya bisa seperti ini tidak lah mudah, begitu banyak rintangan hidup sudah di lalui, dari susahnya hidup, Cinta bertepuk sebelah tangan, gagal berumah tangga dan kepahitan hidup yang lainnya. Aku sudah sangat akrab dengan Kak Arini, orangnya sederhana, baik, solehah, mempunyai tutur kata yang lembut, perhatian, pokonya dia adalah wanita yang sempurna di mataku, dan pastinya dia wanita yang tegar. Sedangkan Rara? Kami cukup akrab namun aku lebih akrab dengan Kak Arini dibandingkan dengan Rara.

"Eh sudah siap makanannya."

"Iya Bu, untuk hari ini masakan dari resep Karin dan di bantu oleh Bi Ira."

"Gak sabar mau nyoba, lain kali gak usah ke dapur," ucap Bu Fatma

"Karin bosan gak ada kerjaan. Rara mana Bu?"

"Di kamar, Bi panggil Rara ya."

"iya Bu."

"Lama gak makan masakan Bunda," ucap Ara

"Dan dari sekarang Ara akan sering menikmati masakan Bunda."

"Bunda janji gak kaya kemarin lagi?"

"In Syaa Allah."

"Anak pintar Ara, sini duduk dekat Nenek."

"Assam gak ke sini Nek?"

"Kenapa cari Azzam?" tanyaku

"Azzam gak bisa setiap hari ke sini, mungkin minggu ini dia datang."

"Hem ... lama juga, Ara gak ada teman."

"Main sama Tante aja yuk Ara, habis makan ini Tante ajak Ara jalan-jalan mau gak?" ucap Rara

"Mau ... bener Tan?"

"Iya, Bolehkan Rin Rara bawa Ara jalan-jalan?"

"Boleh kok asal jangan merepotkan kamu," ucapku

"Enggak kok."

"Nah sekarang makan dulu. Ra nih Karin loh yang masak, belajar masak sama Karin gih, nanti kalau sudah punya suami enak kalau bisa masak," ucap Bu Fatma

"Beneran ini Karin yang masak? Enak loh."

"Alhamdulillah kalau kamu suka, dulunya pun gak bisa masak tapi ada Kak Atika yang ngajarinnya, dahulu Karin cuma bisa makan saja, pokonya kalau sudah waktunya makan ya makan, Ibu yang masakin, gak kepikiran keadaan bisa berubah seperti sekarang ini, keadaannya sudah beda, bisa gak bisa harus bisa masak."

"Tuh dengerin Karin, kehidupan ini tak selamanya seperti ini, nanti kalau sudah nikah masa mau makan keluar dulu cari yang sudah siap saji."

"Ih ... Ara belum kepikiran buat menikah Ma."

"Takdir siapa yang tau, bisa saja bulan depan ada yang lamar kamu."

"Dah ah bicara tentang itu, nanti Ara belajar masak."

"Gitu dong" ucap Bu Fatma

Kami mulai menikmati makan siang hari ini. Rumah terlihat sepi karena tidak ada keluarga Kak Arini. Biasanya Azzam dan Ara orang yang memecahkan keheningan rumah.

Takdirku "menjadi ibu muda" (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang