ADIRA | 26

1.8K 75 0
                                        

"Karna pada dasarnya luka yang paling berat adalah luka yang datang dari orang terdekatmu, kakak kandungmu sendiri misalnya."

-Adira-

- - - -

Seperti apa yang dikatakan oleh Bang Azka, malam ini aku berangkat bersama Rey menuju sekolahnya karna acara prom night itu.

Aku duduk dimobil sebelah Rey. Hening tak ada pembicaraan diantara kami.

Pikiranku masih tertuju pada kejadian tadi siang. Aku masih mengingatnya dengan begitu manis. Tiba-tiba saja senyumku mengembang. Mengingat bagaimana Reihan mencium keningku dan menggenggam tanganku erat. Itu sudah tidak bisa aku lupakan sampai saat ini. Sampai dimana kini ada orang lain disampingku.

Aku hanya mengenakan dress selutut berwarna putih dengan tatanan rambut yang ku gerai sembarang.

Aku hanya mengenakan dress selutut berwarna putih dengan tatanan rambut yang ku gerai sembarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu tadi siang kemana?" tanya Rey memecah lamunanku.

Aku menoleh melihatnya dengan sedikit gugup.

"Nggak kemana-mana," kataku.

"Jangan bohong, Dir."

Sejenak aku diam. Memikirkan jawaban apa yang harus aku ucap.

"Cuma ke rumah Gea doang kok, ambil laporan," kataku.

Berharap jika Rey akan percaya dengan jawaban ini. Jika Rey menanyakan ini karna Bang Azka, aku masih bisa menjawabnya dengan hal yang sama.

"Bener?" tanya Rey menoleh kearahku.

Entah, aku yang melihat tatapan itu tubuhku seakan gemetar karna suatu hal lain.

"Bener Rey," aku sedikit menyunggingkan senyumku.

"Nggak ada yang kamu sembunyiin dari aku kan?" tanyanya lagi.

Aku hanya menggeleng dan tersenyum lebar. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk jawaban. Karna nyatanya mulutku sudah tak mampu berbicara.

Aku hanya berharap Tuhan menolongku kali ini.

Kulihat Rey menghembuskan nafasnya. Bisa kudengar karna memang nafasnya yang begitu jelas seperti sebuah kegelisahan yang terpendam.

"Kita jadian hampir satu bulan Dir," katanya pelan sambil terus melajukan mobil.

"Masih terlalu pendek buat kita mutusin hal yang lebih lanjut,"

Aku mengerutkan kedua alisku bingung. Apa yang sedang Rey bicarakan aku merasa kali ini mengarah pada hal lain.

"Maksudnya apa?" tanyaku.

Rey menoleh. Sorot matanya berbeda. Aku semakin tak nyaman dengan tatapannya.

"Kita tunangan."

Deg!

Bisa kurasakan degupan keras menyambar jantung masuk ke dalam tubuhku. Apa yang kudengar bukanlah sebuah ancaman melainkan lebih dari sekedar jutaan petasan anak-anak.

ADIRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang