ADIRA | 27

1.7K 77 0
                                    

"Menginginkannya aku hanya berkeras kepala. Egoku memaksaku memilikinya"

-Adira-

- - - -

Bukan hal yang manis untuk aku ingat saat ini. Aku tak perlu lagi menceritakan bagaimana keadaanku saat itu.

Aku benar-benar kacau.

Sudah. Itu yang bisa aku katakan pada kalian. Aku kacau.

Pernyataan dan perintah dari dua orang malam ini benar-benar membuat mimpiku lepas begitu saja. Seperti tak ada lagi yang mau menerima segala pendapatku tentang hidupku. Seolah merekalah yang berkuasa tentang diriku.

Kalimat terakhir Bang Azka yang benar-benar menyakitiku membuatku seperti tak ada kehidupan lagi. Aku berlari meninggalkan tempat itu ke luar sekolah. Tak kupedulikan teriakan-teriakan orang dibelakangku yang memanggil namaku.

Kukira kesedihanku saat ini tak ada yang peduli, namun aku salah. Beberapa menit setelah aku keluar sekolah, hujan turun dengan derasnya. Saat itu aku percaya hujan menangis bersamaku. Ia menemaniku malam ini.

Aku terus berjalan menelusuri jalanan sepi dengan tangis dan.. hujan.

Kupikir semua orang tidak akan tau tangisku karna hujan menyembunyikannya dari wajahku.

Sudah berapa kali aku bilang, aku hanya mencintainya. Aku hanya ingin menginginkannya. Lalu ada apa ini? Tunangan? Itu bukan hal yang baik untukku.

Aku hanya tak ingin menyakiti Reihan saat ia tau kenyataan ini. Aku tak ingin melihatnya kecewa.

Dengan sepatu yang ku jinjing ditangan kananku, aku terus berjalan tanpa arah, tanpa tujuan. Karna pada kenyataannya tujuan hidupku mulai menghilang.

Aku duduk dihalte. Kutundukkan kepadaku dalam-dalam.

Air mataku seolah tak ingin berhenti mengalir. Aku ingat perkataan Reihan tadi siang sebelum kami memutuskan untuk pulang.

"Di dunia ini nggak ada yang pasti, semua berubah. Semua berubah sesuai apa yang kita lakukan. Jangan anggap ini masalah atau beban. Anggap ini sebagai kelemahan lo, maka tanpa lo sadari lo bisa hadapi kelemahan lo dengan banyaknya kelebihan yang lo punya."

Aku tak menganggapnya sebagai masalah ataupun beban. Bahkan aku juga tidak mempermasalahkan beban itu. Aku hanya tak ingin merasakan akibat dari kejadian ini. Akibat yang sama sekali tidak aku inginkan sampai detik ini.

Kehilangannya. Itu masalah terbesarku.

Aku terus menangis disana. Menumpahkan semua rasa sedihku malam ini juga. Aku yakin orang-orang di acara itu terutama Rey sedang mencariku. Tapi aku tidak peduli. Karna mereka sendiri yang membuatku pergi dan menangis disini.

Tidak ada yang aku pikirkan sampai detik ini. Tidak ada. Pikiranku kosong. Aku merasa tubuhku lemas dalam sekejap. Semua tenaga dalam diriku hilang entah kemana.

Tubuhku menegang. Rasa dingin malam ini menusuk hingga ke ruas tubuhku. Aku mengangkat kepalaku, penglihatanku terlihat samar, kabur, dan tidak jelas. Kepalaku pusing.

Dan..

Ketika aku merasa tubuhku ambruk dan seharusnya saat itu juga jatuh, ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangku.

"Adira..,"

Suara hangat itu masih bisa aku dengar dan wajah itu masih bisa aku lihat sekilas sebelum aku benar-benar menutup mataku.

***

Kubuka mataku perlahan, sorot lampu diatas ku dan sinar dari jendela langsung menyambar penglihatanku. Ketika aku masih berusaha membuka mataku dengan lebar. Ada sebuah suara nyaring disebelahku.

ADIRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang