ADIRA | 14

1.9K 82 0
                                    

"Seperti apakah kita nanti. Aku tak mau tau. Aku hanya tau, kini kamu sudah terlalu jauh masuk kedalam cerita hidupku."

-Adira-

- - - -

Langit-langit atap berwarna abu-abu menjadi pemandangan pertamaku ketika aku membuka mataku. Aku mencoba untuk membuka mataku secara penuh. Bukannya penglihatanku yang jelas, kepalaku malah terasa sakit.

"Awh!" Rintih ku sambil kupegang kepalaku.

Aku mencoba untuk meredakan sakit dikepalaku. Ku buka lagi mataku, terlihat lemari putih terpampang nyata didepanku. Foto-foto bergambar diriku yang masih kecil terlihat dipajang rapi di dinding. Bisa kupastikan aku sudah ada di rumah dan ini kamarku. Hingga tatapan ku jatuh pada seseorang yang tengah tertidur disofa dengan kaki yang diselonjorkan dan tangan yang ia lipat di depan dadanya.

Ujung bibirku terangkat melihatnya tertidur pulas. Kulihat ada ketenangan diwajahnya, berbeda sekali jika ia sudah membuka matanya. Rasanya aku ingin sekali terus menatapnya seperti ini tanpa ia ketahui.

Kulihat jam yang ada di dinding kamarku sudah menunjukkan pukul 8 malam dan Reihan masih berada di sini.

Aku pun berjalan menghampirinya, aku masih mengenakan seragam begitu juga dengan Reihan.

Ku ulurkan tanganku untuk memegang pundak Reihan.

"Reihann," ucapku lirih sambil terus mencoba untuk membangunkan Reihan.

Reihan perlahan-lahan membuka matanya. Wajahnya seperti lelah, kurasa ia sudah berada lama di sini.

"Adira lo udah bangun?" tanya Reihan sambil membenarkan posisinya lalu ia bangun berdiri dihadapanku.

"Udah."

"Lo nggak papa kan?" tanyanya.

Aku menggelengkan kepalaku dan tersenyum tipis.

"Kenapa lo nggak bilang kalo lo alergi keju, kalo lo bilang kan gue nggak bakal pesenin itu buat lo."

Kulihat wajah Reihan seperti cemas dengan keadaanku. Entah apa ini, aku seperti senang melihatnya.

"Iya maaf," kataku lirih. "Lo dari tadi di sini?"

"Iya, Bang Azka minta tolong gue buat jagain lo disini, dia lagi pergi beli cemilan. Bunda sama Ayah lo tadi katanya mau pergi sebentar keluar."

"Lo nggak pulang udah hampir jam 8 tuh."

"Lo ngusir gue?" Reihan menaikkan satu alisnya.

"Iya gue ngusir lo!" kataku kesal melihat wajahnya.

Reihan tersenyum kecil, seketika kontak matanya jatuh tepat diretina mataku. Tatapan Reihan seakan mengunci tatapanku. Jantungku berdegup kencang, kuharap dengan jarak yang lumayan dekat ini Reihan tak mendengar suara detak ku.

Kupalingkan langsung wajahku ke objek lain, setelah aku menyadari detik-detik sial itu.

"Yaudah gue pulang dulu." Reihan berjalan menuju pintu kamar. Aku pun dengan keadaan yang masih malu mengikutinya dari belakang untuk sekedar mengantar Reihan sampai didepan rumah.

ADIRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang