ADIRA | 39

1.6K 62 0
                                    

"Aku menerima luka itu tapi tidak untuk menahannya tetap ada."

-Adira-

- - - -

Mendapatkannya dengan penuh kebahagiaan yang tidak bisa kutahan. Lalu kali ini sangat menyakitkan ketika aku harus menggenggam lagi luka yang begitu dalam di tanganku.

Aku seperti tidak ada lagi hal yang bisa aku percaya selain apa yang kulihat beberapa menit lalu. Sangat tidak mungkin jika aku mengatakannya itu hanya sebuah imajinasiku.

Aku jelas melihatnya. Melihat bagaimana Reihan mencium Ify di depanku. Di rumahnya sendiri.

Ini kejutannya. Jika Reihan bertujuan membuatku ku tidak menyangka, ia berhasil.

Ku jalankan mobilku kencang menerobos angin dingin dengan jalanan yang sepi. Kejadian tadi terngiang terus dipikiranku membuat air mataku tak ingin berhenti. Kupukul alat kemudi berkali-kali hingga aku merasa sakit dikepalan tanganku.

Tak kupedulikan warna merah yang mulai muncul ditanganku dan darah yang mulai keluar dari jariku. Itu tak ada bandingannya dengan diriku yang semakin tersiksa.

Mendadak kuhentikan mobil dengan cepat membuat tubuhku terdorong ke depan. Kutundukan kepalaku dalam dengan tumpuan kemudi.

Meratapi betapa bodohnya aku sudah percaya dengan kata-kata Reihan yang hanya mencintaiku saja. Nyatanya, dihatinya masih ada yang lain.

Aku bodoh bukan?

Aku keluar mobil dan berdiri disamping mobilku, air mata yang terus mengalir. Mencengkram erat tanganku seakan aku sudah lelah untuk menahan sakit itu.

"Arghhh!! hiks!" Aku mengacak rambutku geram. Tak ada lagi hal yang aku pikirkan selain pengkhianatan.

Tubuhku lemas. Aku terduduk diatas jalanan aspal yang semakin menusuk jiwaku dengan dinginnya.

Kepalaku menunduk dalam dengan tubuh yang bergetar. Tak ada lagi kebahagiaan yang aku harapkan, tak ada lagi dia yang menyempurnakan, semuanya lenyap.

Mungkin benar, orang ketiga masih menjadi alasan hancurnya sebuah hubungan. Bukan lagi kepercayaan.

Percayaku kepadanya lenyap. Digantikan rasa kecewa yang mendalam.

Malam ini, di sepanjang jalan yang sepi, di atas jalan aspal yang dingin, aku tertunduk lemas meratapi kisah yang mempermainkan ku kembali.

"Reihann!!" gumamku terisak.

Aku tidak menerimanya Tuhan.

"Sekarang lo tau kan, dia emang nggak pantes buat lo."

💔💔💔

"Cerita sama gue lo kenapa?"

Aku masih duduk terdiam di sofa ruang tengah rumahku dengan kepala menunduk. Hampir satu jam sejak aku dibawa pulang ke rumah aku diam tanpa mau menjawab semua pertanyaan yang aku dapatkan.

"Dir."

Barulah kali ini setelah mengumpulkan banyak keberanian aku mengangkat kepalaku menatapnya yang duduk tepat di depanku. Tatapan itu yang sebenarnya aku rindu ketika masa kecilku bersamanya.

"Bilang sama gue, lo kenapa sama Reihan?" tanya Bang Azka untuk kesekian kalinya.

Mendengar nama itu, tangis yang aku tahan pecah dalam sedetik saja. Seolah aku sedang mendengar hal paling menyakitkan dalam diriku.

ADIRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang