ADIRA | 38

1.6K 62 0
                                    

"Di saat di mana hal manis itu ada di saat itu pula sakitnya harus ikut berperan juga."

-Adira-

- - - -

Adalah hal yang akan ku kenang manis sampai pagi ini. Tidak untuk apa-apa, hanya saja aku tak ingin melupakan hal yang begitu membahagiakan untukku.

Adalah hal yang begitu sudah menyempurnakanku. Dia yang begitu sangat aku cintai hingga untuk membuat hatiku tak ingin lepas darinya.

Pagi itu selesai makan bersama Bunda, aku merebahkan tubuhku ke kasur. Mengingat bagaimana ia semakin menempatkan dirinya begitu dalam di diriku seolah merasa berbangga diri bahwa hanya dia yang ada di duniaku.

Tapi aku senang.

Hari ini sekolah libur, entah apa alasannya aku tak tau. Hanya saja kemarin aku dengar dari Reihan jika sekolah cuti sehari setelah melaksanakan pertandingan kemarin.

Seketika aku tersenyum. Mengingatnya jika di hatiku hanya ada dia yang bermunculan. Mengatakan padaku bahwa hanya aku miliknya dan sebaliknya.

"Adira!!"

Clingg!!

Teriakan Bunda dari bawah bersamaan dengan sebuah notif line dari ponselku.

"Iya, bentar Bun!" Aku meraih ponselku. Ada satu pesan yang harus aku baca.

Reihan Geofakhri
Bisa kerumah nggak nanti malem? Ada kejutan.

Dahiku berkerut. Sepertinya hari ini aku sedang tidak ulang tahun. Lalu kejutan untuk apa?

Adira Melinda
Iya, nanti aku kesana.

Setelah mengirim pesan kepada Reihan. Aku turun menemui Bunda di ruang tengah.

"Kenapa Bun?" tanyaku. Kulihat Bunda sehabis menelpon seseorang yang tak ku ketahui. Aku duduk di sofa dan ku nyalakan tv-nya.

Bunda berjalan ke araku dan duduk di sebelahku. "Kamu ada acara hari ini?"

"Nggak ada, nanti malem adanya mau ke rumah Reihan." Mataku masih memandang televisi dengan tenang.

Bunda tidak menjawab. Ia hanya diam. Hingga saat aku menoleh, Bunda menatapku dengan tatapan aneh.

"Kenapa sih Bun? Kok liatin Adira kayak gitu?" tanyaku bingung.

"Adira udah besar ya," ujar Bunda pelan.

Dan entah aku merasa aneh dengan perkataan Bunda.

Sedikit aku tertawa kecil mendengarnya. "Iyalah, Bun. Adira kan udah SMK, masa iya kecil terus." Ku ganti channel tv karena channel sebelumnya sedang iklan.

"Bunda punya anak berapa sih Dir?"

Seketika tanganku berhenti mengganti channel. Tanganku menurun meletakkan remot tv di atas meja lalu menatap Bunda. Merasa tidak menerima atas apa yang Bunda tanyakan.

"Bun, kenapa sih? Kok nanya gitu?" tanyaku pelan. Aku menggenggam tangan Bunda dengan lembut.

Dari sorot mata yang aku dapatkan di dalamnya, Bunda seakan sedang menahan kepedihan yang mendalam. Aku benar-benar tak sanggup melihatnya.

"Bunda nanya, Bunda punya anak berapa?" tanya ulang Bunda.

Sejenak aku diam. Menatap datar dengan maksud bahwa sebenarnya aku tak ingin menjawabnya. "Dua."

"Kamu anak ke berapa?" tanya Bunda lagi.

"Bun,"

"Kamu anak ke berapa Adira?"

ADIRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang