"Bukan dunia yang kejam, kitanya yang terlalu menyakitkan."
-Adira-
- - - -
"Kamu seharusnya nggak ngomong gitu kemarin."
Aku menoleh ke sumber suara, Reihan duduk ditepi kasur rumah sakit ini. Perlahan aku mengembuskan nafasku, kualihkan pandanganku ke jendela ruangan. Kosong. Pikiranku entah sedang dimana.
"Hey," panggil Reihan lembut berhasil membuatku menoleh ke arahnya.
"Menurut kamu aku salah ngomong gitu?" tanyaku pelan.
Tubuhku masih lemah terbaring ditempat tidur itu. Seharusnya aku tak berada disini. Jujur, aku benci rumah sakit. Aku tidak suka dengan bau khas rumah sakit, itu terlalu menyengat bagiku.
"Bukan gitu, tapi nggak seharusnya kamu bersikap kayak kemarin." Reihan menggenggam tanganku erat. "Aku tau dia salah, tapi dia tetep kakak kandung kamu Dir."
"Han, coba deh kamu pikir. Gimana perasaan kamu ketika kamu dipaksa mencintai seseorang padahal kamu nggak cinta sama dia, gimana perasaan kamu ketika kamu berusaha untuk baik-baik saja padahal ingin rasanya kamu menolak semuanya." Aku menahan air mataku keluar menatap Reihan. "Gimana perasaan kamu ketika hidup kamu digantung ditangan seseorang seolah dia yang berkuasa dihidup kita, kamu nggak bakal ngerasain itu semua."
"Itu sakit Han," ucapku lirih. "Jangan paksa aku buat nurut sama dia atau baik sama dia lagi karna aku nggak akan pernah ketemu dia lagi. Dia bukan kakakku."
Reihan diam. Ku harap dia mengerti keadaanku sekarang. Aku benar-benar tak ingin membahas soal itu lagi. Aku sudah muak mendengar semua perkataan tentang Bang Azka. Ah, menyebut namanya saja aku tak suka.
"Jangan sebut nama itu lagi didepanku," kataku sedikit tegas menatapnya.
"Iya," Reihan menarik kepalaku pelan dan membawanya mendekat ke pelukannya.
Nyaman. Hanya itu. Aku tak perlu mengatakan apa-apa ketika aku merasa begitu menyenangkan dipelukannya. Cukup untuk kemarin saja Tuhan hampir membuatku kehilangannya. Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi.
Sudah dua hari aku berada dirumah sakit. Kata Bunda, aku belum boleh dipulangkan karna kondisiku yang masih melemah.
Semalam, aku mendengar pernyataan Ayahku bahwa Rey membatalkan pertunangannya. Syukurlah, aku menghela nafas lega untuk itu. Tapi untuk melupakan bagaimana hal itu bisa terjadi aku tidak bisa melakukannya. Kakakku sendiri sudah membuat hidupku tertekan.
Aku harap Tuhan tak mempermainkan kami lagi. Aku harap takdirku berjalan seperti yang aku inginkan. Aku hanya ingin Reihan, dia yang membuatku mengenal betapa berharganya sebuah perasaan. Aku sangat mencintainya.
Aku sedikit mendongakkan kepalaku melihat Reihan, Reihan menurunkan pandangannya melihatku. Aku tersenyum begitu juga dengannya.
"Aku nggak nyangka bisa kayak gini," kataku pelan.
"Aku nggak tau harus gimana lagi ngejelasinnya, aku nggak mau kehilangan kamu lagi Han,"
Reihan mengangguk pelan. Ia mencium keningku. Belaian halus yang kurasakan dibelakang rambutku membuatku tenang dipelukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADIRA (Completed)
Ficção Adolescente"Jika cinta diciptakan menjadi rumit, lalu kenapa kehidupanku jadi ikut rumit?" Adira Melinda, cewek feminim berusia 17 tahun itu mulai tau jika perasaan lebih rumit dari yang ia bayangkan ketika ia menemukan sosok cowok yang menjadi alasan kerumita...