23. Permintaan untuk pergi

19.2K 1.9K 27
                                    

~ You are my Ghost ~

Kesha terus mengikuti Fabian kemana Fabian melangkah. Sedari tadi, dia terus menayakan perihal hubungan Mira dan Fabian, namun tetap jawaban Fabian 'tidak'.

"Yan, waktu itu Mira pernah nyoba ngelakuin bunuh diri?" tanya Kesha, dengan mengejar langkah Fabian yang panjang. Fabian menghiraukan ucapan Kesha, ia terus melangkah menuju kamar mandi. "Terus lo ketemu Mira dirumah sakit?"

Fabian menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya menatap Kesha. "Udah berapa bulan lo sama gue?" tanya Fabian dingin. Kesha berfikir.

"Empat bulan?" ucap Kesha ragu, tidak yakin dengan kebenaran hitungannya itu.

"Kapan lo mau pergi ke dunia lo?" tanya Fabian.

"Hah?"

"Empat bulan udah cukup buat gue dengan kehadiran lo. Gue udah cape." ucap Fabian, menatap Kesha datar. Tangan Kesha bergetar.

"Maaf,"

"Gue mohon Sha, cepet pergi." mohon Fabian, kemudian membalikkan tubuhnya kembali melanjutkan langkahnya.

"Oke." ucap Kesha berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis saat itu juga. Fabian tidak terus berjalan kearah kamar mandi hingga akhirnya tidak terlihat lagi oleh Kesha.

Tangan Kesha bergetar, kaki Kesha sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Kesha berjongkok. Nafasnya memburu, dadanya terasa sakit. Air matanya berhasil jatuh.

Nafasnya rasanya sesak. Kesha memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Ia terus menangis sampai terisak pelan. Apa ia harus pergi sekarang juga?

••••

"Assalamualaikum." Fabian membuka pintu rumahnya. Di ruang tamu terlihat ayahnya yang tengah duduk santai sambil membaca koran yang dipegangnya. Seno melirik kearah pintu, menatap Fabian yang masih berdiri disana.

"Waalaikumsalam, kenapa gak masuk?" tanya Seno. Fabian mengangguk pelan, lalu melangkah menuju sofa disebelah Seno. "Baru pulang?" tanya Seno yang fokus membaca koran.

"Iya, ketiduran tadi dikelas." jawab Fabian. Fabian tadi memang ketiduran tidur dikelas, saat bangun teman-teman sekelasnya sudah tidak ada dikelas. Fabian memang kebo.

"Papa baru pulang dari Canada?" Fabian melepaskan tas yang menggantung dibahu kirinya, lalu menyenderkan kepalanya pada sofa.

"Kamu sebenarnya mau manggil nama papa, dengan panggilan papa atau ayah sih? Kadang manggil papa, kadang manggil ayah, bingung papa jadinya." ucap Seno menatap putranya itu. Fabian berdesis pelan.

"Aku manggil papa keinget mama, aku manggil ayah juga keinget mama terus." Fabian menutup matanya, lelah dengan hari ini. Seno menghentikan kegiatannya membaca, kemudian menatap Fabian.

"Kamu kangen mama?"

"Hmm."

"Papa juga,"

"Bian ke kamar dulu, Good night." Fabian bangkit, lalu pergi meninggalkan Seno. Ia tidak mau larut dalam kesedihan, ia ingin bangkit dan melupakan kesedihan itu.

•••

Fabian mengatur nafasnya yang memburu. Mimpi tadi, berhasil membuat Fabian terbangun dari tidurnya. Diliriknya jam dinding, pukul satu pagi.

Fabian mengusap wajahnya kasar, mimpi tadi sungguh menakutkan menurutnya. Tenggorokan nya terasa kering, lalu ia memutuskan untuk bangkit menuju dapur.

Saat sampai di dapur, Fabian melihat Kesha tengah duduk menelungkupkan kepalanya dengan menggunakan tangan sebagai bantalannya. Fabian duduk dibangku yang bersebrangan dengan Kesha.

Kesha mengangkat kepalanya, menatap Fabian yang sudah duduk di hadapannya.

"Lo belom tidur?" tanya Kesha ragu, masih canggung karena kejadian tadi siang.

"Kebangun." jawab Fabian singkat, Kesha mengangguk mengiyakan. Mereka sama-sama diam, keheningan akhirnya terjadi. Kesha sekali-kali melirik kearah Fabian yang menatap meja dengan tatapan kosong.

Kesha yakin, bahwa Fabian sedang memikirkan ibunya yang sudah lama pergi itu. Pembicaraan Fabian dengan Seno tadi, Kesha mendengar semua itu. Ia mendengar nya dibalik pintu tadi.

Kesha sangat tau, bahwa Fabian saat ini sangat merindukan sosok ibunya.

"Fabian?" panggil Kesha. Fabian berdeham pelan, namun tatapannya masih tertuju pada meja makan dihadapannya. "Gue boleh tanya?"

"Tanya apa?"

"Lo lagi kangen seseorang, ya?" tanya Kesha. Fabian melirik Kesha, lalu kembali menatap meja.

"Enggak." jawabnya singkat.

"Bohong banget," ejek Kesha. Fabian memutar bola matanya malas. Kesha berdiri, lalu mencondongkan tubuhnya. Fabian menatap Kesha bingung.

"Mau ngapain lo?" tanya Fabian. Kesha mengulurkan tangannya menuju kepala Fabian, Fabian memundurkan kepalanya. "Mau ngapain?" ucap Fabian was-was.

"Sini!" ucap Kesha.

"Gak! Gak!" elak Fabian. Kesha berdecak kesal, lalu lebih mencondongkan tubuhnya kedepan dan berhasil mengelus rambut Fabian.

Fabian melotot kaget.

Kesha mengelus rambut Fabian lembut, dengan penuh perasaan. Fabian membeku, matanya masih melotot kaget.

"Gue tau rasanya rindu itu gimana," ucap Kesha masih mengelus-elus kepala Fabian. Fabian mendongak, menatap Kesha yang fokus mengelus rambutnya. "Cuman bertemu aja yang bisa ngobatin, tapi kan gak bisa kalau orangnya udah gak ada." sambungnya. Fabian terus mendengarkan perkataan Kesha, tanpa mau membuka suara.

"Gue gak tau caranya ngilangin rasa kangen ke orang yang udah gak ada, tapi cuman ini yang bisa gue lakuin." ucap Kesha lalu menegakan tubuhnya kembal. Kesha menatap Fabian dengan senyum lebar yang ia tunjukan.

"Fighting!" ucap Kesha sambil mengangkat kedua tangannya. Fabian sempat bengong, kemudian tersenyum.

"Aneh aneh aja lo," Fabian menggelengkan kepalanya. Kesha tertawa kecil. Waktu yang mereka habiskan pagi itu, terasa berharga bagi Kesha.

Senyum yang Kesha lihat saat ini, semoga tidak akan hilang. Kesha berharap, semoga ia terus melihat senyum Fabian yang seperti ini.

••••

Mira terus menatapi gelang berwarna pink yang ia pegang. Rasanya berat untuk memakai gelang ini kembali, mengingatkannya pada kejadian satu tahun yang lalu.

Mira menghela nafasnya panjang, kemudian meletakan gelang itu pada laci meja belajarnya.

"Non, mobilnya udah siap." ujar Bi Nina yang berbicara dibalik pintu kamar Mira.

"Iya Bi." Mira bangkit, lalu melangkah keluar menuju sekolah.

••••

Tinggalkan jejak ya:)


You Are My Ghost [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang