#3

4.1K 136 5
                                    

Happy Reading, Readers!❤️

Keesokan harinya saat makan malam semua anggota keluarga Ibrahim telah lengkap berada di meja makan dan hendak melakukan makan malam bersama. Ibrahim merasa mungkin ini saat yang tepat menanyakan kebenaran pada Fia terkait beasiswanya ke Jerman.

“Mbak, ayah tanya nggih? Apa mbak Fia udah mantep dengan beasiswanya?” tanya Ibrahim memecah kekhidmatan makan malam. Fia hanya melotot kaget dan buru-buru menelan makanannya.

“Ayah sudah tau?” tanya Fia balik memastikan.

“Beasiswa kemana Mbak?” tanya Alin.

“Hmm Hamburg Jerman.” Jawab Fia kepada Alin dengan santai.

“Entahlah Yah, tapi Fia sangat menginginkannya sejak SMP.” Tambah Fia.

“Emang Ayah bolehin Fia berangkat?” tanya Fia meyakinkan Ibrahim.

“Kapan sih berangkatnya Nduk?” Tanya Fatimah.

“Masih semester depan sih, tapi kalau Ayah ngizinin, ya pengurusan paspor sama visa sesegera mungkin biar ngga susah akhirnya.” Jawab Fia sambil memakan sisa-sisa makanannya dan Fahmi masih setia duduk menyimak obrolan keluarganya ini.

“Ayah sama Ibu insyaAllah ridho sampeyan berangkat ke Jerman..” Ucap Ibrahim terpotong.

“Beneran nih? Yeahhh wuhuuu akhirnyaaa!” sorak Fia sambil menepuk punggung Adiknya yang tengah melahap makanannya dan duduk tepat disamping Fia.

“Uhukk..” Alin tersedak dan Fia buru-buru menyodorkan segelas air putih untuk diminum oleh adiknya. Setelah meminumnya Alin langsung menjitak kepala kakak perempuannya ini

“Yang mener aja sih.” Gerutu Alin penuh penekanan pda Fia.

“Hehe.. Maaf ya Lil” ucap Fia sambil mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V.

“Sebentar, tapi ada syaratnya!” Kata Ibrahim.

“Mulai minggu depan harus mondok ke Jogja sampai keberangkatanmu.” Lanjut Fatimah santai.

“Mampus kau! Salah sendiri ngga pernah mau disuruh mondok!” Ejek Alin pada Kakak perempuannya.

Alin sendiri kini duduk di bangku SMA dan ia sudah pernah mondok di Jogja semasa ia SMP. Begitu juga dengan Fahmi. Hanya Fia yang tidak mau jika disuruh orang tuanya untuk menempuh pendidikan di pondok dengan alasan tidak mau pisah dengan orang tua, saudara, dan teman-temannya di Surabaya.

“Tapi kan berangkatnya masih lama? Terus gimana sama kuliah Fia disini? Terus yang pengurusan paspor sama visa gimana?” tanya Fia tak henti karena sebenarnya ia tak ingin mondok dengan waktu yang terbilang cukup lama.

Fia memang sudah tiga kali mondok ke Jogja saat liburan semester saja, tentunya hanya dalam waktu satu bulan paling lama, itupun sangat terpaksa karena supaya ia tak tertinggal pelajaran agama di Kampusnya.

“di Jerman sangat minoritas muslim, jadi ayah sama ibu khawatir kalau sampeyan terbawa arus karna tidak punya pondasi kuat tentang agama islam.” Jawab Ibrahim.

“Tapi..” ucap Fia terpotong.

“Udah ga perlu pusing mikir kuliah disini, toh akhirnya juga ditinggal kan? Visa sama Paspor biar Masmu yang tampan ini yang ngurus.” Sahut Fahmi santai sambil terkekeh melihat adiknya tak punya pilihan.

“Yah kok gitu sih? Kenapa ngga bulan depan aja?” tawar Fia memelas.

“Ngga ada penawaran ya Nduk! Mau minggu depan atau batal Jerman!” tegas Fatimah.

Fia POV..

Ahh sangat menggembirakan memang Ayah mengizinkanku untuk mengambil beasiswanya. Saking gembiranya aku lupa menepuk Alin yang tengah melahap makanan dan duduk disampingku hingga ia tersedak.

“Tapi ada satu syarat.” Ucap ayah membuatku mengeryitkan alis.

“Mulai minggu depan harus mondok ke Jogja sampai keberangkatanmu.” Lanjut ibu membuatku tersentak.

"Oh my God, enam bulan di Pondok? mana kuat aku? Kenapa harus selama itu sih?" Aku hanya bisa membatin dan menego penawaran ayah dan ibu.

Namun hasilnya “Ngga ada penawaran ya Nduk! Mau minggu depan atau batal Jerman!” ucap Ibu yang mengharuskan aku menurut jika aku ingin mengambil beasiswaku.

Yashh, aku hanya bisa menerima pasrah syarat dari orang tuaku.

POV End..

Hari senin pun tiba, Fia masih tetap mengikuti perkuliahan seperti biasa di Kampusnya. Jadwal kuliahnya pada hari Senin tergolong santai karena kelas baru dimulai setelah sholat dhuhur, akan tetapi jam perkuliahan selesai tidaklah bersahabat, yakni pukul 16.30 WIB. Dimana keadaan jalanan Surabaya pada jam itu pulang ke rumah sama dengan tua di jalan, sangat macet.

Seperti biasa, sambil menunggu jalanan Kota Surabaya sedikit lengang, Fia bersama the genknya (Dayat, Rahman, Basri, Agam, Muiz, dan Lia) bercengkrama ditemani kopi dan es susu di Warung Kopi belakang Kampus. Teman-teman laki-laki Fia sangat asik dengan mabar game mereka, sedangkan Fia dan Lia hanya membicarakan seputar curahan hati masing masing.

“Li, aku mau boyong (pindah) lo!” Ucap Fia.

Boyong apa? Kemana?” Tanya Lia santai.

Boyong kuliah lah!” Jawab Fia serius. Sontak semua teman-temannya yang tadinya asik mabar kini melongo menatap Fia kaget.

Mohon maaf bila terdapat typo. Hehe.
Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan.
Jangan lupa vote yaa! Terima kasih!❤️

Pantaskah Aku? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang