Happy Reading, Readers!♥️
“Mas Anjar bagaimana bisa aku?” Tanyaku pada Mas Anjar.
.
..
.
“Saya suka Ning Fia sejak pertama Ning Fia ikut pondok kilat. Gatau kenapa rasa ini semakin tumbuh saat Ning Fia mau pergi ke Jerman. Dari sana saya banyak mengenal Ning Fia, tentunya dari Gus Fahmi dan Rasyid juga.” Jelasnya.
“Boleh Fia tau alasannya, Mas?” Tanyaku yang masih tak percaya.
“Bukankah cinta jatuh tanpa alasan, Ning?” ucapnya singkat.
“Sedikit cerita Ning. Mungkin sudah dengar dari Rasyid juga tentang beasiswa yang saya sendiri bimbang antara iya atau tidak. Tapi salah satu alasan saya berangkat ke Mesir adalah berusaha memantaskan diri untuk bersanding dengan Ning Fia. Saya tau Ning, saya ini cuman santri biasa, sedangkan Ning Fia punya maqom istimewa, maka dari itu saya berusaha mencari ilmu sebanyak-banyaknya agar pantas bersanding dengan seorang cucu Kyai.” Imbuhnya.
“Kalo aku bukan cucu Kyai, emang Mas Anjar masih mau pilih aku yang jauh dari kata sholihah ini? Mas Anjar juga tau kan gimana karakterku yang seperti itu? bahkan sampai saat ini Fia masih belum bisa ngilangin.” Tanyaku lagi pada Mas Anjar.
“Cinta ga bisa memilih kemana ia harus jatuh. Saya rasa pertemuan kita termasuk takdir ilahi, terlepas status siapa Ning Fia” Jawabnya.
“Oke, bentar ya saya panggil Ayah, Ibu, sama Mas Fahmi. Silahkan di minum Mas, ngga beracun kok.” Ucapku berlalu dengan meninggalkan senyum hambar.
.
Fia POV End..
.
.
Ibrahim, Fatimah, Fia, dan Fahmi telah berkumpul di ruang tamu dengan Anjar.
“Mas Anjar, setelah Fia bicara sama Ayah, Ibu, dan Mas Fahmi. Fia mohon maaf.. belum bisa memberi jawaban sekarang, Fia butuh waktu untuk istikharah beberapa hari boleh?” tutur Fia pada Anjar.
“Ndak apa-apa Ning. Saya ngerti kok. Kalau Ning Fia sudah mantep sama silahkan kontak saya, apapun itu jawabannya. Semoga istikharah Ning Fia segera mendapat petunjuk yang terbaik untuk Ning Fia.” Ucap Anjar dengan nada sangat sopan.
“Iyaa Mas, aamiin.” Balas Fia dengan tersenyum.
“Saya permisi dulu kalau gitu, Pak, Bu, Ning Fia! Assalamualaikum.” Pamit Anjar dengan mencium tangan kedua orang tua Fia.
“Waalaikumsalam..” jawab mereka serentak.
Anjar pergi keluar ruang tamu dengan ditemani Fahmi.
“Good luck bro! Pepet terus kalo tahajud!” bisik Fahmi dengan menepuk pundak Anjar memberi semangat.
“Terima kasih Gus! Pasti.” Balas Anjar.
“Saya pamit dulu gus! Assalamualaikum!” ucap Anjar dengan melajukan sepeda motornya.
“Waalaikumsalam!” balas Fahmi
***
Sore hari sebelum adzan maghrib, saat libur bekerja, di teras rumah Fia.
“Mas ini kopinya!” ucap Fia dan duduk di kursi sebelahnya.
“Terima kasih Dek!” balas Anjar dengan membelai kepala Fia. Fia tersenyum bahagia.
Allahu akbar.. Allahu akbar..
“Mas, sudah adzan!” ucap Fia.
“Yaudah ayo jamaah! Mas imamin!” balas Anjar dengan merangkul pundak Fia masuk rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pantaskah Aku?
Dla nastolatkówBagaimana bisa seorang laki-laki sholih penyandang santri terbaik, datang melamar begundal wanita sepertiku ini? Cerita berbahasa Indonesia dicampur dengan sedikit Bahasa Jawa. hehe. -Selamat menikmati cerita pertama saya. Jangan lupa vote terus y...