#11

2.3K 85 6
                                    

HAPPY READING, READERS!❤️

Saat ia hendak menendangku, langsung saja aku meringkas jarak kami dan menyleding satu kakinya yang menjadi tumpuan. Sudah aku pastikan ia akan jatuh dan aku segera mengambil posisi berdiri.

Grepp..

Aku menangkapnya. Aku berada di depannya dan tangan kananku berada dipunggungnya, seperti dalam sinetron-sinetron. Mata kami beradu pandang sejenak.

Kemudian aku tersadar bahwa dia perempuan, segera aku tarik Ning Fia agar tidak terjatuh dan sesegera mungkin aku melepaskan tanganku saat Gus Cahyo berteriak.

“Selesai!” Teriak Gus Cahyo mengakhiri pertandinganku dengan Ning Fia.

“Eh maaf Ning, Gus! Saya ngga maksud.” Ucapku tertunduk.

“No problem!” Balas Ning Fia dengan tersenyum malu, namun manis.

“Aku kira kamu ngga bakal modus Njar, bisa juga ya ternyata.” Balas Gus Cahyo dengan sedikit tertawa. Dan aku hanya tertunduk malu.

Ini bukan pertama kalinya aku mengenal perempuan, tapi entah mengapa sejak saat itu perasaanku mulai berbeda.

Flashback Off..

Sejak peristiwa sparing itu hingga saat ini aku berteman baik dengan Ning Fia. Selalu ada kebahagiaan tersendiri setiap kali melihat senyumnya.

Aku rasa aku mulai jatuh hati padanya sejak insiden sparing itu. Namun, aku berusaha menepis perasaanku. Karena bagaimanapun juga aku hanyalah seorang santri, sedangkan ia merupakan keluarga dari maqom yang tinggi yakni seorang Ning.

...

Dan lagi-lagi kami dipertemukan kembali. Ning Fia saat ini sebagai salah satu siswa di kelasku mengajar Diniyah dasar.

Ada perasaan senang karna kami bertemu kembali, tapi bagaimanapun juga aku harus professional menjalankan tugasku sebagai pengajar. Dan sebisa mungkin aku harus bersikap layaknya seorang pengajar dan menutupi perasaanku padanya.

Saat ini ia diselimuti kabut kegalauan karena mantan pacarnya.  Salah satu yang tidak aku sukai adalah jika terdapat satu muridku yang tidak fokus mengikuti Diniyah dan biasanya aku akan menghukumnya jika ketahuan olehku.

Dan aku tidak ingin menghukum Ning Fia di hari pertamanya mengikuti Diniyah. Yang aku khawatirkan adalah bukan ia akan menolak hukumanku atau mengadukanku pada Kyai karena telah menghukumnya. Tapi aku lebih khawatir jika ia akan ngambek dan tidak mau menuntut ilmu dipondok karena hukumanku.

Aku mencari tahu bagaimana cara untuk mengembalikan mood wanita saat galau. Kemudian aku menemukan sebuah artikel yang menginformasikan bahwa salah satu cara mengembalikan mood adalah dengan cokelat. Aku berinisiatif untuk membeli beberapa permen cokelat untuk aku berikan kepada Ning Fia, dengan harapan agar ia dapat mengikuti kelasnya di pondok dengan fokus dan mood yang baik. Saat aku hendak menjemput Gus Cahyo di rumah Kyai untuk latihan hadrah, kebetulan sekali Ning Fia sedang termenung di teras rumah.

Sempat berpikir bagaimana jika nantinya Ning Fia menganggapku modus? Lalu bagaimana jika ia tak mau menerimanya?

Ah bodo amat lah, yang penting niatku ngga mengarah pada modus. Di terima ya Alhamdulillah, kalau ngga di terima ya udah sih lempar ke Rasyid aja. Tapi aku berharap diterima sih, biar ngga dikira homo ngasih cokelat ke Rasyid. Dan syukurlah Ning Fia menerimanya dengan wajah yang berubah ceria.

Anjar POV End..

Keesokan harinya..

Fia melakukan rutinitas layaknya seorang santri. Mengikuti sholat jamaah, menyimak kultum setelahnya, mengaji, hafalan, dan mengikuti pendidikan salaf dan diniyah untuk menguatkan pondasi ukhuwah islaminya.

Hari menjelang petang, terdengar lantunan ayat suci Al-Qur’an diputar melalui toa masjid pondok. Semua santri bergegas menuju kamarnya masing-masing untuk wudhu dan mengambil mukenah untuk melakukan sholat maghrib di masjid. Begitu juga dengan Fia, ia bergegas menuju rumah Kyai untuk mempersiapkan hal yang sama dengan santri lainnya.

Semua santri dan pengurus (kecuali keamanan) telah berkumpul di masjid pondok yang luasnya dapat menampung sekitar seribu jamaah atau lebih. Mereka melakukan sholat maghrib berjamaah. Kemudian dilanjut dengan tausyiah yang di isi oleh Kyai sambil menunggu waktu isya tiba.

Setelah melakukan sholat maghrib dan isya berjamaah, para santri di beri waktu untuk makan dan setelahya kembali ke kamar mereka masing-masing.

“Assalamualaikum Ning!” Sapa Anjar dan Rasyid pada Fia yang saat itu berjalan menuju Rumah Kyai.

“Eh Waalaikumsalam! Whats up bro?” balas Fia yang tak meninggalkan ciri khasnya sebagai anak gaul.

“Hahaha,  Kheir sista! And you?” tanya Rasyid kembali.

“Me too!” jawab Fia.

“Mau pulang ke *Ndalem toh Ning?” tanya Anjar.
*(rumah -bahasa jawa, jika dalam kawasan pondok diartikan sebagai rumah Kyai)

“Engga Mas, mau ke pondok putra!” Jawab Fia.

“Haa ngapain?” tanya dua laki-laki itu kaget.

“Yaelahh pulang lah mas, ngapain juga ke pondok putra? Yakali daripada tebar pesona mending bobok.” Oceh Fia dengan mengelus jidatnya dengan sebelah tangan.

“Sekalian bareng kita Ning biar aman! Hahahah..” Canda Rasyid.

“Yang ada malah aku yang ngga aman sama kalian!” balas Fia dengan tertawa.

“Hahahaha..” mereka semua tertawa receh.

“Eh Ning, suaranya Ning  Fia tuh sebenernya bagus loh kalo ngga teriak-teriak serak gitu! Ya ngga Syid?” sahut Anjar dengan topik baru.

“Ih kata siapa ih?” tanya Fia tak percaya.

“Eh kita habis stalker utub Ning Fia yo!” Sahut Rasyid.

“Video yang mana sih kalau inget?” Tanya Fia lagi.

“Kalau aku lebih suka aksi panggungnya Ning Fia waktu metalan sih! Keliatan keren gitu.” Ucap Rasyid.

“Kalau aku Syid, lebih suka yang tampil akustik. Ciri khas suaranya keliatan bgt, tampilannya juga lebih anggun lagi!” Sahut Anjar.

“Elaahh bisa aja, bujank!” Balas Fia dengan tersipu malu-malu.

“Oh ikut team hadrah aja Ning!” Ucap Rasyid.

“Oh bisa tuh! Bilang Gus Cahyo aja sekalian habis ini!”  Celetuk Anjar.

“Ngaco banget ah!” Ujar Fia sambil memukul lengan dua sahabatnya. Anjar dan Rasyid hanya terkekeh pelan.

Sesampai di Ndalem, Fia langsung masuk dan memanggilkan sepupunya atas nama Cahyo agar segera menemui dua lelaki di teras rumah itu.

Tak berapa lama setelah tiga laki-laki itu berbincang, terdengar suara Cahyo memanggil Fia dan sang pemilik nama berjalan menghampiri sumber suara yang memanggilnya.

“Ya, ada apa sepupuku paling tua?” tanya Fia malas.

Bersambung..

Mohon maaf atas keterlambatan update, karena saya sok sibuk dengan perkuliahan dan pekerjaan😞

Semoga tetap menikmati cerita pertama saya.

Kritik dan saran yang membangun, sangat dibutuhkan.
Jangan lupa vote terus yaa! Terima kasih banyak!😘❤️

Pantaskah Aku? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang