Happy Reading, Readers!❤️
Masih pada hari yang sama, saat itu tengah masuk waktu malam. Setelah sholat isya santri memiliki jam bebas dalam kawasan pondok. Fia hanya duduk di teras rumah Kyai dengan pandangan kosong dan ponsel yang tergeletak di meja depannya.Seorang laki-laki berpawakan gagah dan tinggi, memiliki kulit sawo matang cerah, mata hitam, beralis terbal, berhidung mancung dan memiliki bentuk rahang yang kokoh tampak begitu tampan, menggunakan baju koko berwarna hitam dipadukan dengan sarung hitam bermotif garis putih di bagian bawahnya tengah berjalan mengarah pada Fia.
Fia memperhatikannya dengan setengah melamun. Kemudian tersadar saat laki-laki itu sudah berada di depannya tepat.
“Assalamualaikum, Ning!” Salam Anjar.
“Eh, Waalaikumsalam Mas.” Jawab Fia.
“Ning Fia ngelamun?” Tanyanya.
“Dikit kok, hehe..” Jawab Fia canggung.
“Oiya ada perlu apa ya Mas?” tanya Fia pada Anjar.
“Ohh, Gus Cahyo ada?” Tanya Anjar.
“Ada di dalem lagi makan tadi, monggo masuk dulu!” Ucap Fia.
“Eh iyaa Ning, saya disini aja. Oh iya saya ada sesuatu buat Ning Fia!” Ucap Anjar seakan hendak memberi surprise.
“Silahkan duduk Mas! Mau kasih apa nih buat Fia?” tanya Fia antusias sambil mempersilahkan Anjar agar duduk.
“Bukan apa-apa sih, cuman ini nih.. Biar ngga badmood! Saya ngga mau besok di kelas saya ada santri yang melamun apalagi mikirin mantan.” Balas Anjar dengan menyerahkan beberapa butir permen cokelat pada Fia.
“Buat aku nih? Makasih ya!” Ujar Fia dengan mengambil butiran permen cokelat itu disertai pipi yang bersemu merah, begitu juga dengan Anjar yang tampak malu-malu.
“Kalau sampai besok ketahuan saya ngelamun di kelas. Siap-siap hukuman ya! Hahaha..” Ucap Anjar mengancam dengan tertawa di akhir perkataannya.
“Hahaha.. Iyaa-iyaa makasih banyak yahh! Sebentar ya aku panggilin Gus Cahyo dulu.” Ucap Fia kemudian berdiri dari duduknya dan dijawab dengan senyuman manis oleh Anjar.
Tak lama kemudian sosok lelaki yang terlihat berumur hampir dua kali lipat umur Fia itu menampakkan dirinya dari dalam rumah menghampiri Anjar yang tengah terduduk di depan teras.
“Njar! Udah ayoo..” Ucap Gus Cahyo.
“Eh inggih Gus!” jawab Anjar, kemudian berdiri dan pergi bersama Gus Cahyo entah kemana.
Fia tengah memperhatikan mereka berlalu melalui balik korden jendela kamarnya yang ada didepan itu. Ia tak sadar bahwa ada seseorang yang memperhatikan tingkahnya itu.
“Cieeeehh, intip-intip siapa Mbak?” Ucap Alin mengagetkan aktivitas Fia.
“Eh Anjir, ngapa sih!” Balas Fia salting.
“Oh ngeliatin Mas Anjar rupanya. Cem-ceman baru yak?” Tanya Alin mengintrogasi.
“Gundulmu!” Ucap Fia dengan menjitak pelan kepala Alin.
“Itu permen coklat di meja punya siapa tuh?” tanya Alin tak henti menggoda.
“Udah ah, kebanyakan bacod nih bocah! Kalau pingin makan, ya ambil sono! Tapi satu aja! ” Balas Fia tak ingin memperpanjang bacotan dengan adik bungsunya itu.
“Nah gini dong penutup mulut..” Lanjut Alin.
“Lil! Shut up!” ucap Fia sedikit ngegas.
Kemudian Fia merebahkan diri di atas kasur dan memejamkan matanya sembari menikmati lantunan sholawat yang terdengar dari Masjid pondok.
Fia POV..
“Muak sekali rasanya setelah melihat postingan story terakhir Mas Bintang tadi siang. Emang disengaja posting tuh kayaknya. Ahh.. setelah sholat isya gini mesti freetime, nikmat banget rasanya duduk di depan teras yang sepi gini..” ucapku dalam batin sambil menikmati duduk didepan teras rumah Abah.
“Oh itu Mas Anjar lagi jalan kesini gak sih? Kalo diliat-liat ganteng juga sih dia. Andai aja ya Mas Bintang kek gitu kalemnya, ngga mungkin deh dulu aku rela ngelepas.. Mukanya adem lagi kalo diliat.. Eh sadar Fi dia tuh idola santri-santri cewek, kalah saing udah lu!” Bantinku dan masih tetap dalam lamunanku.
Hingga satu suara yang tak asing menyadarkanku dari lamunan. Pemilok suara itu, kini sudah berada tepat di depanku dengan mengucap salam.
“Eh, Waalaikumsalam Mas!” Jawabku.
Kami bercakap-cakap sebentar dan mengetahui tujuannya kemari adalah mencari sepupuku, Gus Cahyo. Baru saja aku masuk kedalam untuk memanggilnya, Mas Anjar menahanku dengan suaranya beratnya.
Shit apa-apaan ini? Ia memberiku beberapa butir permen cokelat. Oh ternyata manis juga caranya untuk mengembalikan moodku supaya aku dapat fokus mengikuti kelasnya esok hari. Aku berjalan memasuki rumah Abah untuk memanggil Gus Cahyo.
Sempat terpikir apa dia tertarik denganku? Aku melihatnya yang berlalu dengan Gus Cahyo dari balik korden kamar.
Dia tipikal orang yang baik dan kalem, pasti seleranya juga yang kalem-kalem. Apalagi dia idola semua idola tuh, suatu hal yang tidak mungkin, jika ia memiliki perasaan padaku, haha. Batinku menepis agar tidak terbawa perasaan.
Fia POV End..
.
.
.
.
.
.
.
.Anjar POV
Entah bagaimana perasaanku padanya, yang pasti aku senang setiap kali melihatnya. Dia seorang perempuan yang terlihat jelas jauh dari kata Alim seperti yang aku idamkan. Dia gadis yang bagiku cukup urakan, tapi..
Bersambung..
Mohon maaf jika terdapat typo. Hehe.
Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan.
Jangan lupa dukung dan vote terus yaa! Terima kasih!❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Pantaskah Aku?
Teen FictionBagaimana bisa seorang laki-laki sholih penyandang santri terbaik, datang melamar begundal wanita sepertiku ini? Cerita berbahasa Indonesia dicampur dengan sedikit Bahasa Jawa. hehe. -Selamat menikmati cerita pertama saya. Jangan lupa vote terus y...