#12

2.2K 82 8
                                    

Happy Reading, Readers!❤️

“Ya, ada apa sepupuku paling tua?” tanya Fia malas.

“Habis ini ikut aku ke Masjid!” pinta Cahyo.

“Ngapain? Aku baru aja dari sana sama pasangan homo ini.” Tanya Fia seakan menolak.

“Tes vokal, ada yang rekomendasiin kamu jadi vocal girl di tim hadrah Nurul Iman.” Jelas Cahyo.

Kemudian Fia melirik dua sahabatnya ini yang tengah menahan tawa dan menghindari pandangan maut Fia.

“Gus malu ah suara fals juga kok!” Tolak Fia.

“Gus Cahyo pingin tau Ning, siapa tau cocok!” Ejek Rasyid.

“Udah ikut dulu gapake nolak! Santri kok nolak perintah Gusnya.” Ucap Cahyo tak ingin ditolak.

“Cari cewek lagi dong Gus! Biar ngga jadi bahan gosip anak-anak pondok!” balas Fia.

“Njar, Syid. Tolong izin ke asrama putri, panggil Nisa!” Pinta Cahyo.

“Oh siap Gus, kalau Dek Nisa biar saya aja yang panggil!” balas Rasyid semangat.

“Dua kemungkinan kalau mas Rasyid jemput sendiri!” Sahut Fia.

“Maksudnya Ning?” tanya Rasyid tak mengerti.

“Pertama, Mbak Nisanya ngga mau. Kedua, Mbak Nisa mau karna bawa nama Gus Cahyo, tapi dibawa nyeleweng terus ngga nyampe masjid!” Ucap Fia.

“Hahahahahh.. Benerr!” Balas Anjar dan Cahyo bersamaan, sedangkan Rasyid hanya mengerucutkan bibirnya.

“Udah sana berdua biar ngga fitnah!” perintah Cahyo.

“Nggih Gus!” Jawab mereka dan segera menjemput Nisa di asrama putri.

“Ayo Fi buruan!” ucap Cahyo pada Fia.

“Bentar ambil jaket!” balas Fia masuk kek kamar, dan sebentar saja sudah keluar menenteng jaket oversizenya.

“Lah beneran pake baju itu?” Tanya Cahyo dengan mengeryitkan alis karena melihat Fia hanya menggunakan setelan baby doll dengan celana panjang gelap.

“Udah males ganti lagi, atau aku ngga berangkat?” ancam Fia.

Cahyo berpikir sejenak dan tidak memepremasalahkan, karena pakaiannya sudah menutup aurat Fia. Dan berangkatlah mereka.

Rupanya disana sudah ada Nisa yang terduduk diluar masjid dan tidak berani memasukinya karena di dalam hanya ada santri putra.

“Nis ngapain? Ayo masuk!” ucap Cahyo pada Nisa dan tampak di belakangnya sudah ada Fia.

Kemudian mereka memasuki masjid bersama. Dan sudah tampak santri-santri putra yang tengah berlatih hadrah.

“Sambut calon vocal girl kita!” Ucap Rasyid.
“Wuhuuuuu!! Ayehhh!!” sorak anak-anak team hadrah itu.

“Udah-udah diem, ayo kita dengar suara mereka berdua!” sahut Cahyo dan mempersilahkan mereka duduk.





Fia POV..

“Apa-apaan ini aku masuk dalam team hadrah segala. Sebelumnya aku belum pernah mencoba tampil membawa lagu sholawat, gimana kalau nanti suaraku fals? Ini pasti ulah duo homo itu! Kalau ceweknya cuman aku, bisa-bisa namaku tuh jadi trending topik bulanan santri-santri, anak putri terutama.” Pikirku dalam batin.

“Cari cewek lagi dong Gus! Biar ngga jadi bahan gosip anak-anak pondok!” Ucapku pada Gus Cahyo.

Syukurlah ia bersedia mencarikanku satu teman untuk jadi partner.

Mbak Nisa, ia dua tahun lebih tua dariku. Ia masih bertahan dipondok ini, karena ia ingin mengabdi pada pondok ini. Aku cukup familiar sih dengan namanya, yah karna Mas Rasyid merupakan fans berat Mbak Nisa.

“Udah-udah diem, ayo kita dengar suara mereka berdua!” Ucap Gus Cahyo.

Semua personil satu team memperhatikan aku dan Mbak Nisa yang tengah duduk dihadapan mereka.

“Lah aku harus ngapain terus?” tanyaku pada semua yang ada di masjid itu.

“Coba nyanyi satu sholawat Ning!” sahut salah satu dari mereka.

Aku menatap mereka semua dengan tatapan tajam
“Yang bener aja! Aku ngga hafal satu sholawat pun, aku hanya tau sepenggal liriknya saja” teriakku dalam batin.

Kemudian aku melihat Mbak Nisa yang sedari tadi diam tertunduk, hingga membuatku juga ikut diam tertunduk.

“Loh ayo!” pinta Gus Cahyo.
“Mau sholawat yang mana sih Gus? Ah gajelas betein.” Ucapku sedikit ngegas.

“Sebisamu!” jawab Gus Cahyo.

“Yang bener aja, aku baru disini beberapa hari lalu. Belum ada satupun sholawat yang aku hafal!” Ucapku mengelak.

“Mbak Nisa dulu deh kasih contoh!” tambahku.

“Ning Fia aja dulu monggo, saya masih narvest.” Ucap Mbak Nisa lirih.

“Sholawat Asyghil aja ya! Kalo salah jangan hujat, aku cuman sering denger temenku nyanyi itu!” Ucapku malas dan Gus Cahyo hanya mengangguk.

“Ehmm! Allahumma sholi ‘alaa sayyidina Muhammad, wa asygilidz dzolimin bidz-dzolimin (2x). Wa akhrijnaa.... hmm hmm hmm hmm.. Udah ah ngga tau lanjutannya aku tuh!” aku mulai mengeluarkan suaraku untuk bersholawat dan terhenti karna aku tidak tau lanjutan liriknya.

Prokk prokk prokk...

Mereka bertepuk tangan. Mbak Nisa menatapku dengan mata yang berbinar. Aku sendiri terheran, apa yang mereka tepuk tangani, toh aku lupa lirik. Suaraku juga ngga suara serak ala-ala metal gini juga.

“MasyaAllah cocok sama aku wis!” sahut salah satu dari mereka.

“Bagus Ning, coba lainnya yang agak lama biar kita tau.” Ujar Mas Anjar berlagak sebagai juri.

Aku hanya berdecak kesal dan melihat sinis pada Mas Anjar. Dan dia hanya tertawa kecil.

“Sial kenapa kau tampan sih? Malu lah aku anjirr!” berotak batinku.

“One more dong Ning, kita tengah menikmati nih!” sahut Rasyid kemudian.

Sejenak aku berpikir sholawat apalagi ya? Duh aku ini tolol banget sih hampir empat semester sekolah di Universitas Islam tapi ngga hafal satupun sholawat. Malu-maluin. Gerutuku dalam batin tak berhenti.




Bersambung...

Mohon maaf jika terdapat typo dalam cerita.
Kritik dan saran yang membangun, sangant dibutuhkan.
Jangan lupa vote terus yaa! Terima Kasih!!❤️

Pantaskah Aku? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang