Happy Reading, Readers!❤️
(Terdapat beberapa kata kotor dalam part ini, harap bijak dalam membaca)
“Terus kamu lebih berani berzina sama Anjar daripada bangunin kita?” bentak Cahyo juga.
Dhegg..
.
Fia tersentak kaget, kemudian ia berpikir untuk menjelaskannya.
“Zina dari mananya? Fia kan bilang, Mas Anjar tuh cuman nganterin Fia Gus! Jalanan sepi! Kalau Fia malah dicabulin orang dijalan gimana? Jadi Gus Cahyo lebih rela Fia dicabulin orang jahat gitu daripada cuman sekedar dianter sama Mas Anjar? Gitu haa?” sahut Fia yang juga tersulut emosi.
“Fiaa!!” bentak Zaenal dengan mengacak rambutnya.
“Dengerin Gus yaa! Mas Anjar sama Fia itu cuman jalan kaki aja! Gak ada yang namanya gandengan tangan atau ngomong mesra-mesra gitu!” ujar Fia. Anjar masih tetap menunduk tegang.
“Maaf Gus, tapi emang bener kata Ning Fia.. Disini memang saya yang salah..” ucap Anjar lirih.
"Gus! Aku tau kok, aku ini anak urakan dan aku sadar betul dengan hal itu! Tapi gak serendah yang kalian bilang dengan 'berzina'! Fia ini cuman urakan bukan murahan! Ngerti?" sahut Fia dengan penuh emosi.
“Fiaa cukup!!” teriak Cahyo memberhentikan ucapan Fia.
“Anjar silahkan balik ke asrama! Kamu masuk kamarmu Fi! Kita sidang besok setelah sholat subuh!” perintah Zaenal.
“Maaf Gus, saya permisi. Assalamualaikum.” Pamit Anjar yang masih tertuduk.
“Waalaikumsalam!” jawab mereka.
“Ashhh, emang susah ya idup di lingkungan kolot gini, kebanyakan aturan!” sahut Fia.
“Masuk kamar sana! Besok kamu jelasin lagi!” ucap Cahyo.
“Gak disini, gak disana semua pada gak ada yang percaya sama Fia! Makasih banyak!” Ucap Fia sinis sambil berlari memasuki kamarnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Fia POV..
Ada apa sebenarnya? Kenapa Mas Anjar terlihat begitu takut? Kenapa Gus Zaenal juga terlihat begitu emosi? Apa yang sebenarnya terjadi? Atau mungkin ada yang salah paham dengan kami? Sedangkan aku dan Mas Anjar kan ngga ngapa-ngapain? Bersentuhan juga engga tuh.
"Atau.. Si nenek lampir Ajeng itu yang melapor dan buat fitnah? Entahlah liat nanti aja." Batinku.
Kami berjalan ke ndalem aku pikir hanya untuk klarifikasi, tapi ternyata mereka semua menghakimi aku dan Mas Anjar dengan membara-bara. Aku tidak mengerti mengapa mereka begitu marah pada Mas Anjar dan aku.
“Terus kamu lebih berani berzina sama Anjar daripada bangunin kita?” bentak Gus Cahyo padaku.
Satu kalimat dari Gus Cahyo itu membuatku mengerti mengapa mereka terlihat begitu marah. Saat itu aku juga sangat emosi, bagaimana bisa Gus Zaenal, Gus Cahyo dan lainnya bisa men-judge seperti itu, sebelum mereka menanyakan kebenarannya pada kami? Arrghhh kenapa hidup disini kolot banget sih?
Begitu Gus Cahyo memotong penjelasanku dan menyuruhku masuk ke kamar, langsung saja aku berdiri dan berlari ke kamar. Hatiku terasa sesak sekali.
Aku yang memang urakan ini tak begitu masalah jika sekedar mendapat fitnah seperti itu. Tapi bagaimana dengan Mas Anjar yang akhlaknya selalu baik?
Jangankan menyentuhku, menatap mataku saja ia tak berani. Pasti sangat berat untuknya mendapat fitnah yang tidak ada kebenarannya ini.
Fia POV End..
KAMU SEDANG MEMBACA
Pantaskah Aku?
Teen FictionBagaimana bisa seorang laki-laki sholih penyandang santri terbaik, datang melamar begundal wanita sepertiku ini? Cerita berbahasa Indonesia dicampur dengan sedikit Bahasa Jawa. hehe. -Selamat menikmati cerita pertama saya. Jangan lupa vote terus y...