#17

1.9K 82 9
                                    

Happy Reading, Readers!❤️

“Yang penting Ning Fia dapet jaminan aman dulu!” balas Anjar.

“Yaudah, ayukk!” sahut Fia.

***

Akhirya mereka memutuskan pergi bersama untuk menghindari bahaya yang mengancam Fia dijalan. Selama sepuluh menit berjalan kaki, Anjar masih tetap berjalan mengikuti Fia di belakangnya.

“Mas Anjar ngapain sih dibelakang Fia mulu? Sini sebelahku!” ucap Fia saat menoleh dan menarik lengan baju Anjar.

“Tapi Ning..” ucap Anjar terpotong.

“Mas Anjar tuh temennya Fia, bukan kacung Fia! Mana ada temen yang cuman ngikut dibelakang? Kalau temen ya jalannya bareng-bareng!” oceh Fia dan Anjar hanya mampu terdiam.

Kemudian mereka sampai pada counter yang menjual pulsa dan paket data internet. Setelah membelinya mereka berjalan menuju pondok.

Namun di perjalanan mereka yang masih beberapa langkah dari toko, Fia mendapati penjual nasi goreng.

“Mas makan dulu yuk!” ajak Fia pada Anjar.

“Nanti Ning Fia dicari sama temen-temen kamarnya loh!” balas Anjar.

“Tapi Fia laper, makan dulu yuk bentar!” ajak Fia lagi, dan Anjar hanya terdiam berfikir karena ia tak membawa uang.

“Udah  Fia yang bayar! Itung-itung imbalan mau nganter Fia!” ucap Fia, dan Anjar hanya mengangguk dan mati gaya.

Dua piring nasi goreng yang menggiurkan sudah ada didepan mereka masing-masing. Anjar baru saja memasukkan nasi gorengnya dalam mulut, tapi Fia mencegahnya sebentar.

“Selfie dulu dong bentar!” ucap Fia.

“Satu.. Dua.. Krikk!” satu foto berhasil di ambil.

Tampak Fia yang saat itu menggunakan kerudung biru dongker, dan Anjar kebetulan memakai baju koko warna senada dengan Fia.

Tampak begitu manis keduanya dalam foto dengan duduk berhadapan. Fia berpose mengigit sendoknya dan Anjar hanya tersenyum simpul.

“Udah yuk makan!” ucap Fia mempersilahkan.

“Jangan dibuat status ya Ning fotonya! Takut kalau ada salah paham.” pinta Anjar pada Fia.

“Hahahahh aku juga sadar kali Mas disini ngga kek di Surabaya! Aku goblok tapi ngga kebangetan kok, hahahahhh..” ucap Fia sambil tertawa, dan Anjar hanya tersenyum lega.

Setelah mereka menyelesaikan acara makannya, Fia mendekati si Bapak penjual nasi gorengnya dan membayar makanan mereka berdua. Kemudian mereka berjalan menuju pondok beriringan.

Sesampai didepan pondok sudah ada Zaenal sebagai kepala keamanan yang stand by di depan gerbang. Terlihat wajah Anjar yang begitu kebingungan muncul firasat tak enak.


Anjar POV..

Aku melihat Ning Fia berjalan sendiri. Naluriku sebagai lelaki muncul untuk melindungi perempuan.

Ajeng menyapaku saat aku berbicara dengan Ning Fia. Aku tau Ajeng ini penggemar beratku, ia sering mengirim surat padaku namun tak pernahku balas. Dia juga sering mencari-cari perhatianku, dan entah mengapa aku semakin jijik. Tapi satu kelebihannya, ia tak pernah menolak setiap kali aku meminta tolong padanya.

Akhirnya aku meminta tolong padanya untuk mengantar Ning Fia, karena aku tahu jika aku yang mengantar Ning Fia malam-malam begini pasti akan banyak fitnah.

Tapi saat itu Ajeng menolaknya dan langsung berlalu. Sedangkan akupun juga tak tega melihatnya sendiri di jalan yang sepi ini. Aku memutuskan untuk mengantarnya.

“Mas Anjar ngapain sih dibelakang Fia mulu? Sini sebelahku!” ucap Ning Fia dengan menarik lengan bajuku.

“Tapi Ning..” ucapku terpotong.

“Mas Anjar tuh temennya Fia, bukan kacung Fia! Mana ada temen yang cuman ngikut dibelakang? Kalau temen ya jalannya bareng-bareng!” ocehnya dan aku hanya mampu terdiam.

Dia memang hanya menarik lengan bajuku, tapi itu membuat hatiku berdetak tak karuan. Ditambah Ning Fia mengajakku makan berdua. Apakah ini yang disebut orang-orang ‘ngedate’? Pikirku.

Sadarlah Anjar! Kau ini cuman santri sedangkan dia itu Ning! Kau tak pantas untuknya! Gejolak itu muncul dari hati kecilku dan membuatku mengurungkan perasaan ini.

Tapi memang tak bisa munafik, aku mulai mencintai gadis di depanku ini. Berbeda jauh dengan apa yang aku khayalkan untuk jatuh cinta dengan seorang gadis yang alim. Nyatanya jatuh cinta memang tak bisa memilih.

Aku merasakan sedari tadi ada yang membuntuti aku dan Ning Fia. Aku menoleh kebelakang, dan ia segera bersembunyi. Oh ternyata Ajeng dan Ria. Firasatku tak enak, Ya Allah, semoga ini semua tidak seburuk apa yang saya pikirkan. Kemudian setelah Ning Fia membayar nasi gorengnya, kami segera kembali ke pondok

Sesampainya di pondok, benar saja firasatku. Gus Zaenal sudah stand by di pintu gerbang. Fitnah apa yang Ajeng luncurkan kali ini?

Anjar POV End..


Sesampai didepan pondok sudah ada Zaenal sebagai kepala keamanan yang stand by di depan gerbang.

“Kalian berdua, ikut saya ke ndalem!” bentak Zaenal dengan wajah yang merah membara.

“Nggih Gus!” Anjar hanya tertunduk dan mengikuti Zaenal dibelakangnya.

Sedangkan Fia masih tercengang kebingungan dan berjalan mengikuti dua lelaki didepannya itu.

Zaenal, Anjar dan Fia sudah memasuki ruang tamu rumah Kyai. Disana sudah terdapat Cayho, Vivi, dan Yerin sedangkan Kyai dan Gus Rofiq sudah terlelap dan mereka tidak ingin membangunkannya.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Cahyo dengan geram.

“Gus, maaf ini salah saya gus..” Ucap Anjar sambil menunduk ketakutan.

“Kamu ini santri terbaik Njar! Saya sudah percaya sama kamu sepenuhnya, tapi apa?” Ucap Cahyo pelan penuh penekanan sembari berjalan mendekati Anjar. Sedangkan Anjar masih tertunduk.

“Maaf Gus..” Ucap Anjar terpotong.

“Loh loh loh, ini apa-apaan sih? Kenapa nyangkutin Mas Anjar santri terbaik segala? Dia tuh cuman nganterin Fia beli paket data, dijalan sana tuh sepi!” ujar Fia membentak dengan nada tinggi sambil menarik tangan Cahyo agar menjauh dari Anjar.

Dan Anjar begitu tersentak melihat Fia bagaimana bisa ia seberani ini membentak Gus.

“Kamu ngga bisa cari temen cewek buat temenin kamu ta Fi?” tanya Vivi dengan penuh curiga.

“Ning! Fia tuh udah ngajak temen-temen sekamar, Mbak Nisa juga, bahkan tadi dijalan aku ketemu santriwatipun ya ngga mau nganterin Fia!” jelas Fia.

“Kenapa ngga bilang sama aku atau Ning Vivi aja atau Ning Yerin atau Gus Cahyo?” tanya Zaenal.

“Kalian semua tau ngga sih kalo aku mampir kesini cari temen? Tapi kamar sampeyan semua tuh udah tutup, mana berani aku bangunin kalian!” bentak Fia juga.

“Terus kamu lebih berani berzina sama Anjar daripada bangunin kita?” bentak Cahyo juga.

Dhegg..




Bersambung..

Mohon maaf jika terdapat typo, hehe..
Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan.
Jangan lupa vote terus yaa! Terima kasih!! 😘❤️

Pantaskah Aku? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang