Happy Reading, Readers!❤️
“Saya juga pamit dulu..” ucap Anjar dan melakukan hal serupa dengan Rasyid.
...
Mereka berjalan menuju asrama, Fia berbelok ke asrama putri sedangkan Anjar dan Rasyid berbelok ke asrama Putra.
“Jadi gimana Njar sama Ning Fia?” tanya Rasyid memancing.
“Apanya?” tanya Anjar balik tak mengerti.
“Nih!” balas Rasyid sambil menepuk dada Anjar.
“Arep trisno tapi aku iki mung opo, Syid? (mau jatuh cinta tapi aku ini cuman apa, Syid?” ucap Anjar sambil tersenyum miris.
“Njar!” sapa Fahmi dan menepuk pundak Anjar dari belakang.
“Gus..” ucap Anjar sedikit gelagapan, takut jika Fahmi mendengar percakapannya dengan Rasyid barusan.
“Jadi beneran suka?” tebak Fahmi.
“Eh Gus, bukan begitu maksudnya..” ucap Anjar terpotong.
“Njar, santai aja kalau sama aku. Kalau suka bilang, mumpung belum kesalip Rasyid lo!” ujar Fahmi sambil terkekeh pelan.
“Biar Ning Fia mengejar cita-citanya dulu Gus! Kalau memang saya beneran suka, insyaAllah sebisa mungkin saya berusaha memantaskan diri untuknya!” jelas Anjar.
“Hahaha.. Harusnya Fia yang mantesin diri buat kamu dong!” balas Fahmi.
“Gus, tapi tolong loh jangan bilang Ning Fia atau yang lainnya nggih!” pinta Anjar pada Fahmi.
“Woles aja Njar, sebenernya keluarga kita juga santai kok sama percintaan anak muda, yang penting ngga kelewatan! Cuman ya posisinya di pondok aja, harus terapin peraturan.” balas Fahmi.
“Ya tapi saya yang sungkan, Gus! Hehe” ucap Anjar.
“Pokok kalau kelamaan tak tikung nih!” sahut Rasyid.
“Ahahahahahh, tuh denger Njar.. Good luck boy!” ucap Fahmi tertawa dengan menepuk pundak Anjar, kemudian berlalu meninggalkan duo homo itu entah kemana
“Satu lampu ijo bro!” ucap Rasyid girang.
“Udah-udah ah!” balas Anjar dan berlalu karena tak ingin muka merahnya terlihat oleh sahabatnya.
Kedatangan kedua orang tua, dan kedua saudara Fia ke Pesantren Nurul Iman tentunya memiliki tujuan tertentu. Yakni untuk menjemput Fia kembali ke Surabaya, mempersiapkan berkas dan barang-barang yang perlu ia bawa ke Jerman.
“Ning Fia yakin mau balik Surabaya besok toh?” tanya Nisa sedikit gelisah.
“Iyaa mbak Nis! Besok malem balik.” Jawab Fia.
“Tapi Ning Fia nanti masih ikut rutinan kan ya?” tanya Nisa lagi.
“Iyaa nanti masih ikut kok, makanya pulangnya besok malem.” Balas Fia.
“Yahh Ning! Ngga mau di pres aja balik Surabayanya? Kan ke Jermannya masih minggu depan!” ucap Nisa sambil memeluk Fia.
“Masih banyak yang perlu di siapin sama Fia mbak Nis! Lagian Fia juga belum pamitan sama temen-temen di Surabaya!” ujar Fia.
“Semoga selama belajar disini ilmu yang didapat Ning Fia bisa jadi pondasi akhlak Ning Fia disana nggih! Semoga kerasan juga disana, mudah menyerap ilmunya!” ucap Nisa.
“Ah mbak Nisa kok melow sih? Fia ikut melow nih!” balas Fia.
“Jangan lupain Nisa sama semua yang ada di pondok ini ya Ning!” ucap Nisa mewek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pantaskah Aku?
Teen FictionBagaimana bisa seorang laki-laki sholih penyandang santri terbaik, datang melamar begundal wanita sepertiku ini? Cerita berbahasa Indonesia dicampur dengan sedikit Bahasa Jawa. hehe. -Selamat menikmati cerita pertama saya. Jangan lupa vote terus y...