32. Rumah Elang

1K 82 4
                                    

Aku mencintaimu. Itulah awal dan akhir dari segalanya.

-

"ITU tes sayang. Mamah suka sama Elena. Dia cantik dan mau di suruh Mamah. Padahal Alin sendiri aja selalu ngedumel kalau mamah suruh ke warung," ucap Winda seraya memecahkan beberapa telur. "Mamah mau nimang cucu dari kalian. Cepet, ya, sayang."

"Aduh Mamah, Elang bahkan belum masuk dunia perkuliahan. Lagian kakaknya Elena kan mau nikah. Sabar Mah. Kita masih muda, harus menikmati masa muda." jawab Elang.

"Anak Mamah udah dewasa ternyata." Winda mengelus pundak Elang.

"Mah, ini terigunya." Elena datang dan memberikan kantung plastik.

"Kamu tuang terigunya di tempat itu, ya." Winda menunjuk sebuah wadah.

"Iya Mah."

Elena mengambil wadah tersebut dan menuang terigunya ke wadah tersebut.

Elang menghampiri Elena dan dengan jahilnya, Elang mencolek pipi Elena menggunakan terigu.

"Eh?" Elena terkejut. "Elang mah," Elena menghapus terigu yang ada dipipinya, namun dia lupa bahwa dia habis memegang terigu. Alhasil, bukannya hilang, malah semakin banyak terigu yang menempel.

Elang tertawa bahagia melihat Elena kesal. Elena pun mengambil terigu dan mencoret muka Elang dengan terigu. Mereka terus berperang terigu. Muka, rambut, baju mereka penuh terigu. Elena berlari menghindari Elang tetapi Elena menginjak tepung yang berceceran di lantai.

"Ehhhh..." Elena terpeleset dan Elang menahannya. Mata mereka bertemu.

"Ekhm," Alin berdehem dan membuat mereka tersadar.

"Astaghfirullah Elang Elena," ucap Winda ketika melihat kelakuan mereka berdua. "Cuci muka kalian."

Bi Inah, asisten rumah tangga Elang segera membersihkan terigu yang berjatuhan akibat kelakuan Elang dan Elena.

"Ini bedaknya Elena, Mah. Dia udah biasa pake tepung," ucap Elang seraya berlari menjauhi Elena.

"Ihh Elangg," Elena mengejar Elang.

Mereka berhenti di sebuah wastafel, mereka mencuci wajah, lalu dengan jahilnya Elena mencipratkan air ke wajah Elang.

"Batu, yah," Elang menggelitik pinggang Elena.

"Ampun ampun ampun," Elena tertawa seraya berlari dan mengumpat dibelakang Winda. "Mamah Elangnya,"

Mereka tertawa lagi melihat kelakuan Elang dan Elena.

"Udah udah," Winda memisahkan Elang dan Elena. Alin hanya tertawa melihat tingkah Kakaknya.

Mereka melanjutkan membuat brownis.

"Selesai," Winda mengeluarkan brownis dari loyang dan menaruhnya di tempat, lalu memotongnya. Mereka membuat 3 loyang bundar.

Alin menyiapkan film yang akan ditonton. Mereka pun menonton film seraya memakan brownis dan beberapa snack lainnya.

Tak terasa, sorepun tiba.

"Tau nggak El, tadi mamah ngetes lo yang disuruh beli terigu jalan kaki," bisik Elang.

"Untung gue sering jalan kaki sama Elvin dulu," jawaban Elena barusan membuat Elang membulatkan matanya. "Cemburu, ya? Yes! Satu sama, tadi lo nanyain Elya." Suara Elena terlewat kencang sehingga membuat Winda, Alin, dan Bi Inah menatapnya.

"Kalian lagi ngomongin apa?" tanya Winda.

"Engga kok, Mah." ucap Elena dengan menahan malu.

Setelah film selesai, Bi Inah membawakan semua peralatan yang kotor dan mencucinya.

"Mah, El pamit pulang, ya." pamit Elena.

"Kok pulang sayang? Baru jam berapa," balas Winda.

"Iya, Mah. Takut Mamah Hana pulang duluan. El nggak boleh pulang malem lagi, lagi nggak enak badan, takutnya Mamah Hana marah-marah lagi," jelas Elena.

"Lo sakit El?" tanya Elang.

"Hehe, kecapean dikit,"

"Kok nggak ngasih tau gue?" tanya Elang yang membuat Elena bungkam.

"Ya udah kamu pulang gih, kapan-kapan kita masak yang lain, ya." ucap Winda.

Elena tersenyum dan mencium punggung tangan Winda.

"Salamin, ya, buat Mamah kamu," tambah Winda dan dibalas anggukan oleh Elena.

"Lin gue balik, ya."

"Iya, Kak. Hati-hati."

"Assalamualaikum," ucap Elena seraya keluar dari rumah Elang.

Elang sudah menunggu di mobil miliknya. Dia terlihat dingin. Sangat dingin. Elena mengernyitkan dahinya.

"Lah mobil seprot lo mana?" tanya Elena.

"Itu punya om gue, nitip. Udah cepetan naik!" Elang meninggikan suaranya.

"Dia marah?" tanya Elena dalam hati.

Elena naik ke dalam mobil. Selama perjalanan, Elang hanya terdiam.

"Lang ngomong sesuatu kek," Elena mulai membuka pembicaraan. Elang masih saja terdiam.

"Lang gue minta maaf, tapi gue kemarin cuma kecapean, nggak ada penyakit serius." tambah Elena. Elang masih terdiam.

"Lang," panggil Elena dan Elang tetap fokus menyetir. "Elang dengerin dulu penjelasan gue,"

"Gue minta maaf, gue tau gue salah," tambah Elena dan Elang masih terdiam.

"Lang gue janji nggak akan ngulangin lagi," Elena memegang telinganya dengan kedua tangannya. "Gua janji akan selalu terbuka sama lo. Tapi ngomong sih, Lang. Pleaseeee," Elena terus memohon.

"Gue nggak bisa dicuekin gini sama lo, Lang."

"Elang ganteng anaknya Mamah Winda,"

"Minta maaf,"

Elena terus meminta maaf sampai dia tak sadar sudah berada didepan rumahnya.

"Turun," Elang mengucapkan kata itu dengan wajah sedatar mungkin.

"Nggak, sebelum lo maafin gue,"

"Turun," Elang masih memasang wajah datarnya.

Elena menggelengkan kepalanya dan tidak beranjak dari tempat duduknya.

"Lo nggak tau seberapa khawatirnya gue sama lo," ucap Elang sangat pelan tapi masih bisa Elena dengar.

"Gue tau, Lang. Makanya sekarang gue minta maaf dan janji..." ucapnya terpotong.

"Turun sekarang Elena Anantasya," Elang memejamkan matanya.

Elena menatap Elang tak percaya. Elang benar-benar marah dengan masalah sepele.

"Gue kelepasan. Gue minta maaf," Elang menatap Elena yang kini sedang menunduk. Elang tahu, Elena sedang menahan air matanya. Sesegera mungkin Elang memeluk Elena, namun ditepis olehnya.

Elena segera membuka pintu mobil dan keluar, "Makasih,"

"Arghhh," Elang mengacak rambutnya frustasi.

Berhasil, oye.

-

Sorry yaa kalo pendek hehe. Otak lagi buntu. Jangan lupa vote and comment yaa.

Snow White [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang