37. Antara Senja dan Elang.

1.1K 69 48
                                    

Kadang senja merah merekah bahagia, kadang hitam gelap berduka. Namun langit tetap menerimanya apa adanya.

-

"LANG," panggil Elena.

"Ya," respon Elang singkat. Tatapan mereka masih menatap indahnya senja sore ini.

"Kenapa senja itu indah?" tanya Elena.

"Kadang senja merah merekah bahagia, kadang hitam gelap berduka, namun langit tetap menerimanya apa adanya," jelas Elang dengan tatapan masi ke arah senjanya.

Elena menatap Elang, "Kalo gitu, gue mau jadi senja, dan lo langitnya. Dengan begitu, lo akan nerima gue dengan keadaan apapun kan?"

"Jangan jadi senja." balas Elang

"Loh kenapa?" tanya Elena.

Elang menatap Elena. Beberapa detik, mata mereka bertemu. "Senja nggak abadi, dia datang cuma nawarin kebahagiaan sesaat. Lo tau kan abis senja cuma ada malam yang gelap? Itu perasaan langit, saat senja ninggalin dia."

Elena tertawa, "Baper deh," dan Elang hanya membalasnya dengan senyuman.

Kepala Elena bersandar pada bahu Elang. Bahu yang menjadi sandarannya beberapa tahun belakangan ini.

"Gue nggak tau, gimana kehidupan gue tanpa lo, Lang." Elena memejamkan matanya.

Elang mengusap rambut Elena, "Elena, jangan kayak Popo deh, mulai alaynya keluar,"

"Ish,"

"Elena, kalo suatu saat gue pergi apa yang lo lakuin?"

"Nunggu lo balik," ucap Elena.

Elang menatap Elena, "Stay with me, please."

"Iya,"

"Elena. Lo tau apa yang lebih menyakitkan dari bertepuk sebelah tangan?" tanya Elang, Elena menggeleng. "Persahabatan yang melibatkan perasaan. Itu lebih menyakitkan di banding cinta bertepuk sebelah tangan. Menurut gue."

"Lo kenapa Lang?" tanya Elena.

"Ayo ah pulang," Elang segera berdiri dan menaiki sepedanya.

-

Hari terus berlalu. Elena dan teman-temannya sudah memasuki dunia perkuliahan. Beberapa dari mereka, masuk universitas yang sama.

"Ah gue stressss. Masa kuliah nggak seindah masa SMA gue," Aliza histeris dengan buku-buku tebal yang dia bawa ditangannya.

"Kenapa si lo? Dateng-dateng marah," cibir Maura.

"Gue tuh kesel sama si dosen berkepala belut alias botak licin itu. Astaga, bisa gila gue dikasih kuis ginian terus," Aliza terus mengumpat.

"Sabar kali, Po. Kuis mah kerjakan lalu lupakan." ucap Elena.

"Tau ah," Aliza menyeruput minumannya.

"Eh btw,  Rasya mana?" tanya Elena.

"Lo nggak tau ya El? Rasya putus, kepincut sama kakak senior. Rezi aja yang bego masih mau aja mau jadi bucin Rasya," ucap Maura.

"Stt, begitu-begitu dia temen kita." bela Elena.

"Temen sih temen, tapi lo nggak tau aja. Pas doi ngerayu Rendi. Kayak gapunya otak, punya temen juga ditikung sama dia," tambah Aliza dengan wajah greget melihat kelakuan salah satu temannya.

"Serius lo? Navila putus gara-gara Rasya? Kok gue nggak tau apa-apa sih?" ucap Elena.

"Kemana aja, buk! Lihat noh sekarang doi gabungnya  sama rombongannya Anya, yang katanya paling cantik satu universitas." cibir Maura kesal.

Snow White [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang