51. Badmood.

1K 60 27
                                    

SEMENJAK kejadian beberapa hari yang lalu, saat Alan mengutarakan perasaannya, Elena merajuk. Ia bahkan tak mau berbicara pada Alan. Setelah membuat jantung Elena berpacu dengan cepat, dengan santainya Alan tertawa lalu bilang semua hanya candaan. Perasaan bukan untuk bercanda bukan?

Akhir-akhir ini, Elena merasa pusing karena perasaannya. Ia bahkan tak sedih lagi jika mengingat Elang. Hatinya tak sakit lagi jika mengingat kepergian Elang. Jantungnya bahkan tak berpacu dengan cepat ketika mengingat sosok Elang. Reaksinya biasanya saja jika ada yang menyebut nama Elang. Kemana semua perasaannya pada Elang? Apa mimpi beberapa hari lalu ada hubungannya dengan perasaannya akhir-akhir ini?

"Nona, ah Nona abaikan saya lagi. Ayo Nona, saya sudah minta maaf seribu kali. Kenapa Nona terlau bawa perasaan sih?" Alan berdecak.

"Sudahlah, Alan. Aku tak minat bercanda." Elena menggeser badannya, menjauhi Alan.

"Nona, Ayolah. Besok malam Nona balik ke Jakarta. Apa Nona tak akan merindu dengan saya nantinya? Ayo Nona, kita perbanyak kenangan kita, sebelum kita berpisah!" ucap Alan.

"Untuk apa? Kita akan pisah dan kamu ingin memperbanyak kenangan? Itu sama saja menyakitkan bagiku Alan." balas Elena.

"Nona, kenapa Nona menjadi galau seperti ini. Ayolah Nona, ceria seperti biasanya." Alan berfikir sejenak, mencari cara agar Elena tak merajuk kembali. "Bagaimana kalo besok kita belanja Nona, lalu saya bantuin Nona supaya baikan sama Dad. Mau nggak?"

"Bener, ya? Janji?" Elena menjulurkan kelingkingnya.

"Janji," Alan menaruh kelingkingnya di kelingking Elena. Kelingking mereka bertautan.

-

"Dad..." Elena membawakan kue kesukaan Alex. Ini semua ia lakukan agar Alex kembali berbicara padanya. Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, Alex bahkan sangat cuek kepada Elena. "Kata Alan, Dad suka kue ini. Makanya Elena beliin. Dad maafin Elena, kan?"

Alex melirik kue yang dibawakan oleh Elena, lalu kembali berkutat dengan laptopnya.

Elena mencibir dalam hati. Merasa diabaikan cukup lama, Elena berjalan keluar dari ruang kerja Alex dengan perasaan kesal.

"Kata kamu Dad suka kue coklat?" tanya Elena ketika bertemu dengan Alan di depan ruang kerja Alex.

"Memang, Dad suka itu."

"Tapi kenapa Dad tak mau mencicipinya bahkan hanya meliriknya." Elena melipat kedua tangannya di dada, bersedekap.

"Nona, Dad itu sama seperti Nona. Ia hanya drama ketika sedang marah. Melihat makanan kesukaannya, tidak mungkin ia menolaknya. Pasti ia makan, hanya saja saat Nona tak melihatnya." ucap Alan yang membuat Elena terkagum. Ternyata Alan lebih mengenal Alex di banding dirinya, pantas saja Alex sangat menyayangi Alan. "Sudah ayo, kita pergi menonton, filmnya akan segera di mulai. Nanti kita tertinggal film Snow White kita."

Alan menarik tangan Elena menuju ruang keluarga untuk menonton film animasi kesukaan mereka, ya, Snow White.

Elena menatap tangannya yang ditarik oleh Alan. Ada apa dengan dirinya ini?

Elena duduk di samping Alan, dengan berbagai snack dan minuman serta eskrim.

Film di mulai, mereka menonton dengan masing-masing mulut mereka sibuk mengunyah. Elena harusnya bersedih karena film ini adalah kesukaan dirinya bersama Elang. Harusnya ia sedih karena kembali mengingat Elang, namun mengapa sekarang ia bersikap biasa saja?

Mereka fokus menonton, hingga sampai dimana adegan sang pangeran mencium bibir merah milik Sang Putri. Alan dengan sigap menutup mata Elena.

"Alan buka, aku tak bisa melihatnya." ucap Elena memegang tangan Alan yang menutup matanya.

Snow White [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang