52. Siapa Yang Lebih Sakit?

974 64 26
                                    

ELENA menyenggol buku yang ada di meja. Ia segera mengambil buku tersebut, lalu jatuh kembali beberapa foto polaroid. Elena merapikan foto-foto tersebut. 

Elena tak terkejut. Ia sudah tau, hanya saja ia berpura-pura untuk tidak memgetahui semuanya. Elena melihat kembali beberapa foto tersebut. Ada foto dirinya bersama Elang sedang makan eskrim di taman. Ada foto dirinya bersama Elang sedang ada di pernikahan Elya, dan ada beberapa foto lagi.

"Nona, apa yang kamu lihat?" tanya Alan dari belakang. Elena terkejut, tak sengaja menyenggol gelas berisi jus jeruk yang ada di meja tersebut.

Prang...

Gelas tersebut pecah berkeping-keping. Sama seperti hatinya saat ini.

Elena membalikkan badannya, terlihat Alan sedang memakai celana pendek selutut dan bertelanjang dada, dengan rambut yang masih basah dan handuk yang berada di bahunya.

"Elang." ucap Elena pelan.

"Nona ada apa?" Alan menghampiri Elena.

"Aku tau, kamu Elang!" ucap Elena meninggikan suaranya.

"Apa yang Nona katakan?"

"Ini," Elena melempar beberapa foto dirinya bersama Elang.

Alan mengambil foto polaroid tersebut.

"Ini sebabnya kita nggak pernah bisa cari Elang! Karena orang yang selama ini aku cari adalah kamu." tanya Elena dengan nada rendah.

"Saya Alan, Nona. Elang sudah lama mati." balas Alan.

"Kenapa? Kenapa kamu tega?" air mata Elena menetes deras di pipinya.

"Saya Alan Nona. Saya mohon, keluar lah dari kamar saya. Saya ingin sendiri," Alan memejamkan matanya.

Elena menggenggam tangan Alan. "Aku masih punya satu permintaan lagi bukan? Kalo gitu, bantu aku untuk gagalkan pertunangan ku dengan Farrel. Ku mohon," air mata Elena kini membasahi genggaman mereka.

"Stop Elena, itu cuma permainan bodoh SMA kita," Alan melepaskan genggaman Elena.

"Bahkan kamu inget, kamu nggak lupa ingatan. Ini kamu Elang. Elang yang ku cari selama ini." Elena memegang dan mengelus pipi Alan. Ia sangat merindukan Elang miliknya.

"Stop Elena." Alan memegang tangan Elena yang berada di pipinya. "Keluarlah dari kamarku," Alan memejamkan matanya. Seperti yang Elang lakukan. Selalu memejamkan matanya ketika marah.

Elena menarik panjang nafasnya. "Malam ini aku akan ke Indonesia, tidak rindukah kamu dengan teman-temanmu? Bahkan Maura ingin tunangan dengan Kevin dua bulan lagi. Tidak ingin kamu menemui mereka? Atau tidak ingin kau menemui kak Elya? Dia sedang hamil. Atau kamu tidak ingin menemui Budi dan Rendi. Mereka sudah ingin bertunangan. Begitu juga dengan Revan dan Aliza." Elena tersenyum mengingat kebahagiaan teman-temannya. Ia tersenyum, namun air matanya masih mengalir deras.

"Stop Elena!" bentak Alan. "Ini kehidupan ku, aku pemeran utamanya di sini. Kau tidak berhak mencampurinya. Aku bahagia dengan kehidupanku sekarang!"

Elena memejamkan matanya, menahan sakit yang teramat sakit di hatinya. "Bahagia? Bukankah kamu pernah bilang kalo kebahagiaan kamu adalah aku. Bagaimana kamu bisa bilang kamu bahagia kalo aku nggak ada di sampingmu."

"Stop Elena,"

"Kita ke Indonesia, ya. Minta maaf ke Mamah Hana, juga ke semuanya. Setelah itu kita tunangan dan menikah. Selesai bukan?" Elena tersenyum di tengah-tengah tangisnya lagi.

"Stop Stop!" bentak Alan.

"Kamu masih mencintaiku bukan? Itu sebabnya kamu tidak ingin berpacaran dengan siapapun di New York. Padahal banyak bule yang mendekatimu. Kalo gitu, kita pulang. Semua merindukanmu. Ya?"

Snow White [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang