"Siapa yang berani ngelempar bola ini?!"
Tak ada yang menjawab pertanyaan dari Gavin, membuat cowok itu sendiri lalu mendekat ke arah tengah lapangan.
Gavin menatap ke sekeliling lapangan. Semuanya terdiam. Tak ada yang membuka mulut. Sebagian siswa hanya menunduk, bergetar ketakutan melihat Gavin.
"Sekali lagi gue tanya, siapa yang ngelempar bola ini?!" pertanyaan itu kembali diulang Gavin dengan nada yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Karena takut terkenan getahnya secara bersama, hampir semua siswa menunjuk ke arah seorang gadis yang kini sedang spontan membulatkan matanya.
"Heh lo cewek yang lagi nunduk!! Yang rambutnya di iket rambut dan jam warna hijau pastel sini!." Suruh Gavin sedikit berteriak.
Diam semuanya diam suasana benar-benar hening.
"Gue nyuruh lo kesini bukan cuman diem doang!! Lo ngga budeg kan?" ucap Gavin lebih menaikan volume suaranya.
Naya mematung ditempatnya berdiri. Gadis itu hanya memainkan kedua ujung jari telunjuknya sambil mengigit bibir bawahnya. Takut kalau Gavin akan marah besar karena tidurnya di ganggu.
"Gue bilang sini!." Perintah Gavin lagi dengan lebih tepat dan jelas galak.
Naya meneguk slavinanya sendiri dengan sudah layak. Persetan dengan jabatannya sebagai Ketua OSIS. Yang sekarang dihadapi Naya hanya takut. Iya, takut. Lagipula siapa yang tidak takut ketika melihat anak dari pemilik yayasan ini marah?
Naya mencoba bergerak maju setelah susah payah untukmenahan ketakutannya. Lebih baik mengaku, toh teman-temannya sudah memberi tahun Gavin bahwa dia yang melempar bola dan dengan itu Naya pasrah karena tidak mau jika yang tidak salah ikut kena masalahnya.
Gavin kembali mencium aroma khas sampo milik Naya yang tadi pagi tak sengaja tercium oleh hidung mancungnya.
"Sorry Vin sorry.. Gue tadi—"
Seolah tak mendengar ucapan Naya. Gavin segera menarik gadis itu sedikit kasar. Dan membawanya masuk ke arah kantin sekolah.
Gavin mendudukkan dirinya dengan santai, sementara Naya berdiri didekat Gavin. Bahkan,Naya hampir mirip jika menjadi babu Gavin.
Gavin merongoh sebuah bungkus rokok dari dalam tasnya. Dengan spontan Naya menutup hidungnya. Hal itu membuat Gavin tertawa dalam hati.
Mampus lo! Batin Gavin, sembari tersenyum sinis kearah Naya.
Sebuah seringaian tercetak manis dibibir Gavin yang membuat Naya menatap tajam ke arah Gavin. Namun ia segera tersadar dari godaan kegantengan Gavin, ya memang Gavin termasuk laki-laki yang memiliki ketampanan di atas rata-rata bahkan lebih atau bisa di golongkan kedalam kelas spesies laki-laki dengan tampang sempurna.
"Lo ngapain nyeret gue ke sini?" tanya Naya cukup keras.
Tak ada respon apapun dari Gavin. Pria itu hanya terus-menerus mengepulkan asap yang keluar dari rokoknya tadi. Membuat Naya mati-mati mendumpel hidungnya.
"Kalau lo udah nggak ada perlu lagi sama gue, gue balik lagi ke lapangan sekarang." Ujar Naya lalu berbalik badan.
Seperti sebuah sengatan listrik dirasakan oleh Naya ketika tangan kekar Gavin mencengkram lengan kanannya menghentikan langkah gadis itu untuk kembali ke lapangan.
"Nih! Lo nggak liat apah kepala gue biru kaya gini udah malah mau benjol ini mah!." Bentak Gavin.
"Gue kan udah bilang minta maaf ke lo!" balas Naya tak mau mengalah kepada Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gavin & Naya (End)
Teen Fiction[ OPEN FEEDBACK setiap SABTU] Update Setiap Jumat atau Sabtu ❌dont copy my story ! PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! Tapi, Kupikir kau masih mencintaiku, kita tak bisa melepas kenyataan bahwa aku tak cukup untukmu. Perpisahan akan mengajarimu tentang ba...