| 39 |

6.4K 191 48
                                    

"Cinta sepihak itu kejam. Satu pihak berjuang sendiri, mengejar seperti orang bodoh. Sedangkan yang diperjuangkan, mengabaikan sesuka hatinya."

//

Dua hari ini senyum indah selalu terukir di wajah Naya. Bagaimana bisa? Senyum itu muncul ketika acara dinner dua hari yang lalu hingga tadi pagi Gavin yang mulai menjemput Naya untuk berangkat bersama ke sekolah. Risa dan Clara yang melihat sahabatnya itu hanya geleng-geleng kepala heran.

"Lo kenapa sih, Nay?"

"Em—emm nggak apa-apa kok."

"Halah paling gara-gara Gavin." saut Risa.

"Kemarin-kemarin nangis kejer sekarang senyum-senyum sendiri. Dasar anak bucin."

"Diem, berisik tau!"

Tak lama guru pun masuk. Seperti biasa mereka belajar dengan fokus hingga tak terasa jam istirahat berbunyi. Siswa-siswi pun berhampuran keluar kelas untuk menuju kantin mengisi perut mereka.

//

Naya dan kedua sahabatnya terpisah di ambang pintu masuk kantin. Risa yang sibuk mencari tepat kosong, Clara yang langsung menghampiri warung bakso kesukaannya dan Naya yang berjalan menuju warung nasi soto.

Setelah hampir 10 menit menngantri akhirnya Naya segera menghampiri Clara dan Risa yang sudah duduk di meja sudut pojok. Namun, netra Naya menangkap sosok Gavin yang tengah tertawa tanpa beban dan dari posisinya, Naya melihat Salsa tengah berjalan menghampiri Gavin.

Naya pun tak memperdulikan itu, dirinya terus berjalan sambil membawa nampan berisikan nasi soto panasnya, baru lima langkah Naya berjalan, langkahnya tersandung kaki yang tiba-tiba sengaja di selonjorkan saat Naya melewat dan—

BRUK!! PRANGG!

Naya terjatuh, dan piring soto ayamnya pun ikut jatuh bahkan mankuknya saja pecah berserakan. Air mata menggenang pelupuk matanya, dirinya menangis bukan karena malu tapi rasa sakit di telapak tangannya yang tertancap pecahan mangkok cukup dalam, Naya pun dapat melihat darah segar mengalir disana. Namun tiba-tiba

"NAYA!" bentak seseorang yang suaranya tak asing baginya.

Karena namanya merasa di panggil, Naya pun mengangkat kepalanya, dan ternyata Gavin yang memanggilnya. Naya tersenyum saat tau itu Gavin

"Kamu sengaja pura-pura jatuh dan numpahin soto kamu ke baju Salsa hah?"

Hilang sudah senyum yang tadi terbit di pipi Naya. Dirinya menganggap Gavin akan membantunya atau sekedar menanyakan keadaanya bukan malah membentaknya seperti ini dan sangat sakit saat pacar sendiri memarahinya di depan banyak orang hanya untuk membela perempuan lain.

"A—aku nggak senga—ja Gavin."

"Halah!! Bohong kamu! Kalo cemburu bilang jangan kaya gini."

"Ak—ku nggak bohong Gavin."

"Berisik!! Ayo Sal, kita pergi! Nggak usah ngurusin cewek yang nyusahin dan pendendam kaya dia!" ucap Gavin dengan intonasi cukup tinggi.

Setelah itu Gavin menarik Salsa melewati Naya yang masih terduduk di lantai dengan baju basah, darah yang mulai meleber kemana-mana dan jangan lupa air mata yang mengalir deras di pipinya. Ia sakit hati dengan ucapan Gavin kali ini saat ia dikatai dengan 'cewek yang nyusahin dan pendendam'.

Naya mulai beranjak dan berjalan meninggalkan kantin untuk menuju toilet. Di toilet pun Naya hanya menangis di dalam salah satu bilik kamar mandi. Dia lelah akan semuanya, mulai dari sikap Gavin yang kini berubah 180 derajat, di pikiran Gavin kali ni hanya ada Salsa, Salsa dan Salsa. Setelah dirasa cukup, Naya pun meminta izin ke guru TU dengan alasan kurang enak badan.

Gavin & Naya  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang