Gavin saat ini duduk di bangku yang terletak di tepi lapangan basket bersama dengan ketiga temannya. Seperti biasa,mereka mengobrol,bercanda,sambil cuci mata jika ada siswi yang lewat.Seperti jalannya siklus manusia yang terkadang ingin tau dengan apa yang terjadi disekitarnya, Gavin dan ketiga temannya menoleh ke arah koridor ketika melihat dua gadis dengan postur tubuh yang berbeda melewati koridor yang menghubungkan ke kamar mandi.
"Itu Naya kan ya?" tanya Arkan tiba-tiba membuat Raim menoleh ke arah pria yang sedang bertanya itu.
"Yang mana?" tanya balik Raim.
"Itu yang lagi jalan mau ke kamar mandi." Tunjuk Arkan.
Raim menyipitkan pandangannya. Lalu ia menganggukkan kepalanya.
"Iya. Kenapa emang?" tanya Arkan.
"Nggak." Balas Raim.
Arviz yang sedari tadi hanya menyimak menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu tangannya terangkat untuk menoyor kepala temannya.
"Gak jelas lo!." Kata Arviz.
"Iya gak jelas kaya hidup lo!." Sahut Arkan.
"Sial!." Umpat Arviz membuat Arkan tertawa senang.
"Eh gue mau nanya dong, cewek kalau mau ke kamar mandi pasti berdua atau nggak sama gengnya atau kelompok-kelompoknya , kenapa sih?" tanya Raim.
"masa iya kelompok-kelompoknya ? kalo sama kelompok-kelompoknya yang ada mereka diskusi di kamar mandi sekalian." Ucap Arviz.
"kalau di kelompoknya ada yang cowoknya si cowoknya ikut juga dong?" tanya Raim balik," kalau kayak gitu gue juga mau jadi kelompok cewek yang pingin ke kamar mandi."
"emang ada meja sama bangku nya kalau di kamar mandi?" tanya Raim dengan polos.
Mendengar ucapan Raim yang sangat briliant,Arkan dan Arviz menoyor kepala temannya itu secara bergantian.
Begitupun dengan Gavin yang hanya menjadi pendengar setia ketiga temannya, menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sifat ajaib Raim.
"Ya nggak gitu juga pinter!." Kata Arkan.
"Terus gimana dong?" tanya Raim.
"Udahlah, ngomong sama lo sampai lebaran monyet juga gak selesai!." Ucap Arviz tajam.
"Ada gitu lebaran monyet?" Tanya Raim.
"Ada, kan lo monyetnya!." Kata Arkan dan Arviz secara bersamaan.
"Sialan!." Ucap Raim.
Arkan dan Arviz selalu tertawa bahagia melihat Raim selalu berhasil di bully dan ternistakan.
"Eh,Vin.." panggil Raim tiba-tiba...
Gavin menaikkan seblah alisnya. Menoleh ke arah Raim,"Hm?"
"Setelah di perhatiin lebih jauh,ternyata lo cocok juga sama temennya Karisa." Kata Raim.
"Maksud lo Quenby Nayara Machiato?." Arviz menaikkan sebelah alisnya.
Raim menganggukkan kepalanya.
"iya."
"Heh ! Enak aja! Itu gebetan gue, kampret!." Ujar Arviz seraya memukul pelan kepala Raim.
Raim mengusap kepalanya setelah mendapatkan perlakukan dari Arviz.
"Ya sorry, gue kan nggak tau!." Kata Raim membela dirinya.
"Iya lo mah emang gak tau malu! Apa sih yang lo tau?" tanya Arkan meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gavin & Naya (End)
Teen Fiction[ OPEN FEEDBACK setiap SABTU] Update Setiap Jumat atau Sabtu ❌dont copy my story ! PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! Tapi, Kupikir kau masih mencintaiku, kita tak bisa melepas kenyataan bahwa aku tak cukup untukmu. Perpisahan akan mengajarimu tentang ba...