Part 42

3.6K 130 2
                                    

"Dimana Lo?," Tanya Fagan via telfon.

"Di rumah, kenapa?."

"Gue tunggu di belakang sekolah, sekarang!!!!."

Fagan langsung menancap pedal gas mobilnya. Dengan kecepatan penuh, fagan mengendarai mobilnya menuju sekolahnya, tempat yang ia tentukan untuk bertemu dengan seseorang.

🍁🍁🍁

Cuaca seakan-akan juga tahu apa yang sedang Dante rasakan, langit berwarna abu-abu pekat tidak ada lagi warna biru yang tersisa. Dan sepertinya langit juga bersiap menurunkan tetesan-tetesan air, kilatan cahaya di luar juga menandakan sebentar lagi akan turun hujan disertai petir.

Sudah satu Minggu Dante resmi berpisah dari Kesya, itu yang membuatnya sangat tidak bersemangat menjalani hari-hari nya seperti biasa. Apalagi, untuk kelas 12 saat-saat ini adalah hari tenang nya sembari menunggu pengumuman kelulusan.

Sepertinya ramalan cuaca hari ini tepat, Dante bukan tipikal orang yang mempercayai ramalan-ramalan semacam itu. Tapi untuk saat ini dia percaya pada sebuah ramalan, yang meramal dirinya akan mengalah lagi dengan sepupunya itu.

Entah keberepa kalinya Dante sudah mengalah dengan Fagan, ingin sekali dirinya tidak mau mengalah soal perempuan. Tapi naluri nya berkata seperti orang baik, bahwa dia harus mengalah untuk ke sekian kalinya.

Tringgg tringgg

Layar ponsel miliknya tiba-tiba menyala, dengan rasa sedikit ragu Dante mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera pada layar ponselnya.

"Fagan, ngapain dia nelfon gue?."

Tak banyak berbicara lagi, Dante pun menggeser tanda berwarna hijau itu lalu menempelkan ponselnya tepat di telinga sebelah kanannya.

"Ha-..." Ucapnya terputus, karena fagan langsung menyela ucapannya.

"Dimana Lo?," Tanya fagan dengan nada yang tidak santai, tidak seperti biasanya fagan menelfon dengan nada yang terkesan nyolot.

"Di rumah, kenapa?."

"Gue tunggu di belakang sekolah, sekarang!!!."

Setelah Kalimat penuh penekanan itu, telfon dimatikan oleh Fagan. Dante menatap layar ponselnya yang masih menyala, menatap bingung Ke layar ponsel nya yang sebentar lagi akan mati.

"Bocah kesurupan ya, ngajakin ketemuan mah di cafe. Ini malah di belakang sekolah," Dante menggeleng kan kepalanya, dan bangun dari duduknya bergegas mengambil jaket dan kunci motornya, tidak mau membuat fagan menunggu terlalu lama.

"Eh bentar," ucap Dante sendiri, lalu mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu pada layar ponselnya.

Setelah itu, langsung ia masukkan kembali ke dalam saku celananya. Dan bergegas untuk pergi menuju sekolah, menuruti panggilan fagan yang memintanya bertemu disana.

🍁🍁🍁

Fagan sudah sampai 15 menit yang lalu, namun tak ada tanda-tanda Dante datang ke tempat ini. Fagan terduduk di sebuah kayu yang sudah tak layak pakai, sesekali kakinya sambil memainkan batu-batu kerikil.

Fagan menekan tombol dial, lalu tersambung dengan si penerima telfon.

"Dimana?," Tanyanya dengan nada yang lebih santai.

"Di depan Lo."

Fagan mendelikkan matanya, setelah mengetahui bahwa orang yang ditunggu nya sudah datang. Dia memasukan ponselnya ke dalam kantong hoodinya.

Fagan berdiri, dan mengeluarkan sebuah kertas kecil lalu disodorkan ke arah Dante.

Dante menatap kertas itu dan fagan secara bergantian, "apaan nih?."

Aurora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang