Part 20

3.9K 155 1
                                    

Hari Jumat, hari dimana biasanya Kesya sangat senang dengan hari Jumat. Tidak terasa sudah satu bulan Kesya bersekolah, dan sudah satu bulan Kesya tidak membuatkan bekal untuk fagan.

Apa Kesya menyerah?

Tidak. Kesya tidak menyerah dengan semuanya, justru dengan kejadian itu Kesya semakin semangat untuk membuat Fagan sadar bahwa ada seseorang yang mengangguminya.

Setidaknya fagan menghargai perasaan Kesya, tapi kenyataannya fagan sama sekali tidak seperti itu.

Angin berhembus sedikit kencang meniup daun yang menggantung yang sudah siap jatuh dari rantingnya. Daun yang berguguran, menutupi sebagian tepian jalan.

Kesya berjalan menyusuri setiap jalan menuju rumahnya seorang diri, kepalanya ia dongak kan sekilas ke atas melihat ke atas awan yang warnanya seakan sudah berganti tidak lagi cerah seperti tadi.

Langit seolah-olah berjalan mengikuti langkah Kesya, dan bergerak berganti warna menjadi abu-abu. Tanda langit ingin menumpahkan isinya ke permukaan bumi.

"Duh, kayanya udah mulai gerimis deh," Kesya semakin mempercepat langkahnya, namun langkahnya kalah cepat dengan jatuhnya air hujan yang semakin deras.

Kesya memutuskan untuk berteduh di halte biasa ia menunggu angkutan umum jika ia ingin berangkat sekolah, padahal rumahnya sudah dekat. Tapi jika dipaksakan tubuh Kesya akan basah jika sampai rumah, itu hanya membuat Dewi mengomel.

"Kenapa hujannya sekarang sih, padahal rumah kan udah Deket."

Beberapa orang mulai datang menuhi halte tempat Kesya berteduh, untuk sekedar memakai jas hujan lalu melanjutkan perjalanan nya kembali atau memang benar-benar berteduh menunggu hingga hujan berhenti.

"Kesya?," Seseorang memanggil Kesya, dengan nada suara yang relatif pelan. Karena jarak yang mereka ciptakan cukup dekat.

Kesya menoleh mengikuti ekor matanya, ternyata benar seorang pria yang Kesya kenal. Yang sudah beberapa kali ia temui selain di sekolah, dan bertemunya pada saat hujan turun.

"Kak Dante," ucap Kesya setelah mengetahui orang yang memanggilnya.

Dante tersenyum kepada Kesya, setelah namanya disebut. Menggeser tubuhnya hingga berdekatan dengan tubuh Kesya.

"Kok kita bisa ketemu pas hujan terus ya, heheh."

Kesya semakin mengeratkan pelukannya pada tubuhnya, hembusan angin membuat kulitnya merasa tertusuk oleh dinginnya angin.

"Kebetulan aja kali kak," senyum tipis terukir jelas di bibir Kesya.

Dante melepaskan jaketnya, "di dunia ini gak ada yang kebetulan sya," lalu meletakkan jaketnya itu membungkus tubuh Kesya.

Kesya menoleh ke arah Dante, dan memegang jaket pemberian Dante. Bukan di beri tapi di pinjamkan, "eh kak, gak usah kak. Nanti malah kak Dante yang kedinginan," ucapnya sambil memberikan jaket yang ia lepas dari pundaknya.

Dante menerimanya, namun ia pakaikan kembali ke tubuh Kesya. Lebih tepatnya jaketnya hanya menggantung di kedua pundak Kesya.

"Gak papa, gue cowok. Kebal kok kalo sama angin mah hehe," ucap Dante sambil memukul bahunya pelan.

"Mau cowok atau cewek, kalo emang masuk angin mah tetep aja bisa sakit kak," cerocos Kesya.

"Tenang aja sya, gue bisa minum tolak angin kok, kalo ada gue mau minum tolak jomblo ada gak? Hehe," lawak Dante yang membuat Kesya sedikit tertawa.

"Apaan sih kak? Mana ada tolak jomblo, garing banget sih kak Dante hahahaha."

"Gak papa garing sya, yang penting bisa ngeliat Lo ketawa gue udah seneng," batin Dante, yang menatap Kesya dengan senyuman di wajahnya.

Aurora (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang