"Sayang, udah siap dandannya?!"
Teriakan dari wanita itu menggema hingga sampai ke telinga Alra yang sedang memakai sepatu kets putihnya. Ia membuka pintu setelah selesai dengan urusannya itu.
"Udah, Bun. Yaudah ayo berangkat"
Bukannya mengikuti putrinya, wanita itu tetap diam seraya meneliti penampilan putrinya. Kemeja polos berwarna putih dipadukan celana jeans hitam. Melihat itu, Alra kembali memandang dirinya dari atas ke bawah. Tak ada yang salah sama sekali.
"Kenapa Bun?"
Bunda tak menjawab justru menarik Alra menuju kamarnya. Alra menurut saja menerima perlakuan itu. Sesampai disana, Bunda membuka lemari pakaian yang di dalamnya terdapat banyak gaun. Mengambil satu gaun selutut berwarna pink lalu mendekatkannya ke arah Alra. Alra terkejut, spontan ia menjauh.
"Alra gak mau pake begituan."
"Kamu harus pake gaun, sayang. Ini kan pertemuan kamu dengan calon suami. Disana juga ada calon mertua kamu nanti. Jadi, harus tampil cantik."
Bunda kembali mendekatkan gaun itu ke arah Alra yang langsung di ambil oleh Alra. Bukannya segera mengenakan gaun itu, dia justru menaruhnya kembali ke dalam lemari. Bunda bingung. Saat hendak bertanya, Alra lebih dulu berucap. "Alra pake yang ini aja."
Saat ini Alra tengah memegang dress selutut berwarna putih. Tanpa meminta persetujuan dari Bundanya, ia segera mengenakan dress putih itu.
"Bagaimana? Cocok?"
Bunda mengangguk. Putri kecilnya memang cantik bahkan sebelum mengenakan dress itu.
"Baiklah. Kita berangkat. Ayahmu pasti sudah menunggu di bawah."
Keduanya keluar bersama menemui sang Ayah yang ternyata sudah berada di dalam mobil. Ayah tersenyum lalu mengisyaratkan keduanya agar lebih cepat.
***
Salah satu meja di restoran mewah itu telah diisi oleh 6 orang. Tak lain orang tua Alra, calon suami Alra, dan calon mertua Alra. Mereka baru saja tiba dan segera menduduki bangku yang kosong. Sekarang, Alra duduk berhadapan dengan pria yang mungkin akan jadi suaminya. Ia mengamati pria itu lekat. Sepertinya pria dihadapannya tidak merasa nyaman ditatap demikian. Ia menatap Alra tajam membuat Alra tersenyum canggung.
"Ehh. Kenalan dulu dong," ucap seorang wanita yang diyakini Alra adalah mama dari pria di depannya ini.
Alra tersenyum seraya mengangguk. Segera ia ulurkan tangan kanannya ke arah pria di depannya. Pria itu, bukannya segera menerima jabat tangan itu, ia justru hanya menatap tangan mungil itu dengan dingin. Alra mulai canggung. Saat ia ingin menarik tangannya kembali, pria di depannya ini lebih dulu menjabat tangannya.
"Diyo," ucapnya datar dan dingin. Tatapannya yang dingin dan tajam, menatap Alra lekat membuat Alra terasa terintimidasi.
"Alra," balas Alra tersenyum canggung. Ia segera melepas jabatan tangan itu. Dalam hati ia berteriak marah pada bundanya. Dari segi manapun, pria di depannya tak mirip dengan 'oppa' nya. Ia kesal. Bundanya sudah membohonginya. Saat Alra hendak memprotes, ucapan yang ia dengar dari pria seusia Ayahnya membuatnya hampir tersedak.
"Pernikahan akan dilaksanakan secepatnya. Mungkin 2 minggu lagi."
"Tapi.." Ucapan Alra terpaksa terhenti karena Ayahnya segera menyela.
"Baik. Lebih cepat lebih baik."
Alra tak habis pikir. 2 minggu lagi ia masih anak SMA. Itu berarti setelah 2 minggu maka ia bukan lagi berstatus lajang. Ia hendak berkomentar, namun genggaman tangan Sang Bunda di bawah sana membuatnya mengurungkan niat. Ia menoleh ke arah bundanya dan mendapati bundanya menggeleng seraya menatap Alra sendu. Alra mengerti. Itu artinya dia harus diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Om (Sudah Terbit)
RomanceHighest rank #1in2020 (250620) #1inLove (071020) Kehidupan SMA yang harusnya penuh warna remaja, menjadi tidak karuan kala Alra dijodohkan dengan pria yang 12 tahun lebih tua darinya. Alra yang polos, lugu, dan ceria menjadi olokan si pria yang begi...