Alra begitu lahap memakan es krin di depannya. Tak lagi peduli dengan orang di sekitarnya menatapnya aneh. Saat ini, mereka memang tengah duduk di sebuah kedai es krim.
Sedangkan Diyo memasang wajah tenang. Dia menatap Alra yang sejak tadi asik dengan es krim di depannya. Tapi, untuk alasan yang tidak Diyo pahami, dia merasa senang melihat gadis itu terlihat lebih baik.
Diyo yang melihat sekitaran mulut gadis itu belepotan, nembuatnya tanpa sadar terkekeh kecil.Tentu saja, Alra yang mendengar itu walau samar, menatap Diyo aneh dan khawatir? Menyadari itu, pria yang usianya 12 tahun lebih tua itu mengendalikan ekspresinya. Dia kembali pada mode datarnya dan menatap Alra tajam.
"Gila ya om. Om ternyata bisa ketawa juga? Aku pikir Om itu..."
Ucapan Alra terhenti tatkala Diyo beranjak dari duduknya. Alra kaget. Dia tak ingin ditinggal tapi juga tidak tega meninggalkan es krim ini. Pilihan yang sangat berat. Dan Alra dengab segala keterpaksaan, dia beranjak menyusul Diyo.
***
"Kirain Om itu beneran nggap punya ekspresi," ucap Alra di sela jalannya yang cepat demi menyamai langkah dengan Diyo. Untuk sesaat, dia melupakan tentang orang tuanya.
Alra menghentakkan kakinya. Dia capek jika harus berjalan seperti itu. Dengan berlari kecil, akhirnya dia berhasil mengapai Diyo. Entah keberanian darimana, Alra memegang lengan kekar suaminya itu.
Lalu Diyo? Pria itu menatap tangan Alra di lengannya dan wajah gadis itu bergantian.
Alra yang sadar akan maksud pria itu, dengan cepat melepas cekalannya."Mian," ucapnya dengan bahasa yang tidak Diyo pahami. Tapi Diyo berusaha tidak peduli.
Dia akan kembali melangkah, sebelum jari mungil Alra kembali memegang lengannya.
Diyo jengah. "Apa?""Om kalau jalan bisa dipelanin dikit? Aku capek harus nyamain langkah. Om itu kakinya panjang. Aku pendek. Harusnya... "
"Makanya jangan pendek," ucap Diyo singkat.
Alra yang mendengar itu kesal sendiri. Hal yang paling ia benci adalah ketika orang mempermasalahkan tinggi badannya. Memangnya dia ingin tinggi badannya hanya 150 cm? Dia juga ingin tinggi. Hanya saja takdir berkata lain.
"Emangnya tinggi Om berapa sampe berani ngehina aku?" tantang Alra terlalu polos. Tidak tahukah dia, bahwa tingginya bahkan tidak sampai sebahu Diyo? Hal itu membuat Diyo menatap remeh Alra. Tatapan yang paling membuat Alra jengkel.
"Mau tau?" tanya Diyo misterius. Dibanding mengucapkan tinggi badannya, Diyo memilih menarik lengan Alra dan mendekatkan tubuh Alra padanya. Alra yang kaget hanya bisa membelalakkan matanya. Bahkan, jantungnya berdebar cepat mencium parfum dari tubuh Diyo.
"Lihat. Kamu itu bukan apa-apa buat saya," ujar Diyo mengukur tingginya dengan Alra. Dia menyentuh kepala Alra untuk membandingkannya dengan bahunnya. Dan ternyata tidak sampai.
Alra tak lagi mendengar apapun yang Diyo ucapkan, dia masih memikirkan jantungnya. Perlahan dia mendongak menatap Diyo dari samping. Dari jarak sedekat ini, dia harus berusaha jeras untuk bisa menatap Diyo. Ternyata pria ini memang sangat tinggi.
Alra membelalakkan matanya kala Diyo balik menatapnya. Dia malu. Dengan cepat dia mengalihkan tatapan dan bergeser menjauh dari Diyo. Dia berjalan cepat. Kepergok menatap pria menyebalkan itu, entah kenapa membuat Alra jengkel. Teramat jengkel.
***
Setelah cukup lama menatap benda mati itu, Alra menghela nafas pelan. Dia benar-benar ingin berbicara dengan bundanya. Kalau ia menghubungi lebih dulu, rasanya aneh. Jadi, gadis itu memilih untuk menunggu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Om (Sudah Terbit)
RomanceHighest rank #1in2020 (250620) #1inLove (071020) Kehidupan SMA yang harusnya penuh warna remaja, menjadi tidak karuan kala Alra dijodohkan dengan pria yang 12 tahun lebih tua darinya. Alra yang polos, lugu, dan ceria menjadi olokan si pria yang begi...