Tanpa Sadar

26.1K 926 16
                                    

'Tidak semua harus dikatakan lewat kata. Harus terungkap melalui suara. Terkadang, hanya hati yang harus saling memberitahu. Mereka jatuh cinta. Mereka mulai nyaman. Mereka mulai peduli. Mereka mulai saling memiliki. Mereka mulai paham, bahwa mereka memang ditakdirkan'

****

Alra masih terjaga sekalipun sekarang sudah jam tidurnya. Ada sebersit perasaan bersalah, karena Diyo harus bekerja lembur. Belum lagi pesan aneh tadi, yang sangat membuat Alra penasaran. Meskipun setelah itu, dia dan Daniel masih bercengkrama 1 jam sebelum akhirnya Alra pulang. Tentu saja sendirian.

Alra memilih duduk di sofa seraya menonton drama di ponsel. Hal itu dia lakukan untuk mengusir rasa bosan.

Selama menunggu, 2 episode durasi 1 jam sudah selesai ia tonton. Tepat saat ia akan melanjutkan episode selanjutnya, matanya menangkap sosok Diyo datang. Alra lantas berdiri. Rasa bersalah itu semakin menjadi, tatkala untuk kali pertama Alra melihat wajah lelah Diyo yang kentara.

"Duduk Om!" ajak Alra mempersilakan.

Diyo duduk. Menyandarkan badan, menutup mata tapi tidak terlelap. Dia hanya berusaha meredakan lelah. Alra yang menatap itu teringat sesuatu. Dulu, setiap kali ayahnya pulang larut atau pulang dengan keadaan penat, pastilah bundanya langsung mengurutnya. Terkadang, Alra yang melakukannya.

Jadi akhirnya Alra berdiri. Berjalan menuju rak untuk mengambil minyak.

Alra kembali duduk di sofa. "Buka baju om," pinta Alra pelan.

Diyo yang mendengar permintaan aneh itu membuka mata. Menatap Alra dengan sedikit bingung.

"Biar aku pijitin. Gini-gini aku cukup ahli"

Tanpa pikir panjang Diyo membuka kemejanya. Terpampanglah tubuh Diyo yang atletis. Berotot tapi tak berlebih. Dadanya bidang, perut rata dan kencang. Belum lagi yang membuat Alra menatap tak berkedip, perut Diyo yang menonjolkan 6 otot. Sangat sempurna.

Diyo yang menyadari keterdiaman gadis itu semakin bingung saja. "Bukannya kamu mau pijit saya?" tanya Diyo.

Alra terkesiap. Dengan cepat dia mengambil posisi di  belakang Diyo. Dia mengoleskan minyak ke bahu Diyo, lalu mengurutnya perlahan tapi pasti. Diyo sendiri merasa sangat enak. Ototnya tidak lagi sekaku tadi. Ah, Diyo sama sekali tidak menyangka gadis kekanakan seperti Alra ini pintar dalam hal mengurut.

Selama mengurut, tak ada pembicaraan diantara keduanya. Alra yang tidak tahan akhirnya memilih mengawali.

"Tadi maksud pesan Om apa?"

Diyo terdiam. Bingung harus menjawab apa. Karena dia sendiri pun kurang paham kenapa pesan itu tersampaikan.

Alra yang melihat keterdiaman Diyo semakin penasaran juga. "Om?"

"Bukan apa-apa." Diyo menjawab dengan singkat dan tenang.

Alra menghela nafas. Sesulit itukah? Padahal hanya menjawab pertanyaan singkat. Pada akhirnya Alra memilih diam saja.

Diyo yang melihat keterdiaman gadis itu merasa aneh. Semakin hari dia semakin tidak paham akan sesuatu yang selalu mengganjal hatinya. Ketika gadis itu senang, rasanya tenang. Ketika gadis itu sedih, rasa untuk menghibur juga tinggi. Ketika gadis itu diam seperti sekarang, rasa untuk memulai obrolan juga ada. Itulah anehnya. Perubahan yang tidak Diyo pahami. Apakah dia tengah jatuh cinta dengan gadis ini? Atau dia menyayangi gadis ini sebagai anak kecil yang butuh perhatian? Entahlah.

"Alra"

Panggilan itu mengejutkan Alra. Tangannya berhenti. Pertama kali, seorang Diyo menyebut namanya. Pertama kali, seorang Diyo memulai obrolan.

Married With Om (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang