Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Padahal, rasanya baru kemarin Alra melakukan sesi pemotretan untuk foto pre-wedd. Tapi lihat. Sekarang dia akan memulai sesi utama. Pernikahan.
Alra sudah siap dengan gaun putih bersih berkilau. Gaun itu begitu pas di tubuh mungilnya. Gaun yang menjuntai sekitar 2 meter seperti ekor itu membuatnya nampak seperti seorang putri. Belum lagi rambut ikal panjangnya digulung dan menyisakan beberapa helai di samping telinga menambah kesan dewasa dan imut secara bersamaan. Riasan wajahnya tidak berlebihan. Nampak menawan tanpa ada kesan menor.
Kakinya gemetaran. Tangannya tak berhenti meremas tangkai bunga mawar putih di tangannya. Kalau saja Ayahnya--Arya-- tak menegurnya, bisa-bisa bunga itu akan rusak.
"Rileks sayang. Bunganya jangan dirusak dong."
Alra menatap Arya lalu tersenyum. Ia mulai tenang sekarang.
Pintu gereja terbuka menandakn pengantin wanita harus masuk. Entah kenapa, rasa gelisah itu lagi-lagi menghampiri. Arya yang menyadari itu memeluk putrinya dari samping memberi kehangatan. Seketika rasa gelisah itu hilang dari diri Alra.
Keduanya berjalan di karpet merah melewati para tamu. Alra tersenyum walau terkesan memaksa. Disana dia melihat Diyo tengah berdiri dengan tuxedo putih yang senada dengan gaunnya itu, tengah menatapnya datar. Hal itu membuat Alra merasa begitu gugup.
Saat sudah tiba di depan Diyo, dengan wajah datarnya Diyo mengambil alih tubuh Alra. Alra spontan menggandeng lengan Diyo seperti yang diajarkan Bundanya.
Keduanya berjalan menuju altar. Di sana seorang pendeta dengan jubah sucinya tengah tersenyum ke arah keduanya.Setelah mengucapkan janji suci pernikahan dan tukar cincin, semua orang bertepuk tangan meriah. Alra tersenyum bahagia kala matanya bertemu pandang dengan Bundanya yang juga tersenyum ke arahnya.
Saat ini kedua pihak keluarga tengah berfoto ria untuk diabadikan. Dengan berbagai pose dari yang terkesan formal hingga foto konyol.
***
Acara resepsi pernikahan sengaja tidak dibuat. Berhubung pernikahan ini adalah rahasia. Pihak keluarga hanya melakukan makan malam di restoran mewah di sebuah ruang private. Mereka hanya mengundang kolega bisnis dan keluarga dekat. Juga beberapa teman dekat Diyo yang dia undang secara pribadi.
Alra sejujurnya lelah. Ia memang mengganti pakaiannya, tapi tetap saja ia masih mengenakan gaun. Namun, kali ini gaun itu hanya sampai tumit kaki. Gaun berwarna merah darah itu membuatnya semakin menawan namun juga membuatnya tidak nyaman. Ditambah high heels setinggi 10 cm membuat kakinya terasa sakit.
Tapi demi kelangsungan acara jamuan ini, dia terpaksa memasang tampang baik-baik saja. Setelah acara makan malam selesai, orang-orang di sekitar Alra membahas hal-hal yang tidak ia tau. Membuatnya merasa bosan. Ia meliriki Diyo, yang kadang menimpali pembicaraan itu dengan singkat. Dengan takut-takut, Alra mencolek lengan Diyo.
Diyo yang merasa ada sesuatu menyentuh lengannya pun menoleh. Ia mengerutkan alisnya, bertanya.
"Aku bosan disini, Om. Kita kesana aja yah?" ajaknya dengan wajah memelas.
Diyo yang sebenarnya juga merasa bosan pun mengangguk. Ia permisi pada orang-orang dan langsung menggenggam tangan Alra. Alra mengikut saja. Ia senang. Akhirnya ia terbebas dari manusia-manusia tadi.
Ternyata Diyo tak mengajaknya keluar ruangan seperti yang dibayangkannya. Dia hanya membawanya berpindah tempat ke meja para anak muda seusianya. Hal itu membuat Alra canggung.
"Wiihh. Selamat bro. Nikah juga akhirnya", timpal pria berjas hitam yang duduk di depan Diyo. Diyo hanya menatap datar tak berminat menimpali.
"Aiss. Masih aja kek gitu. Jangan datar-datar mulu lah. Entar istri lo lari, tau rasa lo", timpal yang lainnya. Semua orang mulai mengatainya membuatnya geram. Menyesal sudah ia pergi kesini. Terpaksa ia harus mendengar orang-orang di depannya ini mengatainya. Bahkan istrinya pun ikut-ikutan tertawa. Seketika Diyo merasa kesal, namun diam saja tak berminat melakukan apapun.
***
Tepat setelah jamuan itu selesai, kedua pihak keluarga memutuskan untuk pulang ke kediaman keluarga laki-laki. Memang
seharusnya kan seperti itu. Alra berjalan dengan lambat karena merasa begitu lelah. Dia berjalan paling belakang karena di tinggalkan oleh yang lainnya. Sesampai di depan keluarganya yang ternyata sudah duduk di sofa, Alra izin ke kamar.Entah bagaimana, Alra naik begitu saja setelah mendapat izin. Setiba di lantai 2, dia bingung. Dia harus memilih kamar yang mana? Ini kan bukan rumahnya.
Alra kembali turun membuat semua orang memandang heran.
"Kenapa balik lagi?" tanya Diah, Bunda Alra.
"Alra tidur dimana?"
Pertanyaan polos itu meluncur dari bibir Alra begitu saja, membuat beberapa orang di sana terkekeh geli. "Ya di kamar Diyo dong, Sayang. Emang dimana lagi?" jawab Airin.
Alra membelalak kaget. Kamar Om Diyo? Tanpa sadar dia menggeleng kuat. "Nggak mau."
Diyo yang melihat gadis itu hanya menatap datar. Dia sama sekali tidak peduli. Tapi, dia juga tidak ingin tertahan disini lebih lama lagi. Alhasil, dia langsung menarik Alra dan membawanya dengan paksa. Setibanya di dalam kamar Diyo yang didominasi abu-abu itu, Alra menggeram kesal.
"Om apaan sih. Ngapain bawa aku kesini? Pokoknya aku nggak mau tidur sama om. TITIK NGAK PAKE KOMA!"
"Yang mau tidur sama kamu siapa?" balas Diyo dingin.
Setelahnya dia berlalu pergi menuju kamar mandi setelah sebelumnya mengambil pakaian ganti. Alra yang ditinggal begitu saja hanya memasang wajah cengo. Sekarang, apa yang akan dia lakukan? Seandainya ini adalah kamarnya, dia pasti akan mengambil laptop dan menonton drama disana. Alra menghembuskan nafas pelan. Daripada berdiri disini seperti orang bodoh, dia memilih mengambil bantal dan selimut dari atas ranjang dan membawanya menuju sofa.
Gadis itu berbaring disana. Menatap langit-langit kamar berwarna putih bersih itu. Pikirannya juga menerawang jauh. Apa ini adalah akhir dari segala mimpi yang ia bangun? Atau justru awal dari angan yang tak pernah diduga? Entahlah. Alra sendiri bingung untuk menafsirkan. Bagaimana pun juga dia adalah seorang remaja berusia 17 tahun yang memiliki mimpi di masa depan. Dia adalah gadis remaja yang punya sesuatu yang ingin di capai. Dia adalah gadis kecil yang masih ingin dimanja.
Tanpa sadar air mata itu mengalir. Meskipun tanpa suara, tapi siapapun tau bahwa gadis itu menangis. Termasuk Diyo yang baru saja keluar dari kamar mandi. Entah kenapa ada sedikit rasa kasihan. Tapi, dia enyahkan pikiran itu sejauh mungkin. Dia sendiri juga tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Pernikahan yang entah bagaimana ujungnya ini. Apakah berakhir bahagia atau justru berakhir tragis?
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Om (Sudah Terbit)
RomanceHighest rank #1in2020 (250620) #1inLove (071020) Kehidupan SMA yang harusnya penuh warna remaja, menjadi tidak karuan kala Alra dijodohkan dengan pria yang 12 tahun lebih tua darinya. Alra yang polos, lugu, dan ceria menjadi olokan si pria yang begi...