Sepulang dari acara keluarga yang menguras hati itu, Alra langsung menatap Diyo nyalang perihal ucapannya tadi. Diusahakan? Mengusahakan apa? Alra benar-benar kesal sekarang.
"Om?!" panggilnya tak santai.
Diyo menoleh dengan malas. Hanya dengan menatap gadis belia itu dengan tatapan bertanya, Alra sudah mengerti. "Maksud Om apa bilang kayak gitu tadi? Om kan tau aku masih SMA. Aku masih harus ngejar mimpi. Ngejar cita-cita. Dan punya anak nggak termasuk di dalamnya. Harusnya kalau pengen punya anak, Om itu nggak nikah sama anak SMA kayak aku. Harusnya Om itu nikah sama yang seumuran". Alra menghentikan ocehannya untuk menatap Diyo sejenak. Pria itu menatapnya malas dan bosan. Mengumpati suami dosa bukan sih?
"Udah?" tanya Diyo malas melihat keterdiaman gadis itu.
Alra gelagapan. Dia mengangguk polos.
"Kalau gitu saya mau tidur", ucap Diyo lalu meninggalkan Alra yang masih terpaku. Pria yang sialnya adalah suaminya itu ternyata tidak mendengarkannya sejak tadi. Dia pikir berbicara panjang lebar itu tidak capek?
Dengan wajah kesal, Alra berlari ke kamar. Dan sialnya lagi, Diyo sudah terlelap. Bagaimanapun juga, Alra masih memiliki sisi sopan dalam dirinya untuk tidak mengganggu tidur orang yang lebih tua. Meski masih kesal, Alra memilih tidur di samping Diyo. Tapi, pikirannya melayang pada ucapan Diyo tadi. Bukan soal anak tapi tentang perkataan Diyo yang bilang bahwa dia tidak sudi menikahinya. Entahlah. Alra merasa terhina. Seolah dia adalah sampah masyarakat. Apakah selama ini dia menganggap Alra sehina itu? Kata tidak sudi benar-benar menyakitkan.
Tapi, Alra memilih tak peduli. Dia turun dari ranjang dan pergi ke lantai bawah. Disana, dia melihat Coco yang meringkuk di atas sofa. Dia mengelusnya sebentar lalu menggendongnya menuju kamar. Dia baringkan Coco di sebelahnya dan memeluknya erat seperti memeluk guling.
Good night, Om. Good night, coco.***
Alra tidak menyangka bahwa Ayah dan Bundanya akan datang ke rumahnya. Tentu saja dia sangat senang. "Ayah! Bunda!" teriaknya seraya berlari menghampiri kedua orangtuanya itu. Diah dan Rian terkekeh pelan melihat puteri kecilnya. Mereka balas memeluk.
"Tumben Bunda datang sama Ayah. Mau ngapain?" tanya Alra. Saat ini, ketiganya sedang duduk santai di ruang tamu. Sementara Diyo, tentu saja masih di kantor.
"Mau ngajak kamu belanja. Mau nggak?" tanya Diah seraya tersenyum.
Alra mengangguk senang. "Mau Bun. Bentar, aku ganti baju dulu".
Tak butuh waktu lama, Alra sudah siap dengan kaos putih agak kebesaran dipadukan celana jeans semata kaki. Penampilan sederhana namun tak membuat kadar keimutan Alra berkurang. Setidaknya begitulah pemikiran gadis mungil itu.
"Udah siap?" tanya Arya seraya merangkul puterinya. Alra mengangguk semangat. Tidak sabar rasanya pergi jalan dengan orang tuanya.
"Tapi kita masih kurang satu orang lagi," ucap Diah menghentikan langkah Ayah-anak itu. Keduanya menatap Diah bingung.
"Siapa lagi Bun?"
"Suami kamu sayang. Dia udah jalan kesini"
Mendengar itu membuat Alra lesu. Dia tak ingin ada orang lain diantara mereka apalagi saat ini dia tengah kesal dengan Diyo. "Harus banget ya Om Diyo ikut?" tanya Alra kesal.
Diah tersenyum saja menanggapi. Lalu, dia mengajak keduanya keluar. Lebih baik menunggu di luar saja.
Tak berapa lama, mobil Diyo sudah berhenti di depan rumah itu. Dia melihat keluarga kecil itu tengah menatapnya. Diyo memberi isyarat untuk menunggunya sebentar. Dia akan menyimpan mobil ke garasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Om (Sudah Terbit)
RomansaHighest rank #1in2020 (250620) #1inLove (071020) Kehidupan SMA yang harusnya penuh warna remaja, menjadi tidak karuan kala Alra dijodohkan dengan pria yang 12 tahun lebih tua darinya. Alra yang polos, lugu, dan ceria menjadi olokan si pria yang begi...