"Alra bangun. Nanti kamu telat sekolah," ujar Bunda Alra yang bernama depan Diah itu seraya menggoyang tubuh putrinya pelan. Bukannya bangun, Alra hanya menggumam tak jelas lalu kembali bergelung dengan selimut nyamannya. Diah yang melihat itu berdecak kesal, padahal ini bukan pertama kalinya. Dengan senyum jahil yang tercetak di wajahnya yang mulai keriput, Diah mengambil gelas berisi air yang ada di atas nakas. Langsung saja ia siramkan setengah dari isi gelas itu ke wajah Alra.
"BANJIIRR!" Seketika Alra terduduk lalu mengusap wajahnya yang sudah basah. Diah terkekeh melihat tingkah putrinya itu. Tak peduli wajah Alra yang sudah memasang tampang kesal.
"Gak bisa ya banguninnya lembutan dikit," sungutnya pada Diah yang masih memasang senyum.
"Udah nanti aja ngomongnya. Sekarang kamu mandi. Udah jam tengah tujuh."
"APAA?! Kenapa baru dibangunin sih Bun?!"
Alra langsung berlari menuju kamar mandi. Diah menatap pintu kamar mandi yang baru saja dimasuki putrinya itu seraya tersenyum miris.
Bunda pasti kangen bangunin kamu kayak gini lagi
***
Hanya butuh waktu 15 menit untuk Alra selesai bersiap sekolah. Ia menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Pasalnya hari ini adalah hari Senin yang berarti ia harus berangkat lebih cepat dari biasanya.
Diah yang melihat itu menegur putrinya untuk berhati-hati yang hanya dibalas Alra dengan cengiran."Sarapan dulu sini," ajak Ayahnya yang bernama Arya itu. Alra menggeleng.
"Gak sempat, Yah. Alra mau langsung berangkat aja," tolaknya seraya mengambil roti yang memang sudah bundanya siapkan. Setelahnya ia mencium pipi Ayah dan Bundanya. "Dahh!"
***
"Tumben lo telat tadi. Bahkan gue kiranya lo gak sekolah," ujar Elis kepada Alra yang duduk di sampingnya.
"Yahh begitulah. Bunda gue banguninnya lama," jawab Alra santai. Mendengar itu, kedua sahabatnya, Elis dan Marta langsung tertawa terbahak-bahak. Hal itu membuat Alra langsung menyadari bahwa ia sudah melakukan kesalahan dengan mengungkap aib sendiri.
"Emm. Maksudnya itu. Tadi... Mm". Alra bingung menjelaskan. Ia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.
"Isss. Udah dong," rajuknya kesal melihat sahabatnya masih saja menertawakannya.
Elis dan Marta mulai meredakan tawanya.
"Ya ampun. Jadi selama ini, lo dibangunin sama nyokap? Di umur lo yang udah 17 tahun? Seriously?" ujar Marta setelah tawanya benar-benar reda.Elis hampir saja meledakkan kembali tawanya sebelum ia melihat Alra menatapnya tajam. Alra diam saja. Ia tak lagi berniat menjawab pertanyaan Marta tadi. Elis dan Marta yang melihat keterdiaman Alra pun menjadi merasa bersalah.
"Maaf Ra. Kita nggak bermaksud nyinggung lo. Kita cuman becanda kok," ujar Elis.
Marta mengangguk dan menatap Alra cemas. Alra menggeleng, "Bukan karna itu kok. Gue cuman lagi ada masalah. Tapi gak bisa gue kasih tau sama kalian sekarang."
Elis dan Marta mengangguk mengerti.
"Kita emang temenan. Tapi privasi itu juga harus ada."
***
Diyo baru saja tiba di kantornya. Sepanjang perjalanan menuju ruangannya di lantai 19, seluruh karyawan menyapanya ramah. Bahkan beberapa karyawan wanita berteriak tertahan melihat bos mereka yang terlihat semakin tampan setiap harinya.
Saat akan memasuki ruangannya, sekretarisnya segera mendekatinya. Meskipun sekretaris itu memiliki wajah manis ditambah tubuh tinggi dan berisi, Diyo sama sekali tak menaruh minat terhadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Om (Sudah Terbit)
Roman d'amourHighest rank #1in2020 (250620) #1inLove (071020) Kehidupan SMA yang harusnya penuh warna remaja, menjadi tidak karuan kala Alra dijodohkan dengan pria yang 12 tahun lebih tua darinya. Alra yang polos, lugu, dan ceria menjadi olokan si pria yang begi...