Saya Juga Ganteng

20.5K 849 35
                                    

Sebelum dibaca, vote dulu yah😊

Suasana yang terbentuk benar-benar berbeda. Biasanya si gadis mungil itu akan berceloteh panjang lebar, tapi kali ini hanya memilih terdiam. Tentu itu membuat Diyo yang menyaksikan merasa heran.

"Ada apa? Masih nggak mau sekolah?" tanyanya lembut.

Alra menoleh lalu menggeleng pelan.

"Lalu kenapa?" Diyo masih dalam posisi sabar.

"Om," panggil Alra. Bukannya menjawab pertanyaan.

"Iya?"

"Aku nggak suka home-schooling."

Selanjutnya, Diyo hanya bisa menunduk.

"Habisin sarapannya."

Lalu hening. Diantara keduanya tak ada yang ingin membuka suara. Keduanya bergelut dalam pikiran masing-masing.

***

"Lusa Papa, Mama, dan orang tua kamu akan kembali ke Singapura." Diyo memberitahu saat mereka berhenti di lampu merah.

"Aku tau. Aku dengar semuanya. Mereka punya bisnis yang nggak bisa ditinggal lama. Aku yang hamil harus menjalani home-schooling. Aku dengar semuanya, Om."

Diyo menghela nafas. Kenapa suasananya jadi seperti ini? Padahal semalam gadis ini baik-baik saja.

"Kamu nggak mau mereka pergi?" tanya Diyo tanpa menatap gadis itu. Fokus pada jalanan di depannya.

"Bukan itu. Mereka pergi punya alasan. Aku bukan anak kecil lagi."

"Lalu apa?"

Alra menghela nafas. Dia berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengeluarkan asumsi.

"Soal punya anak, apa nggak terlalu cepat? Aku belum siap jadi ibu. Om liat kan, kemarin jagain Bintang yang udah setahun aja aku kewalahan. Aku..."

"Jadi? Bagaimana bayi di kandunganmu? Lagipula bukankah kamu bilang hatus menerimanya?" tanya Diyo datar. Dia mulai paham kemana arah pembicaraan.

"Soal itu..." Alra tidak tau harus berkata apa. Dia memegang perutnya yang masih rata. Membayangkan disana ada sebuah kehidupan, tidak tega rasanya kalau harus menghilangkannya. Tapi bagaimana? Bagaimana gadis berumur 17 tahun mampu merawat anak?

Tanpa ia sadari, air mata itu menetes begitu saja. Gadis mungil itu bahkan terisak.

Diyo tidak bisa tinggal diam. Dia memilih menghentikan mobil di pinggir jalan, lalu fokus pada gadis di sebelahnya.

Membuka seatbelt dan memeluk gadis itu. "Kamu bisa," ujarnya menguatkan.

Dalam pelukan itu, Alra menggeleng. "Nggak bisa. Aku takut Om."

"Kenapa? Kamu punya saya," lanjut Diyo dengan nada teduh. Dia mengelus kepala Alra persis seperti seorang ayah.

Alra menghela nafas. Dia berusaha menenangkan diri.

Setelah dirasa cukup tenang, Diyo melepas pelukan itu. "Masih mau sekolah?"

Alra mengangguk.

Selama perjalanan yang terasa semakin panjang itu, Alra hanya memikirkan perihal bayi dalam kandungannya. Sejujurnya, mengetahui kehamilan saat bahkan tidak tau bersuami atau tidak, sangatlah mengagetkan dan cukup untuk membuat seorang gadis remaja menjadi frustasi.

Tapi Alra bisa apa? Ini adalah kenyataan yang tak bisa ia sangkal.

Namun, bayi itu tidak bersalah. Bayi itu pantas dipertahankan. Alra tidak bisa egois. Alra tidak bisa memalingkan wajah akan keberadaan si buah hati.

Married With Om (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang