Malam Minggu 3 (Gagal?)

23.2K 814 15
                                    

"Kamu maunya kemana?"

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Alra menatap Diyo aneh. Tentu saja. Normalnya, Diyo pasti segera putar balik lalu pulang. Tapi lihat yang terjadi sekarang justru berkebalikan.

"Hm?"

Alra tersadar dari pemikiran itu. Dia menoleh ke ara Diyo sejenak. Sudahlah, kepalang tanggung juga kalau harus kembali.

"Terserah om aja deh"

Diyo mendengus pelan. "Anak remaja seperti kamu, pemikirannya emang seperti itu? Kalau ditanya, jawabannya selalu terserah?"

Alra yang mendengar itu kesal. Dasar tua. Tidak bisakah satu hari saja, pria itu tidak mengusik usianya?

"Aku bilang terserah karna emang nggak tau. Makanya aku serahin sama om aja yang umurnya udah lebih tua," sewot Alra menajamkan perkataannya.

Diyo hanya mendengus pelan. Pada akhirnya dia diam. Membawa kendaraan roda empat itu melaju ke sebuah tempat yang pernah ia tuju dulu. Ya, satu-satunya tempat yang pernah ia datangi bersama gadis.

***

"Wah keren!" ujar Alra kagum.

Saat ini keduanya tengah berada di rooftop sebuah kafe. Alra masih berdiri menatap sekelilingnya. Gemerlap lampu ibu kota, benar-benar mampu memanjakan matanya. Sedangkan Diyo memilih duduk. Memesan makanan dan minuman untuk keduanya. Tanpa bertanya, karena Diyo malas berdebat dengan gadis belia yang masih sibuk berselfie ria.

Alra tersenyum senang. Kenapa tudak dari kemarin saja dia kesini? Tempat ini kan terlalu sayang untuk dilewatkan. Alra sibuk menjepret dirinya sendiri. Sayangnya hasilnya tak sebagus yang ia harap. Alhasil, dia melirik Diyo yang sibuk dengan ponselnya. Gadis itu nendengus malas. Lagi-lagi? Di tempat seperti ini?

"Om fotoin dong," ujar Alra memelas stepat saat ia sudah berdiri di samping Diyo.

"Sendiri kan bisa?"

"Hasilnya nggak bagus. Ayo dong om. Kan jarang bisa kesini"

"Saya sibuk"

Alra mencebikkan bibirnya kesal. Anggap saja ia tidak sopan, karena dengan beraninya Alra merebut ponsel Diyo dan menyembunyikannya di belakang punggung.

"Sekarang bukan waktunya kerja, Om. Otak manusia juga butuh refreshing. Dan sekarang adalah waktu yang tepat," oceh Alra.

Diyo yang mendengar penuturan itu, hanya menatap Alra datar. "Kembalikan,"  ucapnya penuh penekanan.

Alra tidak takut lagi. Ya, dia sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu. Dia menggeleng seraya mempererat genggamannya.

Diyo yang melihat reaksi gadis itu menjadi kesal juga. Dia berdiri di hadapan Alra. Hal itu membuat Alra harus mendongak menatap Diyo.

Diyo pun harus menunduk. Menatap Alra datar. Diyo mengulurkan tangannya ke belakang Alra dan memegang tangan Alra. Sekilas, jika dilihat dari belakang keduanya mungkin seperti tengah berpelukan.

Kedua mata mereka saling tatap. Diyo dengan tatapan datar, dan Alra dengan tatapan resah tatakala ponsel di tangannya sudah akan berpindah tangan.

Sial. Benar saja. Diyo dengan mudah mengambil ponselnya dari tangan mungil Alra. Tapi, bukannya segera duduk, Diyo justru menatap mata Alra. Dalam, sampai membuat Alra serasa terhipnotis. Jantungnya berdetak tidak karuan. Tubuhnya kaku. Suaranya tertahan. Apa ini? Keadaan macam apa yang tengah terjadi sekarang?

Diyo terlarut dalam tatapan gadis belia di depannya. Jarak wajah keduanya pun cukup dekat. Seharusnya, Diyo segera duduk. Tapi, tubuhnya terasa sulit bergerak. Nalurinya sebagai seorang pria, nenyuruhnya untuk semakin mendekat. Benar saja, Diyo semakin mendekatkan wajahnya kepada Alra. Membuat gadis itu semakin tak berkutik. Harusnya dia menjauh. Kenapa masih diam saja. Alra merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Wajah Diyo semakin dekat. Perlahan-lahan layaknya gerakan slow motion Diyo mebdekatkan kepalanya.

Lagi

Lagi

Lagi

Dan.....

Cup

Alra memelalakkan matanya. Masih dalam posisi serupa, Alra berusaha mencerna apa yang terjadi. Ciuman? Benarkah? Dengan om tua itu?

Seolah kesadarannya kembali, Alra mendorong dada bidang Diyo dan..
"AKHH. OM HARUS TANGGUNG JAWAB. ITU KAN CIUMAN PERTAMAKU," teriak Alra. Beruntung rooftop kafe itu hanya ada mereka berdua sehingga keduanya tidak harus menanggung malu.

Sedangkan Diyo, masih berdiri terpaku. Dia sendiri pun tidak tau. Tubuhnya yang kaku seolah bergerak tak ia tau. Tubuhnya bergerak dengan sendirinya. Dia pun sama seperti gadia itu. Tidak pernah terlintas di pikiran Diyo mencium gadis SMA di hadapannya ini. Tidak pernah.

Lalu, malam ini. Di atas rooftop kafe, ia melakukannya. Bintang dan semilir angin menjadi saksi bisu ciuman singkat itu.


UHHH. Kemarin ada yang nanyain adegan romantisnya kapan, ini udah romantis belum? 😂😂
Jujur aku sendiri senyum-senyum sambil nulis. Hehehhe

Jangan lupa vote and komen.

Follow my ig @_ayumelani

Salam sayang

Married With Om (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang