Extra Part

25.1K 768 38
                                    

"OEKK...OEKK..."

Alra kelabakan. Air matanya mengucur begitu saja menyaksikan bayi kecil itu menangis sedari tadi.

"Kak, ini gimana? Dikasih ASI nggak mau. Popoknya juga masih kering. Huaa, aku nggak ngerti lagi."

Alra putus asa. Merasa gagal mrnjadi ibu. Diyo yang duduk di sebelahnya menepuk pelan bahu gadis itu. "Tenanglah," ujarnya lembut.

"Gimana bisa tenang? Rei dari tadi nangis terus kak," ujarnya parau. Sangat tidak tega rasanya melihat bayi kecil itu menangis.

Diyo sendiri juga pusing. Ini anak pertama mereka, dan mengurusnya sangat susah. Tapi berusaha itu harus kan?

Diyo pun menggendong Rei, lalu berdiri seraya bergerak-gerak kecil berniat untuk menenangkan.

"Jagoan Papa jangan nangis ya? Liat, mama kamu ikutan nangis."

Hei, dimana Diyo si dingin itu?

Ajaibnya, Rei berhenti menangis membuat senyum Alra merekah. Alra ikut berdiri dan mengelus lembut rambut bayi itu.

"Dia mirip sama kamu ya?"

"Iya."

"Aku cuman berharap sifat dia nantinya nggak sama kayak kamu."

"Emang sifat saya bagaimana?"

Alra mendongak menatap Diyo. "Pikir saja sendiri."

Diyo mendengus kecil. Menurutnya sifatnya tidak ada yang salah. Gadis ini, ah bukan. Wanita ini masih saja cerewet dan berbicara memusingkan.

"Kayaknya dia ngantuk? Push push," ujar Alra melihat bayinya yang sedang menutup mata.

"Imutnya," geramnya tidak tahan. Dia mencium pipi Rei. Ahh, gemas sekali.

"Saya tidak?"

"Apa?"

Karena kedua tangannya yang tidak bebas, Diyo memonyongkan bibirnya sedikit. Alra? Dia paham, tapi sesekali mengerjai tidak apa-apa kan?

"Kenapa kak? Lapar?"

Diyo mendengus kecil. Ia kembali memonyongkan bibirnya. Kali ini lebih panjang. Jika kode kecil tidak mempan, maka kode keras pasti berhasil.

"Kenapa sih Kak? Dari tadi bibirnya dimonyongin gitu? Sariawan? Bibir pecah-pecah?" tanya Alra berniat menggoda. Hanya saja rasanya apa yang ia tanya sedikit tidak nyambung.

"Cium." Diyo menyerah.

Alra terkekeh kecil lalu membulatkan mulutnya menggumamkan kata 'oh'. Pelan tapi pasti ia mulai menjinjit. Tentu saja karena adanya penghalang di tengah ia tidak bisa mencapai wajah Diyo. Huh, resiko orang pendek.

"Nggak nyampe," keluhnya.

"Coba lagi."

Alra berjinjit lagi, kali ini tangannya membungkus wajah Diyo. Sebenarnya, Alra bisa saja mencapainya kalau saja Diyo sedikit menundukkan kepalanya. Tapi pria itu justru bertingkah bodo amat dan berdiri dengan tegap. Yah, balas dendam kah?

"Kakak nunduk dikit dong," sewot Alra. Ekspresinya sangat lucu saat itu sampai Diyo tidak tahan untuk tidak terkekeh.

"Iya," ujarnya.

Ia pun menunduk dan mendekatkan wajah kepada gadis itu. Alra kembali menjinjit lalu mengecup bibir Diyo singkat.

"Udah," ujarnya senang.

"Begitu saja?" tanya Diyo dengan nada kecewa.

"Ada anak di bawah umur," kekeh Alra seraya melirik Rei yang tertidur. Sekarang fokus keduanya justru pada bayi itu. Yang tengah berkelana dalam alam mimpi. Alra tak bisa berhenti tersenyum. Ternyata memiliki bayi seimut ini sangat membahagiakan. Yah, meskipun keduanya kepayahan dalam mengurusnya. Tapi perlahan mereka bisa belajar bukan?

Married With Om (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang