shot two

1.3K 170 68
                                    

Tiga tahun berlalu begitu saja.


"Selamat pagi, Sunbae!"

Seongwoo tersenyum untuk membalas sapaan junior jurnalisnya itu sebelum melangkah ke dalam lift. Ia menekan tombol lantai yang ditujunya sebelum berdiri tegak di tengah. Hari itu jadwalnya cukup padat. Pagi-pagi ia sudah harus memeriksa berita liputan junior-juniornya, lalu siangnya ia diajak makan siang dengan pemimpin redaksi perusahaannya, dan sorenya ia harus bertemu dengan perusahaan-perusahaan partner medianya. Alhasil, Seongwoo pulang agak malam.

Memang dalam beberapa tahun, karir Seongwoo melesat cukup cepat. Setelah satu tahun bekerja, ia berhasil mendapatkan kenaikan pangkat serta dipindahkan ke departemen berita umum. Kemampuan menganalisa situasi dan penulisan pemberitaannya sangat dihormati rekan-rekan jurnalisnya. Walaupun ia sempat mengalami gangguan ingatan setelah kecelakaannya beberapa tahun silam, Seongwoo tetap menunjukkan bakatnya dalam bidang peliputan.

Handphone-nya kembali bergetar untuk yang kesekekian kalinya dalam satu jam terakhir, membuatnya terkekeh geli. Perempuan dengan tiga titik manis di pipi kirinya itu mengangkat teleponnya.

"Halo? Iya Minhyunnie, kenapa?" tanya Seongwoo sambil tertawa pelan. "Iya, iya. Aku sedang dalam perjalanan pulang sekarang. Tunggu aku di rumah."

💸💸💸💸💸

Saat Seongwoo melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, ia langsung disambut oleh kakak angkat perempuan kesayangannya yang sedang melotot tidak suka ke arahnya.

Perempuan bermata cantik layaknya rubah itu bertolak pinggang. "Kau sudah berjanji akan membantu persiapan pernikahanku sepanjang minggu ini. Tapi kau malah sibuk mengurus pekerjaanmu!"

"Maafkan aku, Minhyun!" Seongwoo beranjak dari tempatnya dan memeluk Minhyun, saudara angkatnya. "Editorku memang sangat senang menyiksaku!"

"Oh, ayolah, Seongwoo! Dari sekian banyak jurnalis yang bekerja di perusahaanmu, kenapa harus kamu terus yang disuruh-suruh oleh editor?"

"Mungkin karena artikel buatanku yang paling berkualitas." jawab Seongwoo dengan penuh percaya diri.

Kali ini Minhyun menyipitkan matanya, memberikan tatapan sebal pada jawaban Seongwoo. Seongwoo pun terkekeh kecil dan langsung menghampiri saudara angkatnya. Ia memeluk Minhyun erat.

"Okay, Hyun. Aku minta maaf yah, Unnie." Seongwoo mengakui kesalahannya. "Mungkin aku yang terlalu bodoh sampai selalu mau disuruh-suruh atasanku."

Minhyun memeluk adik angkatnya kembali. "Aku hanya tidak mau adikku ini dimanfaatkan orang lain."

"Karena hanya kau yang boleh memanfaatkan aku?"

"Bingo."

Seongwoo melepas pelukan Minhyun dan memukulnya pelan di lengan kirinya. Tapi tentu saja Minhyun akan bereaksi berlebihan dan menjerit kesakitan keras-keras.

"Ah! Sakit, Seongwoo! Bagaimana kalau lenganku berdarah satu hari sebelum pernikahanku? Aku tidak akan terlihat sempurna dalam gaunku!"

Minhyun membalasnya dengan sengaja menggelitik adik angkatnya itu hingga Seongwoo terjatuh di lantai, kegelian.

Minhyun memang yang terbaik.
Saat Seongwoo kehilangan kedua orang tuanya dalam kecelakaan maut 20 tahun yang lalu, orang tua Minhyun (yang juga teman baik keluarga Ong) dengan baik hati mengangkat Seongwoo sebagai anak mereka. Sejak saat itu, Minhyun berperan sebagai kakak angkat kesayangan Seongwoo yang selalu menemaninya dalam senang dan sedih.

"Okay, Minhyun. Sekarang lepaskanlah aku biar aku bisa mandi dan membantu sisa-sisa persiapan pernikahanmu besok."

"Woo,"

methane | ongniel (gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang