shot thirty six

932 136 189
                                    

Seongwoo tersenyum di atas kasur, berguling-guling gemas sendiri.

Ketika ia membuka matanya, aroma familiar menyerang hidungnya. Tanpa perlu mengingat, ia langsung menyadari bahwa ia berada di kamar tidur masa kecilnya. Suara AC yang sedikit berisik, dinding yang berhias poster konser musik kesukaannya saat ia remaja, bahkan hingga suara derap kaki yang terdengar dari luar pintu yang tipis itu.

Engsel pintu mengayun, seorang figur bermata rubah masuk ke dalam kamar. Sosok itu berdiri di depan pintu, ekspresinya terlihat bersemangat dan gugup pada saat yang bersamaan.

"Seongwoo? Sudah bangun?" tanyanya. Nada suaranya terdengar bingung, demikian juga tatapannya yang heran melihat adik angkatnya menyengir lebar sendirian di kasur.

Seongwoo melonjak berdiri dari kasur dan langsung melompat memeluk kakak angkatnya sangat erat.

"Minhyunnie! Kau di sini juga!" pekiknya, terlalu riang.

Minhyun tertawa mendengar suara manja adik yang sangat dirindukannya itu. Namun, tawa Minhyun tidak bertahan lama setelah mendengar perkataan Seongwoo setelahnya.

"Ini mimpi terbaik yang kudapat dalam satu tahun ini!" ujar Seongwoo.

Sang kakak melepas pelukan keduanya. Ia perlahan mendorong Seongwoo ke belakang agar kembali duduk di pinggir kasur. Minhyun membungkukkan tubuhnya agar pandangan matanya setara dengan garis pandangan Seongwoo.

"Seongwoo-ya, ini bukan mimpi."

Binar di mata Seongwoo berubah menjadi kilat bingung. "M-maksudnya?"

Minhyun mencubit pipi Seongwoo tanpa belas kasihan, membuat pemiliknya mengerang kesakitan. Rengekan sang adik membuat Minhyun terkekeh lagi.

"Kau benar ada di kamar tidurmu. Kau sudah pulang ke rumah kita. Aku benar-benar ada di sini, Seongwoo!" Sang kakak lagi-lagi mencubit pipi adik angkatnya.

Butuh beberapa detik hingga Seongwoo bisa memproses pikirannya. Begitu ia sadar bahwa semuanya nyata, ia berteriak heboh.

Minhyun tertawa puas. Ia memekik riang juga, lalu memeluk Seongwoo lagi.

"Aku minta maaf akan semua perkataan jahatku, Seongwoo. Aku sangat merindukanmu." ucap sang kakak.

Seongwoo menutup matanya, terharu menerima pelukan dari Minhyun setelah sekian lama. "Aku juga sangat merindukanmu, Minhyunnie! Kau sudah tidak marah?"

Minhyun menggeleng antusias. "Aku sudah mendengar cerita yang sesungguhnya. Pokoknya kita tidak boleh bertengkar lagi. Keparat itu sudah pergi, kau akan aman di sini dengan kami, Woo."

Kali ini sosok yang mirip kucing itu yang melepas pelukan keduanya. Wajahnya kembali memperlihatkan kebingungan.

"Kau tau ... yang sesungguhnya? Keparat itu maksudmu Daniel?" Seongwoo menengok ke kiri dan kanan. "Apa maksudnya Daniel pergi? Daniel pergi ke mana?"

Ekspresi Minhyun berubah tidak suka. Namun sebelum ia sempat menjawab pertanyaan saudara angkatnya, handphone yang terletak di meja samping kasur Seongwoo bergetar.

Seongwoo menatap gawai itu, semakin bingung dengan keberadaan benda itu. Ia mengintip layarnya untuk melihat nama orang yang menelponnya.

Senior Chief Editor.

Jarinya bergerak sendiri menerima panggilan, seolah mengangkat telepon itu dapat menjelaskan sesuatu.

"H-halo? Sunbaenim?"

"Seongwoo-ya!" Suara seniornya di tempat kerja itu terdengar berapi-api. "Aku sudah menerima e-mail darimu. Tentu saja kau boleh bekerja dari rumah. Kau juga boleh mengambil cuti selama yang kau mau!"

methane | ongniel (gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang