shot five

963 166 26
                                    

Mangkok kosong tergeletak di samping tiang tempat Seongwoo dirantai.


Malam itu, ketika Daniel berkata bahwa ia tidak akan memberi Seongwoo makan, ia benar-benar serius pada ucapannya. Perut Seongwoo berbunyi ribut, meminta makanan untuk dicernanya. Jangankan makanan, Daniel pun hanya memberinya dua gelas air di cup kecil untuk satu hari penuh kemarin. Bibir Seongwoo kering dan banyak retakannya, membuat luka robek di dekat bibirnya semakin perih.

Hari ini adalah hari ketiga Seongwoo tanpa makanan dan sedikit air.

Manik cokelat terang melihat sosok berjas tosca menikmati roti panggangnya di dapur. Sosok itu sengaja memakan sarapannya pelan-pelan, mengolok tawanan rumahnya yang jelas-jelas kelaparan. Di sebelah roti panggangnya, ada segelas jus jeruk segar yang manis.

Seongwoo tanpa sadar menjilat bibirnya.

"Jangan menggodaku, Istri." Sosok berjas warna terang itu terkekeh.

Sosok dengan rambut hitam di sudut ruangan mendecih. Ia menutup matanya, tidak sudi menjadi hiburan Kang Daniel. Lagipula pandangannya penuh dengan titik-titik, tanda ia kekurangan gula di tubuhnya. Ia tidak apa-apa, sepengetahuannya, manusia bisa bertahan hidup tanpa makan untuk beberapa hari.


Daniel menghampiri Seongwoo setelah ia selesai menyantap sarapannya. Tangannya menggenggam segelas air untuk diberikan ke istrinya. Tungkai panjangnya ditekuk, berjongkok di depan Seongwoo yang tertutup matanya.

Lengan Daniel menarik leher Seongwoo, mencekokkan air minum tiba-tiba ke dalam mulutnya. Jurnalis yang dipaksa minum mendadak pun kaget. Air yang harusnya masuk ke tenggorokannya malah mengalir ke saluran pernapasannya, membuatnya tersedak dan dadanya perih.

"H-hentikan!" omel Seongwoo, menepas lengan yang menahan lehernya.

Daniel gemas menggoda peliharaan barunya. "Tapi kau kelihatan pucat, Kucing."

"Salah keparat mana yang membuatku begini?"

Wajah Daniel berubah datar. Tatapannya seperti ingin menelan Seongwoo hidup-hidup, membuat jurnalis yang ditatap merasa sangat kecil.

"Aku adalah tuanmu. Panggil aku dengan benar." ucapnya dengan nada rendah. "Beruntung untukmu, keparat ini ada urusan sampai malam hari ini. Setelah aku pergi, refleksikanlah kesalahanmu."

"Aku tidak salah menyebutmu 'keparat'." Seongwoo membalas dengan suara kecil, manik matanya tertuju ke lantai. Meski keinginannya untuk melawan Daniel besar, sepertinya kali ini nyalinya menciut.

Sang mafia menatapnya sengit. Lengan kekarnya mencengkram pundak Seongwoo, menarik sosok di hadapannya secara paksa. Mulutnya ia dekatkan dengan leher tawanannya, lalu digigitnya kulit leher Seongwoo.

Merasakan gigitan dan hisapan dari penculiknya, Seongwoo langsung berdiri dan mendorong Daniel jauh-jauh. Tatapan tidak percaya dilemparnya pada pria yang barusan menggigitnya.

Daniel ikut berdiri. Matanya terfokus pada satu titik: tanda kemerahan yang ia tinggalkan di leher Seongwoo.

"Jaga ucapanmu," Sang Mafia menggeram. "atau kurobek pita suaramu dari lehermu."

Kali ini, Seongwoo terdiam.


Suara alarm dari jam tangan Daniel memecah keheningan. Pria bersurai cokelat muda itu akhirnya memalingkan matanya dari wajah istrinya. Ia memeriksa waktu di jamnya, lalu membersihkan jasnya dari debu. Ia mendecak kesal sebelum melangkahkan kakinya ke elevator, meninggalkan Seongwoo seorang diri.

💸💸💸💸💸



Seongwoo menggenggam mangkoknya erat. Ia melebarkan kakinya lagi, mencoba menggapai keran air di konter dapur. Kakinya yang dirantai menahannya, membatasinya sehingga ia tidak bisa mencapai keran.

methane | ongniel (gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang