shot nineteen

1.1K 161 137
                                    

Rutinitas Daniel dan Seongwoo sudah kembali normal seperti sebelum terjadinya kesalahpahaman di Busan.

Sarapan bersama — Daniel bekerja, Seongwoo mengurus penthouse (kadang memaksa Minho dan Kyujin untuk membantunya) — Daniel pulang, mereka makan malam bersama, lalu mengobrol atau menonton TV.

Semuanya monoton, namun baik sang suami maupun sang istri merasa nyaman dengan rutinitas itu. Apalagi ditambah bumbu-bumbu pemanis, yang tanpa sadar mulai bertebaran di antara mereka.




Daniel keluar dari kamarnya dengan setelan jas dan kantung mata berwarna hitam.

Seongwoo terkekeh melihat penampilan Daniel. "Selamat pagi, Daniel."

Pria berbahu lebar itu tidak menjawab. Ia melangkah letih ke kursi makan, lalu meletakkan kepalanya di atas meja konter.

Seongwoo mengangkat kepala suaminya, memaksa pria Kang untuk duduk tegap supaya ia bisa menyajikan sarapan mereka di atas konter. Daniel berpindah posisi, sekarang kepalanya ia sandarkan pada punggung Seongwoo yang sedang membungkuk untuk menyusun piring di meja.

"Daniel, berat!"

"Lima menit," pinta sang mafia, matanya tertutup.

Ia masih mengantuk karena ada 'klien darurat' yang harus diurusnya hingga larut kemarin. Klien dadakan tersebut meminta pengiriman produk (senjata ilegal) melalui jalur udara. Alhasil Daniel sendiri yang harus mengawasi transaksi sepanjang malam.

Sang mafia menyebutnya 'perjalanan bisnis'.

Seongwoo berjalan pergi untuk mengambil gelas minum, membiarkan tubuh Daniel hampir jatuh terhuyung karena sandarannya hilang tiba-tiba.

Setelah selesai menyiapkan sarapan, Seongwoo duduk di samping Daniel. Sang istri menuang susu dari karton ke gelas minum. Ia menikmati susunya, mengacuhkan tatapan sinis dari Daniel.

"Kau semakin nakal saja." Daniel mengoceh. "Aku harus menghukummu."

"Kalau kau menghukumku lagi, aku akan mogok masak." si Kucing mengancam balik.

Daniel memandang istrinya dengan tatapan tidak percaya. Seongwoo menyeringai dalam kemenangan. Tidak ada kata menyerah di kamusnya ketika berurusan dengan melawan Daniel.

Sang mafia membuang mukanya, kesal.

Seongwoo terkekeh. Ia menyendokkan sesuap nasi dari mangkuk Daniel, kemudian menyuapi mulut suaminya yang masih mengerucut menggerutu.

"Apa kau akan sibuk lagi hari ini?" tanyanya.

"Aku harus ke pabrik produk."

Sang istri menatapnya khawatir. "Mau kubawakan bekal?"

Daniel menggeleng. "Aku hanya pergi sebentar. Aku akan kembali sebelum jam satu."

Sudut bibir Seongwoo bergerak melengkung ke atas. "Kalau kau pulang lebih awal, apa kau mau pergi jalan-jalan ke pusat kota nanti sore? Di TV bilang akan ada festival makanan nanti."

"Aku terlalu lelah untuk jalan-jalan hari ini, Woo."

"Ah, baiklah. Aku mengerti. Niellie harus istirahat."

Pria Kang melirik sosok di sampingnya yang mulai melahap sarapannya dalam diam. Tentu ia menyadari bahwa senyum Seongwoo menghilang, terganti dengan ekspresi sedikit sedih.

Selama Daniel bekerja, Seongwoo memang tetap 'dikurung' di penthouse tanpa diizinkan keluar. Hiburannya terbatas karena Daniel masih tidak mengizinkannya memegang alat komunikasi sama sekali. Ia pasti merasa sangat penat.

methane | ongniel (gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang