shot thirty three

1K 141 103
                                    

"Gembul!"

Suara serak membangunkan Seongwoo dari tidurnya.

"Jangan tidur terus, Pemalas!"

"Apa kalian pikir ia akan bangun kalau kalian teriak begitu?"

Seongwoo membuka matanya perlahan. Kepalanya refleks mengedar pandangan ke sekitarnya, mencari sumber suara yang terus berteriak sedaritadi.

Ruangan tempatnya berada relatif kosong. Dinding di sekitarnya berwarna krem. Ada jendela, sofa kecil, dan pot tanaman di satu ujung ruangan. Sedangkan di bagian kamar yang lainnya, ada kasur rawat pasien lainnya. Kasur itu dikerubungi oleh empat pemuda yang gelisah.

"YA! Kau membuat kami khawatir, Bodoh! Bangun sekarang!"

Rupanya suara itu berasal dari Woojin yang sedang meneriakki Jihoon. Sosok yang diteriakki sedang tertidur di atas kasur rawat. Separuh wajah tembam Jihoon yang malang tertutup oleh masker oksigen yang membantunya bernapas.

Barulah Seongwoo teringat apa yang terjadi sebelum ia kehilangan kesadaran. Isak tangis langsung mengancam menyeruak keluar dari bibirnya, rasa bersalah memenuhi dadanya.

"J-Ji-hoon,"

"Oh! Seongwoo sudah sadar!" seseorang mendengar bisikan lirihnya. Kim Jaehwan. "Seongwoo? Apa kau baik-baik saja? Jawab aku."

Jinyoung dengan tenang menekan tombol merah di belakang kasur rawat Seongwoo untuk memanggil dokter. Maniknya memancarkan kekhawatiran.

Seongwoo menggeleng.

"Aku akan panggilkan Daniel hyung." Guanlin mengajukan diri. Jaehwan mengangguk menyetujui.

Selepas pemuda yang paling tinggi meninggalkan ruangan, Woojin menghampiri kasur rawat Seongwoo.

"Apa yang terjadi pada kalian, Noona?" tanyanya, aksen Busannya terdengar jelas karena bicara terlalu terburu-buru.

"P-penculik," ucap Seongwoo lemah. "J-jihoon bagaimana?"

Jaehwan membuang napas kasar. "Dokter bilang ada serpihan kaca yang sempat menancap perutnya. Ia baru keluar dari ruang operasi sepuluh menit lalu. Sekarang kami sedang menunggunya siuman. Jisung hyung sedang mengurus administrasinya."

Mendengarnya, air mata pun mengalir dari satu mata Seongwoo. "Ini semua salahku ..."

Jinyoung cepat-cepat menggeleng. "Bukan, Noona. Ini musibah."

"Kenapa bisa tiba-tiba ada penculik di daerah kita?!" geram Woojin, marah. "Dua puluh satu tahun aku besar di sini, belum pernah ada kejadian seperti ini. Lalu ketika terjadi, korbannya adalah teman-temanku! Kurang ajar!"

"YA!" Jaehwan menegur Woojin. "Jangan berteriak pada Seongwoo! Kau menakutinya!"

Park Woojin menunduk. "Maafkan aku, Noona. Aku hanya tidak habis pikir. Beruntung sekali mobil Daniel hyung lewat pada waktu yang tepat. Kalau tidak, mungkin kau dan Jihoon sudah jadi sate—"

"—Daniel yang menemukan aku dan Jihoon?"

Ketiga pemuda itu mengangguk.

"Hyung pulang kerja lebih awal katanya. Hyung melihat noona dan Jihoon yang hampir digotong pergi oleh penculik. Lalu hyung segera berteriak, meminta pertolongan dari orang-orang di sekitar." Woojin menceritakan ulang apa yang Daniel katakan padanya.

Rasa bersalah Seongwoo bertambah setelah mendengar bahwa Daniel harus berbohong pada teman-teman mereka demi menutupi kejadian yang sebenarnya.
Benar, mereka memang tidak boleh sampai melibatkan orang-orang tidak bersalah lainnya ke dalam masalah mereka.

methane | ongniel (gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang