Atrapado 26

1.3K 48 1
                                    

"Antara persahabatan dan cinta emang susah untuk dipilih. Ketika lo sayang sama seseorang, dan secara mengejutkan sahabat lo juga memiliki perasaan yang sama dengan dia. Gak salah emang kalo lo pilih persahabatan dari pada cinta. Tapi, lo pernah gak mikirin perasaan dia? Dia yang udah sayang sama lo, yang udah nyaman sama lo. Jadi pikirin baik-baik, ngomong sejujurnya sama dia. Jangan sampai lo nyesel suatu saat ini." -Author

*****

Happy Reading 😊

Setelah menghela napas panjang, Agas melangkahkan kakinya menepi ke pinggir lapangan. Lebih dari satu setengah jam kelasnya telah mengikuti pelajaran olahraga. Lelaki itu tengah mengelap keringat yang sedari tadi membasahi wajahnya yang tampan. Ia memperhatikan teman-temannya yang masih bermain bola di tengah lapangan. Sejenak, matanya beralih kearah perempuan yang sedang tertawa riang bersama sahabatnya. Begitu meneduhkan.

"Woii, ngeliatin siapa lo," kata Dicko menepuk pundak Agas sangat keras hingga membuatnya terkejut dan mengalihkan pandangnya ke arah Dicko. Di belakang Dicko, ia juga melihat Ravel yang kini tengah berjalan kearah mereka.

Kemudian, Dicko melempar satu botol air mineral kepada Agas dan dengan sigap Agas langsung menangkapnya. Ia meneguk air itu hingga tinggal setengah sebab cuaca saat ini sangatlah panas. Kini, mereka bertiga pun duduk bersamaan, Agas duduk diantara Dicko dan Ravel. Kedua sahabatnya itu mulai membicarakan beberapa hal yang menurutnya tidak penting. Agas sesekali hanya menjawabnya dengan singkat.

Namun, tiba-tiba saja jantungnya terasa sesak ketika Ravel sedang menatap perempuan yang saat ini sangat berarti di hidupnya. Tatapannya itu bukan tatapan antara sesama teman. Tidak. Ia bisa merasakan bahwa sahabatnya itu tengah menatap Reyna dengan tatapan berbeda, tatapan yang sama seperti saat ia pertama kalinya jatuh cinta pada Reyna. Agas mengusap wajahnya beberapa kali agar tidak memikirkan hal buruk tentang sahabatnya itu.

"Liat dia ketawa aja bikin gue makin suka," ucap Ravel secara tiba-tiba. Matanya tak lepas menatap kearah Reyna.

"Suka? Emang lo suka sama siapa?" tanya Dicko penasaran.

"Tuh," balas Ravel menunjuk dengan dagunya.

"Reyna???" ujar Dicko memastikan bahwa tebakannya tak salah.

Ravel mengangguk dengan sangat yakin.

Deg, jantung Agas rasanya semakin terasa sesak ketika tebakannya ternyata benar. Apa yang harus ia katakan? Apakah dirinya harus jujur kalau ia dan Reyna saat ini tengah menjalin hubungan. Tidak mungkin. Tentu saja ia tidak akan bisa mengatakan itu. Lantas, apa yang harus ia lakukan?

"Lo kenapa diem aja, Gas?" tanya Dicko berhasil menyadarkan Agas dari lamunannya.

Ravel mengernyit heran menatap Agas. Sedetik kemudian ia mengedikkan bahu tanpa mempedulikan apa yang sedang Agas pikirkan.

"Oh iya, Gas. Gue liat akhir-akhir ini lo sering ngomong sama Reyna, kayaknya lo akrab banget sama dia," tanya Ravel.

"Enggak juga."

"Jangan bilang lo juga suka sama--"

"Gue cuma sahabatan kok sama dia," ucap Agas cepat.

Maaf, Rey, aku gak mau pertemanan ku hancur cuma gara-gara cewek. Maafin aku, Rey.

"Serius?"

Agas mengangguk.

"Bagus deh kalo gitu, soalnya gue berniat mau nembak dia. Lo bisa bantuin gue gak?"

Lagi-lagi Agas hanya mengangguk pelan.

Dicko yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia menyadari satu hal. Ia melihat raut wajah Agas berubah sejak Ravel membahas tentang Reyna. Sudah bertahun-tahun ia bersahabat dengan Agas, tentu saja ia tahu bagaimana perasaan Agas saat ini. Sebenarnya, dulu ia pernah memergoki Agas sedang mengikuti Reyna ke perpustakaan. Karena penasarannya yang amat tinggi, akhirnya diam-diam Dicko memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Dicko mendengar setiap percakapan mereka, percakapan yang sebagian besar berisi candaan dan tawa. Ia awalnya juga tidak mengerti mengapa sahabatnya itu tiba-tiba bersikap aneh kepada seorang perempuan. Pasalnya, selama ia bersahabat dengan Agas, yang ia tahu Agas tak pernah menanggapi ketika ada perempuan yang menyukainya.

"Ke kantin yuk," ajak Dicko memecah keheningan diantara mereka.

"Mampus, gue lupa. Gue kan tadi di suruh Pak Tanto ke ruang guru," kata Ravel menepuk jidatnya sendiri, "kalian ke sono dulu deh, entar gue nyusul," lanjutnya dan bergegas menuju ruang guru.

Pak Tanto adalah guru olahraga yang mengajar kelas dua belas sekaligus menjadi pembina di ekskul futsal. Ravel berlari hingga menghilang dari pandangan mereka.

"Emang dasar tuh anak, sok sibuk amat. Ya udah yuk ke kantin, soalnya gue gak sempet makan tadi waktu beli minuman," ajak Dicko pada Agas.

"Lo duluan aja, gue mau cuci muka dulu," balas Agas dengan raut wajah tak bersemangat.

Sesampainya di toilet, ia membasuh wajahnya berulang kali. Mencoba menenangkan pikirannya yang tengah bimbang.

Keputusan lo udah bener, Gas!! ucapnya dalam hati.

TBC 😊

-Atrapado-

Atrapado [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang