Epilog

3.5K 68 22
                                    

Happy Reading 😘😘
Jangan lupa Vote and Comment :)

Sebulan kemudian...

"Tendang, Rav, tendang! Oper ke kiri, nah bagus," teriak Dicko semangat dengan menempelkan kedua tangannya di depan mulut.

"Berisik!"

"Lo kalo mau yang sepi-sepi sono tuh ke kuburan," balas Dicko.

Agas hanya mendengus kasar. Saat ini ia dan Dicko tengah menonton pertandingan futsal antara kelasnya melawan kelas sebelah, lebih tepatnya kelas Bayu. Mereka duduk di pinggir lapangan bersama teman kelasnya yang lain. Setelah beberapa minggu yang lalu semua murid disibukkan dengan ujian sekolah dan kegiatan remidian, akhirnya kini mereka bisa merasakan jamkos atau hari bebas tanpa belajar di kelas. Agas memutarkan bola matanya ke arah kiri, tepat di mana Reyna sedang duduk bersama sahabatnya. Selama pertandingan berlangsung, ia sering kali memergoki gadis itu tengah memperhatikan Bayu yang ikut tanding di tengah lapangan.

"Nih dari Reyna," Dicko memberikan gantungan kunci yang dulu pernah Agas kasih untuk Reyna.

"Kok ada di elo?"

"Dia nyuruh gue buat ngasih ini ke lo."

"Buang aja," suruh Agas.

Lalu Dicko menaruh lagi gantungan itu ke dalam saku seragamnya.

"Kejar kalo masih sayang."

"Apaan!" balas Agas tak mengerti.

"Reyna, lo masih sayang kan sama dia?"

Agas tersenyum kecut, "gue gak bisa sama dia lagi."

"Karena gengsi?"

"Karena gue sayang."

Sejenak, Dicko menoleh ke arah Reyna lalu beralih menatap Agas yang berada di sebelahnya. Ia sama sekali tidak mengerti dengan pikiran lelaki itu dan apa yang dia mau. Seandainya Ravel tidak sedang berada ditengah lapangan, mungkin Agas sekarang sudah ditarik paksa ke tempat Reyna.

"Bentar, lo kalo ngomong gak usah muter-muter bisa, gak? Otak gue gak nyampe soalnya."

"Lo pernah denger gak kalo sayang itu artinya merelakan," ucap Agas pelan.

"Hm, terus?"

"Semuanya terjadi karena salah gue," ucapnya, seketika dada Agas menjadi sesak. Ia teringat lagi kejadian di tempat camping, hari dimana terakhir kalinya ia melihat senja bersama Reyna, senja yang penuh luka, "apa yang lo ucapin waktu itu bener, Dic, hati Reyna tersiksa gara-gara gue. Dan sekarang disaat dia udah nemuin kenyamanan yang baru, gue gak mungkin ngerusak kebahagiaan dia."

Mulut Dicko menganga lebar, ia tidak menyangka bahwa seorang Agas yang biasanya susah diberita tahu dan keras kepala tiba-tiba sikapnya berubah menjadi sangat dewasa seperti ini. Dicko merasa tenang karena setelah hampir sebulan Agas selalu menutup diri ketika ditanya tentang Reyna, akhirnya dia sekarang mau sedikit terbuka padanya.

"Apapun keputusan lo, gue yakin itu yang terbaik buat lo nantinya."

Agas mengangguk.

"Ini baru sahabat gue," ujar Dicko merangkul Agas. Namun, sedetik kemudian Agas langsung menepisnya dengan kasar, "biasa aja."

"Lahh-lahh, mau ke mana tu anak?" kata Dicko menunjuk kearah Ravel.

Agas hendak mengikuti arah pandang Dicko. Namun bukannya melihat kearah Ravel, mata Agas justru terfokus pada Reyna yang sedang memperhatikan Bayu keluar dari lapangan. Terlihat gadis itu mulai beranjak dari duduknya. Tanpa sepengetahuan Reyna, ia akhirnya mengikuti gadis itu secara diam-diam.

Atrapado [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang