Atrapado 31

1.3K 46 0
                                    

"Dan kini, tibalah aku berada di titik paling membingungkan. Ketika hati masih ingin mempertahankannya, namun pikiran bersikeras untuk melupakan. Ketika hati ingin mengatakan jangan pergi, namun pikiran meminta untuk mengatakan lupakan aku." -AggasheGA

*****

Esok harinya, Agas tiba di sekolah lebih pagi dari biasanya. Ia bahkan meninggalkan adiknya yang tengah sarapan di meja makan. Agas yang mendengar ocehan Anggi hanya cuek sembari keluar rumah dengan memutar-mutarkan kunci motornya.

Sesampainya Agas di sekolah, ia tak langsung menuju kelas. Entah mengapa ia melangkahkan kakinya menuju toilet. Sudah lebih dari sepuluh menit Agas tak beranjak sedikitpun dari wastafel kamar mandi. Ia menatap pantulan dirinya, wajahnya basah begitu pun rambutnya yang meneteskan air hingga kerah bajunya juga ikut basah. Matanya memandangi dirinya sendiri selama beberapa detik sampai akhirnya menghela napas panjang.

Semudah itu kamu lupain aku, Rey.

Atau, dari awal kamu emang gak ada perasaan sama aku?

"Ternyata gini ya rasanya cinta bertepuk sebelah tangan," ucap Ravel. Ia menyandarkan punggungnya di pinggiran wastafel dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

Agas hanya diam.

"Lo beruntung, Gas. Lo bisa buat Reyna jatuh cinta tanpa lo susah payah ngedapetin dia," ucap Ravel lagi.

Agas membalikkan badannya, ia berniat untuk keluar dari kamar mandi.

Saat ini ia sedang tidak ingin mendengar apapun yang berhubungan dengan Reyna. Bukan berarti ia membenci Reyna, hanya saja saat mengingat nama gadis itu Agas semakin merasa bersalah terhadapnya.

"Sejak kapan temen gue jadi pengecut kayak gini," sindir Ravel dingin.

Ucapan itu sontak membuat langkah Agas terhenti, wajahnya memerah menahan emosi, "tau apa lo tentang hidup gue?" kata Agas kembali berjalan kearah Ravel.

"Ngerasa kesindir lo?! Emang bener kan lo itu pengecut. Gak usah munafik deh lo, gue tau lo itu diem-diem juga suka sama Reyna," balas Ravel semakin memancing kemarahan Agas.

Bugh !!!

Agas melayangkan satu pukulan di pipi kanan Ravel. Ia tak peduli walaupun Ravel adalah sahabatnya, yang ia tahu sekarang adalah Ravel berhasil menimbulkan kemarahannya. Bukannya membalas pukulan Agas, Ravel malah terus menerus melanjutkan ucapannya.

"Lupain Reyna, Gas. Biarin gue yang bikin dia bahagia," pintanya sambil memegangi pipinya yang mulai memar akibat pukulan dari Agas.

Hampir saja Agas menonjok wajah Ravel lagi, tapi tiba-tiba ada anggota OSIS yang masuk ke dalam kamar mandi.

"Pada ngapain lo berdua?" tanya laki-laki itu karena melihat tangan Agas hendak menonjok Ravel.

Kemudian, tanpa sepatah katapun Agas beranjak keluar dari kamar mandi sembari menahan amarah. Ia terus berjalan melewati lab bahasa, dan tepat saat itu pula ia melihat Reyna tengah berjalan kearahnya. Agas pikir, Reyna akan menyapa atau setidaknya memberikan senyum pada Agas. Tapi ternyata ia salah, waktu telah berubah, begitu pula dengan perasaan Reyna yang juga ikut berubah.

Selangkah, dua langkah, Reyna terus melewati Agas. Hingga tepat langkah ketiganya, Agas mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya, suara Reyna.

"Gas," panggil Reyna pelan, ia membalikkan badannya menghadap Agas.

Sedetik kemudian, Reyna memejamkan mata sembari mengumpati dirinya sendiri karena dengan bodohnya ia memanggil Agas.

"Iya?" balas Agas singkat.

"Emmm--anu," ucapnya tampak gugup. Reyna menunduk sembari menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Kenapa?" tanya Agas bingung.

Reyna menghela napas panjang. Setelah ia merasa lebih tenang, bibirnya membentuk sebuah lengkungan kecil, "gak papa, lain kali aja deh," balasnya. Lalu ia berjalan kembali meninggalkan Agas.

"Selamat ya!" ucap Agas sedikit berteriak, hal itu sontak membuat Reyna mau tak mau menghentikan langkahnya lagi.

Kali ini, giliran Reyna yang dibuat bingung oleh Agas. Untung saja sekolah masih terlihat sangat sepi, jadi mereka tidak akan menjadi pusat perhatian murid-murid sekolah.

"Selamat karena lo udah dapet pengganti yang lebih baik dari gue. Bahkan ada dua orang kan?"

Agas tersenyum kecil, senyuman yang tampak dipaksakan, "ternyata gampang ya buat lo ngelupain gue, atau...dari awal lo emang gak ada perasaan sama gue?" lanjutnya.

Degg...

Jantung Reyna berdegup tak karuan. Ia tidak menyangka Agas akan mengucapkan hal menyakitkan itu pada Reyna. Ia pikir, Agas akan meminta maaf padanya. Tapi ternyata dugaannya salah, bahkan tak ada rasa bersalah sedikitpun di diri Agas.

"Aku punya salah apa sih, Gas?! Kalo emang kamu mau ngejauhin aku, ya udah jauhin aja, gak usah ngomong seolah semuanya salah aku," ujar Reyna.

Agas langsung diam, sebenarnya ia tidak bermaksud untuk menyalahkan Reyna, tidak sama sekali. Ia hanya tidak suka jika ada lelaki lain yang memberi perhatian lebih pada Reyna, seperti saat Bayu dan Ravel berebutan ingin memberikan makanan pada Reyna.

"Rey! Lo di suruh ke ruang guru sama Pak Yono," suara Jeni membuat Reyna menolehkan kepalanya kearah belakang.

Setelah Reyna mengangguk, Jeni berjalan dengan santai meninggalkan mereka berdua.

Sejenak, Reyna melirik Agas yang tengah menatapnya dalam, "kalo kamu dateng cuma buat aku makin kecewa, mending kita saling jauh aja, Gas," kata Reyna sebelum pergi.

"Tapi, Rey--"

Belum Agas menyelesaikan ucapannya, Reyna sudah berjalan meninggalkan Agas.

"Maafin aku, Rey," lirih Agas, "kamu bener, adanya aku dihidupmu cuma bikin kamu sakit," katanya.

TBC 😊

-Atrapado-

Atrapado [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang