Chapter 6☑️

5.9K 597 38
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

Dengan tubuh lelah dan pakaian kantor yang sudah tidak rapih seperti tadi pagi, kakiku melangkah menyusuri rumah. Terlebih dahulu aku menengok Jiya di kamarnya. Pintu kamarnya ku buka yang kemudian aku mendapatkan punggung Valerie, aku diam memperhatikannya dari ambang pintu. Valerie sedang mengepang rambut Jiya, sembari bersenandung lagu Let it Go bersama, juga diikuti Jiya.

Aku tahu, lagu itu salah satu lagu kesukaan putriku.

Mereka terlihat akrab, bahkan seperti ibu dan anak. Bibirku melengkung menampakan sebuah senyuman. Sungguh sebuah pemandangan yang menyejukkan hati. Inikah rasanya melihat seorang ibu yang sedang mengasuh anaknya dengan kasih sayang?

"Oh? Ternyata Kau sudah pulang." Lamunanku buyar mendengar pertanyaan Vally yang ternyata sudah membalikkan tubuhnya melihatku.

"Daddy!" Jiya berlari ke arahku dan memelukku setelah sadar bahwa aku sudah pulang.

"Ayo kita makan! Bibi Hana sudah memasak makanan kesukaanmu Jiya." Paparku padanya, tanganku mengelus puncak kepalanya sebelum ia melepaskan pelukannya dari langsung berlari.

"Jangan lari Jiya!" Pekik Valerie dengan raut wajahnya yang khawatir. Lihat betapa peduli dirinya kepada putriku.

*

Selesai makan, aku duduk di taman belakang rumah bersama Jimin. Melihat Jiya yang sedang berenang. "Sepertinya Jiya sangat menyukaimu." Tutur Jimin sambil memandang Jiya bermain air seorang diri. "Dia selalu bercerita tentangmu sejak hari pertama ia bersekolah." Lanjutnya sambil tersenyum.

"Benarkah?" Tanyaku tidak percaya.

"Ya, bahkan Jiya sempat sedih karena kau tidak mengajar beberapa hari dan ia juga lupa menanyakan namamu," aku terkekeh mendengar penjelasan Jimin.

"Aku hanya mengajar 2 hari di sana." Jimin menoleh ke arahku, kedua alisnya naik. "Ingat saat kau membantuku mengerjakan beberapa berkas di rumah sakit?" Ia menganggukan kepalanya. "Aku menjalankan bisnis keluargaku disini." Jimin tampak terkejut sebentar sebelum mengeluarkan suara.

"Aku kira kau hanya mengajar," aku menggelengkan kepala mendengar ucapannya.

"Kau hebat."

"Hebat?"

"Ya, kau mengajar, menjalankan bisnis, dapat merebut hati anakku dan juga... merebut hati daddynya."

Aku tertawa mendengar ucapannya. "What did you say?" Tanyaku diiringi tawa namun tawaku berhenti ketika ia menatapku dan mendekat. Jemarinya menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajahku karena tertiup angin.

"What did I say?" Ulangnya.

Aku membeku dan segera menjauhkan tubuhku darinya. "Lebih baik kau memanggil Jiya, hari semakin sore. Tak baik ia terlalu lama berenang." Pintaku mengalihkan pembicaraan.

Jimin tersenyum lalu bangkit dari duduknya dan menghampiri Jiya. Aku kembali diam menatap punggung Jimin yang semakin menjauh.

Apa katanya tadi? Aku merebut hatinya?

*

Aku berdiam diri di depan kaca, memandangi bayanganku disana yang sudah berbalut dengan gaun di bawah lutut berwarna putih gading. Tanganku meraih lipstick lalu mengoleskannya di permukaan bibirku hingga tampak pink natural.

CONNECTED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang