Kini aku tengah berdandan di depan meja rias sementara Jimin sedang mandi. Hari ini kami akan pergi keluar meski aku tak tahu kemana karena Jimin tidak memberi tahu. Bisa dikatakan juga ini sebagai ganti makan malam yang dirusak Jimin semalam.
Sebetulnya aku sudah tidak mempermasalahkan itu. Melihat Jimin yang pulang dengan keadaan lelah membuat semua amarahku hilang. Jimin bukanlah pria biasa. Dia seorang pemimpin perusahaan yang memiliki banyak cabang jadi pasti pekerjaannya sangat menumpuk. Aku harus mengerti keadaannya.
Aku menghadap cermin seraya memoles bibirku dengan lipstick keluaran MAC. Beberapa saat kemudian, aku melihat pantulan Jimin yang baru keluar dari kamar mandi dengan tangannya yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
Hanya handuk putih polos yang melingkar pada pinggangnya, menutupi bagian bawah tubuhnya. Aku dapat melihat tubuhnya yang berotot, juga roti sobek pada perutnya. Dengan susah payah aku menengguk ludah karena disuguhkan pemandangan tubuhnya yang atletis. Jangan lupakan juga tato yang berada disekitar tulang rusuk kanannya.
Aku menggelengkan kepalaku, mencoba membuang pikiran negatifku dan kembali memakai lipstick.
"Apa yang sedari tadi kau lihat, Mrs. Johnson?"
Suara Jimin menginterupsi, aku melihat dirinya yang berjalan ke arah ku melalui cermin di depanku.
"Hm?" Gumamnya tepat di belakang telingaku. Mungkin aku terlalu sibuk memerhatikannya hingga tak sadar tangannya sudah melingkar manis pada pinggangku yang polos karena aku hanya memakai hoodie crop.
Aku menggeleng dan meletakkan lipstick di meja, "tidak ada!" Jawabku lantang. Jimin hanya tertawa dan mengelus permukaan tangannya pada pinggangku. Aku membalikkan tubuhku agar menghadapnya, "cepatlah berpakaian," titahku.
Ia menggeleng membuat aku mengernyit bingung, "kenapa?"
Jimin mempersempit jarak kami, "tidak sebelum kau mengganti atasanmu."
Atasanku? Memang apa yang salah? Aku melepaskan tangannya pada pinggangku dan melihat tubuhku secara keseluruhan pada cermin.
"Memang ada yang salah?" Tanyaku polos dan menatapnya sebal.
Ia mendecih dan berjalan ke arahku. Menempatkan telapak tangannya yang dingin pada perutku yang tak terlapisi apapun, "Ini masalahnya."
Aku menghela napas kasar dan melihatnya dengan tatapan geram. Tak ku sangka ia malah balik melototiku.
"Cepat ganti atau kau akan ku habiskan di atas ranjang?"
Mendengar pilihan yang diberikan aku segera menuju lemari dengan perasaan dongkol. Aku menarik hoodie bertuliskan Good For You miliknya dan masuk ke dalam ke kamar mandi, mengganti atasanku saja. Huft! Dasar Hwang Jimin.
Setelah sudah, aku keluar kamar mandi dan mendapati Jimin yang sudah rapih dengan kemeja putihnya.
Mengapa ia masih terlihat menggoda bak remaja? Bahkan saat berkencan pun Jimin tampak sepantaran denganku padahal usia kami beda sekitar hampir delapan tahun. Ajaib memang pesona seorang Jimin ini.
"Sudah?" Tanyanya lembut yang mendapat anggukan dari ku sebagai balasan.
Kami berdua turun dan menuju mobil. Aku masuk ke dalam mobil setelah Jimin membukakan pintu untukku. Setelahnya, Jimin menyusul masuk dan segera menggunakan sabuk pengaman. Aku hanya memperhatikan gerak-geriknya dari tadi.
Ia menoleh ke arah kanan dan melihat aku yang belum memasang sabuk pengaman. Jimin mencondongkan tubuhnya pada tubuhku dan meraih sabuk pengaman di samping tubuhku lalu segera memasangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONNECTED [end]
Fanfiction[BOOK I] [COMPLETED] Valerie Johnson, wanita kelahiran Indonesia yang berusaha hidup mandiri di negeri ginseng, yakni Korea Selatan. Beberapa tahun mengenyam pendidikan di salah satu universitas ternama disana membuatnya lupa dengan tanah kelahirann...