Chapter 9☑️

5.9K 552 26
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

Mataku mengerjap berkali-kali ketika cahaya silau matahari mengenai mataku. Aku membuka mata perlahan dan yang pertama kaliku lihat adalah seseorang yang masih tertidur dihadapanku.

Napasnya sangat beraturan lembut dan wajahnya juga yang sangat damai ketika matanya terpejam.

Hwang Ji...

Wait, no.

Jangan berpikir macam-macam!

Yang di depanku adalah...

Hwang Jiya!

Tanganku bergerak menyusuri surai hitamnya, mengelus pelan agar sang empu tak terbangun. Lalu aku mencium keningnya dan bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka dan menggosok gigi. Jimin sudah menyiapkan peralatan mandi baru untukku. Setelah selesai, kakiku melangkah ke arah dapur.

Ketika di dapur aku melihat pelayan yang ingin menyiapkan sarapan, aku langsung mencegahnya. Mengatakan biar aku yang membuat sarapan untuk sang tuan rumah.

Tanganku bergerak mengambil semua bahan yang ku perlukan. Mungkin pagi ini aku akan membuat cream soup. Aku mulai memotong semua sayuran yang sudah ku cuci, tiba-tiba ada tangan yang melingkar di perutku.

Dari aroma tubuhnya aku sudah dapat mengenali. Jimin.

"Selamat pagi." sapanya.

"Selamat pagi, Tuan Hwang."

Jimin hanya bergumam dan mencium lembut pipi kananku. Bisa-bisa ia menganggu konsentrasiku untuk masak. Aku segera protes. "Jimin, lepaskan. Aku sedang memasak!" Pintaku yang langsung ditolak mentah-mentah olehnya.

"No, biarkan seperti ini." Lagi-lagi pria ini mengecup tengkukku berkali-kali membuat tubuhku merinding.

"Kau mengganggu konsentrasiku, lebih baik kau mandi dan bangunkan Jiya!" Omelku.

"I won't!"

Dasar keras kepala.

"Ji..."

"Huft, iya-iya!"

Ia melepaskan pelukanku, aku berbalik melihat dirinya yang hanya mengenakan kaos putih polos dan celana pendek berwarna hitam. Dia berjalan ke arah tangga, tapi baru beberapa langkah ia berhenti dan menoleh ke arahku.

Aku menaikan alisku, Jimin berlari kecil ke arah ku kembali dan dengan cepat ia mencium bibirku serta memberi lumatan kecil pada bibir bawahku. Aku menatapnya tajam.

Dia malah tersenyum polos.

"Morning kiss, Vally!" Katanya berteriak sambil berlari ke tangga menuju lantai dua.

Dasar duda!

Aku kembali melanjutkan memasakku yang sempat tertunda.

Saat sudah selesai, aku menyusun piring di atas meja makan tak lama aku melihat Jimin dan Jiya yang sudah mandi menuruni tangga. Jiya meneriakkan namaku ketika ia melihat ada aku ada di dapur. Mungkin ia tidak sadar semalam aku tidur bersamanya.

"Good morning, Princess." Sapaku.

"Morning, Ibu."

Lantas aku, Jiya, dan Jimin sarapan dan selesainya kami duduk santai di ruang tengah. "Dad, bagaimana kalau hari ini kita ke Lotte World?" Tanya Ji Ya sambil menatap Jimin lalu kemudian menatapku. "Dan Ibu Vally ikut juga?" Sambungnya.

Jimin menyetujui ajakan putrinya tersebut dan menatapku seolah bertanya apakah aku akan ikut.

"Oke, aku akan ikut bersama kalian." Setelah mendengar jawabanku, Jiya langsung gembira.

*

Aku merapikan meja makan setelah selesai sarapan kemudian meletakkan piring kotor di tempat pencucian piring. Tiba-tiba Jimin memegang pergelangan tanganku ketika aku hendak mencuci piring tersebut.

"Biarkan pelayan yang mencucinya, kau mandi saja."

Aku mengangguk. "Tapi, aku tidak membawa baju ganti, Ji."

"Kau bisa memakai hoodie milikku, sekarang mandi di kamar mandi yang ada di kamarku." Aku kembali mengangguk dan mengikuti Jimin ke kamarnya.

Jimin membuka pintu kamarnya kemudian mempersilahkan aku masuk. Mataku menatap ke sekeliling ruangan ini. Kamar ini terlalu besar untuk ditiduri seorang diri, oops.

"Ini,"

Jimin menyodorkan sebuah hoodie berwarna hitam yang baru saja dia ambil.

"Thank you."

"Saya tunggu kamu di bawah."

Jimin meraih pinggangku dan mendekat seraya mencium keningku lembut lalu pergi keluar kamar. Ahh, kelakuan kecil yang dia lakukan tadi saja dapat membuat jantungku lepas dari tempatnya.

Seusai mandi, kami pergi ke apartemenku terlebih dahulu untuk mengganti pakaian. Tepatnya hanya jeans, karena Jimin menyuruhku tetap memakai hoodie miliknya.

Aku menatap kaca yang di depanku dan mulai memoleskan makeup pada wajahku. Tanganku meraih eyebrow pencil dan mulai membuat alis, jangan mengira kalau tampilanku akan seperti idol Korea disini dengan makeup tipisnya dan alis yang lebih mendatar.

Aku memang sudah bertahun-tahun tinggal di Korea, tapi urusan makeup dan style, aku lebih cenderung ke gaya Barat. Aku juga bingung kenapa Jimin bisa tertarik denganku, aku pikir Jimin lebih menyukai gadis putih dengan lengan bahkan paha yang kecil seperti wanita-wanita Korea biasanya. Tapi, aku salah.

Setelah selesai, aku ke ruang depan dimana Jimin dan Jiya menunggu. Apartemenku memang tidak besar, tapi setidaknya cukup untukku dan Taeyeon dulu. Beruntung kami memilih yang tidak terlalu besar dulu, karena sekarang hanya aku yang tinggal sendiri disini.

Dari tempatku berdiri aku bisa melihat Jimin yang sedang melihat isi apartmentku. Sampai dia berhenti di depan lukisan yang ku buat.

"Ekhem,"

Jimin menoleh menatapku.

"Kau yang membuat lukisan ini?"

Aku mengangguk dan berjalan mendekatinya. Aku memang hobi menggambar dan melukis serta menghabiskan uangku hanya untuk peralatan yang berhubungan dengan hobiku yang satu ini.

"Ternyata wanitaku ini berbakat, hm?" Kata Jimin sambil mengacak rambutku.

"Kau membuat rambutku berantakan!"

Dia hanya tertawa mendengar ocehanku, aku mendecih kesal. "Ayo, Jiya sudah tidak sabar." Akhirnya kamipun berangkat ke Lotte World, menghabiskan waktu akhir pekan bersama dengan gembira.

-Tbc-

Telah direvisi.

CONNECTED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang