Chapter 26☑️

5K 419 1
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

Setelah berjam-jam mengitari pusat perbelanjaan, akhirnya Valerie dan Lea bergegas untuk pulang dengan paper bag belanjaan yang banyak pada tangan Valerie. Ia sangat kalap melihat barang-barang keluaran terbaru. Tak mau ambil pusing dengan harga, yang terpenting ia senang hari ini.

Sesampainya di apartemen, Valerie segera membawa tubuh lelahnya berbaring pada ranjang di kamarnya, meninggalkan Lea yang sendiri di ruang depan.

Berendam dengan air hangat mungkin ide yang bagus untuk menghilangkan stres, jadi segeralah Valerie bangkit dan menuju kamar mandi, tak lupa membawa lilin aroma terapi yang mungkin dapat menenangkan pikirannya sementara.

Melucuti semua pakaian yang menempel hingga polos seperti baru saja dilahirkan. Tubuhnya pun digiring masuk ke dalam bathtub, ia memejamkan mata dan mulai larut pada pikirannya.

Setelahnya, ia menyesali dirinya sendiri. Berendam tidak membuat dirinya lebih tenang, malah sosok Jimin yang memenuhi pikirannya. Valerie kembali mengingat bagaimana hari terakhir ia bertemu Jimin kemarin, penuh amarah dan kecewa.

Dia tidak menyangka selama ini Jimin membohonginya.

Jimin menutupi semuanya, dengan sempurna.

"Apa yang hiks telah kau hiks lakukan Hwang Jimin?" Tangis Valerie kembali pecah, ia tidak tahan dengan semua kebohongan ini. Ingin sekali ia mendengar semua penjelasan dari Jimin, namun dirinya belum sanggup mendengar.

Mendengar semua kenyataan yang terjadi, apa yang telah terjadi.

Jiya...?

Jimin...?

Apa yang telah kau lakukan?

Mengapa ia bersama denganmu?

Kenapa kau membohongiku?

Bagaimana ini semua bisa terjadi?

Semua pertanyaan berkumpul menjadi satu di benaknya menuntut sebuah jawaban yang jujur. Ia memposisikan dirinya menjadi duduk dan memeluk lulutnya. Air mata kembali membasahi kedua pipinya. "Bagaimana bisa..." Lirihnya.

*

Sinar matahari mulai bersinar terang hingga masuk ke dalam sela-sela gordyn kamar Valerie, membuat dirinya terbangun. Dengan berat, ia membuka matanya yang sembab perlahan dan melihat jam.

10:00 KST.

Ia langsung bangkit dan segera mandi lalu bersiap. Setelah 1 jam, dirinya sudah rapi dengan sebuah jeans dan t-shirt polos berwarna putih. Tak lupa, dengan jaket kulit berwarna hitam dan ankle boots.

Ia melangkahkan kakinya keluar apartmentnya yang tidak berpenghuni, Lea sudah berangkat kerja sedari pagi. Lalu, ia memberhentikan sebuah taksi, "Incheon Airport, Pak." Pintanya pada supir.

Setelah waktu berjam-jam ia tempuh, kini dirinya sudah menginjakkan kakinya di tanah kelahiran. Valerie memutuskan untuk ke Indonesia untuk beberapa waktu, ia memerlukan ibunya. Memang ia sudah menceritakan semua apa yang terjadi di sambungan telepon, namun itu tidak cukup.

Ia memerlukan pelukan seorang ibu.

Kakinya segera berlari ketika melihat ibunya yang sudah menunggu. Dengan cepat ia berhambur ke dalam pelukan sang ibu, melepas koper yang sedari tadi ia bawa.

"Mama!" Katanya. Sepertinya ia akan kembali menjadi anak manja ketika bertemu ibunya.

Ibu Valerie melepaskan pelukan anaknya dan beralih pada wajah Valerie yang terlihat pucat ditambah dengan mata sembab, "astaga Val, kau terlihat tidak baik," ujarnya sambil memandangi tubuh anaknya dari atas hingga bawah. Valerie hanya menganggukan kepalanya lemah. Ibunya benar, ia memang sedang tidak baik.

Hwang Jimin yang membuatnya gila.

*

Kini hati Vally sedikit lebih tenang seusai menjelaskan apa yang terjadi pada ibunya. Dan lagi-lagi ia mendengar "kau harus mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu," Valerie tahu itu. Tapi, ia memerlukan waktu.

Mungkin sepulang dari Indonesia dan kembali ke Korea ia akan bertemu dengan Jimin, mendengar semua penjelasan langsung dari mulut pria tersebut.

Ia perlu liburan, beruntunglah ayahnya memberi beberapa hari untuk cuti. Jadi, ia tidak perlu lebih dipusingkan lagi dengan berkas-berkas dan laporan.

Kakinya melangkah dan membuka knop pintu kamar. Dan tampaklah sebuah kamar berwarna pastel. Kamar yang ia tempati dulu ketika di Indonesia.

Masih sama seperti terakhir ia ke kamar tersebut. Orang tuanya memang sengaja, agar ketika Vally pulang ia merasa nyaman. "Huh, aku benar-benar merindukan kamar ini."

"Dan, aku juga merindukanmu Jimin." batinnya.

Walau ia marah pada Jimin, sisi lainnya merindukan sosok pria itu. Pria yang dapat meluluhkan hatinya. Pria yang penuh dengan kejutan. Pria yang romantis. Pria yang amat ia sayangi. Pria yang ia cintai, dan pria yang telah membohonginya.

Ia merindukan Jimin yang selalu memeluknya ketika ia tidur. Sebuah posisi ternyaman baginya. Merindukan sebuah ciuman hangat yang ia terima ketika baru saja bangun. Baru beberapa hari saja ia seperti ini, apalagi sampai mereka terpisah bertahun-tahun?

-Tbc-

Telah direvisi.

CONNECTED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang