Don't forget to give a vote⭐️
Lagi-lagi pagiku disuguhkan oleh wajah Jimin dengan matanya yang tertutup rapat, enggan bangun dari tidur pulasnya. Aku bisa mendengar dengkuran pelan nan halus dengan nafasnya yang teratur. Jika seperti ini, dia lebih terlihat seperti bayi polos dengan pipi yang sedikit chubby, berbeda jauh saat ia membuka matanya, terlebih saat dia mulai mengeluarkan kata-kata rayuannya.
Aku melirik jam yang menempel pada dinding. Pukul 08:00 KST, ku putuskan untuk bangkit untuk memasak sarapan. Dengan hati-hati, aku mencoba melepaskan tangan Jimin yang bertengger manis pada pinggangku. Namun, bukannya terlepas, tangannya semakin mendekap tubuhku.
"Eugh," dengan mata yang masih tertutup, Jimin semakin memelukku erat dan menempatkan wajahnya pada ceruk leherku, "aku ingin membuat sarapan, Ji.." Ujarku lembut.Aku merasakan Jimin yang menggelengkan kepalanya pada leherku, "aku masih ingin seperti ini," jawabnya dengan suara raspy voicenya. Terdengar sangat... aku tau kalian pasti tau apa yang ku maksud.
Mendengar jawabannya, aku mengusap rambutnya dan menyusupkan tanganku ke belakang tubuhnya, memeluk tubuhnya tak kalah erat. Membiarkan tubuh kami yang saling memeluk satu sama lain. 3 hari belakangan, Jimin selalu lembur. Bahkan saat di rumah pun ia masih mengerjakan pekerjaan kantornya hingga larut sampai daerah matanya menghitam.
"Kau pasti kelelahan," ujarku.
Jimin menjauhkan wajahnya dari leherku, sekarang ia menatapku dan tersenyum. "Lelah ku hilang ketika melihat kau dan Jiya di rumah," jawabnya seraya membawa kepalaku agar menyandar pada dadanya yang hanya terbalut oleh kaos putih polos.
Pipiku memanas mendengar jawabannya, dia memang selalu bisa membuat diriku melayang walau hanya dengan ucapannya. Kuharap, kata-kata tersebut bukan hanya sekedar kiasan. Tapi, tetap ia tidak boleh selalu lembur, ia juga harus memperhatikan kesehatannya ketimbang pekerjaan. Itu lebih penting. Beruntunglah, hari ini hari Sabtu, jadi ia libur.
"Kau harus beristirahat hari ini."
Setelahnya aku mendengar kekehan Jimin, "baiklah, Mommy," jawabnya sambil mencubit gemas pipiku.
*TOK* *TOK*
Mata kami sontak mengarah pada pintu yang terketuk lalu setelahnya kami tertawa pelan ketika mendengar teriakan seseorang dari luar, "MOMMYYY DADDYYY!!" Teriakan Jiya yang sangat nyaring membuat Jimin menutup telinganya lalu bangkit untuk membuka pintu.
Tak lama, Jiya lari ke arah ranjang yang ku tiduri. "Mommy baru bangun?" Tanyanya.
Aku segera duduk di sebelahnya, "seperti yang kau lihat, sayang. Jiya sudah mandi, hm?" Kini aku yang bertanya sambil mengusap rambutnya.
Ia menggeleng dan tersenyum lebar, "aku ingin dimandikan Mommy," jawabnya.
"Kalau begitu, ayo mandi bersama!" Kataku semangat lalu menggenggam tangannya dan keluar kamar, Jimin melihat ku dan Jiya dengan tatapan bingung, "bye, Daddy," ujarku dan Jiya kompak lalu keluar menuju kamar Jiya.
Setelah selesai mandi dan memakaikan Jiya pakaian aku kembali ke kamar Jimin dengan tubuh yang hanya berbalut bathrobe. Saat memasuki kamarnya, aku melihat Jimin yang baru keluar dari kamar mandi, ia hanya menggunakan handuk yang melilit pada pinggangnya. Dengan begitu, aku bisa melihat roti sobeknya. "Menikmati pemandangan, huh?" Ledek Jimin yang membuatku langsung menghadap ke arah lain dan menuju meja rias lalu menyisir rambutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONNECTED [end]
Fanfiction[BOOK I] [COMPLETED] Valerie Johnson, wanita kelahiran Indonesia yang berusaha hidup mandiri di negeri ginseng, yakni Korea Selatan. Beberapa tahun mengenyam pendidikan di salah satu universitas ternama disana membuatnya lupa dengan tanah kelahirann...