Chapter 16☑️

6.8K 469 4
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

Ku rasakan banyak kecupan yang mendarat pada permukaan wajahku, mengganggu tidurku yang nyenyak. Perlahan ku buka kelopak mataku, mengerjap berkali-kali karena terkena sinar matahari yang menembus gordyn.

Senyuman terukir pada wajahku mendapati seseorang yang memborbardirku dengan kecupan dan tersenyum manis di depanku.

"Selamat pagi, sweetheart." Sapanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Aku tersenyum, "good morning, my king."

Satu tangannya beralih pada helain rambut yang sedikit menutupi wajahku lalu menyibakan ke belakang, "apakah tidurmu nyenyak?" Ku anggukan kepalaku pelan.  "Last night was amazing," ucapnya. Seketika terlintas di otakku semua kegiatan yang kami lakukan semalam. Hawa panas merambat ke pipiku yang ku yakini sudah berubah warna menjadi merah seperti tomat.

Dengan cepat ku tenggelamkan wajahku yang merona ke ceruk leher polosnya, tanpa sehelai benang pun yang melekat. Kami sama-sama polos di bawah selimut tebal berwarna putih ini.

Ku dengar Jimin tertawa kecil akibat respondku mendengar pernyataannya. Mengingat apa yang kami lakukan semalam membuatku malu. Sangat malu. Kembali terbayang wajah sexy-nya yang berkeringat seraya memaju mundurkan pinggulnya, menggagahiku yang terkulai lemas di bawahnya. Diiringi desahan kami yang memenuhi ruangan.

Apalagi semalam kami melakukannya tidak hanya sekali. Jimin tidak puas-puasnya bermain dengan tubuhku dan kembali menerjangku hingga pukul 3 pagi. Membuat seluruh tubuhku diserang pegal.

"Hmm," gumamku pelan dan memberanikan diri untuk menatap manik hitamnya.

Dia tersenyum dan menempelkan bibirnya pada bibirku lalu melumatnya sebentar, "morning kiss." Katanya. Aku membenarkan posisiku yang sebelumnya miring menjadi terlentang menatap langit. 

"Aww," aku meringis ketika merasakan nyeri di daerah kewanitaanku. "Pasti akibat aktivitas semalam," batinku.

Jimin yang melihatku kesakitan langsung duduk dan menatapku dengan tatapan cemas, "kau baik-baik saja?"

Kepalaku mengangguk pelan, "hanya sedikit perih."

Tangannya mengelus rambutku dan mengecup dahiku. "Maaf," ujarnya dengan nada yang terdengar menyesal. Ini bukan kesalahannya, ini sebuah hal wajar yang wanita dapati ketika ia baru saja menyerahkan keperawanannya. Aku memang merasakan nyeri tapi itu semua tak seberapa mengingat aku sangat menikmati dirinya dalam diriku semalam. Terlebih aku menyerahkannya pada orang yang ku cintai.

Aku berusaha duduk menahan rasa perih, aku butuh mandi. Badanku sungguh lengket akibat keringat yang menempel. Tanganku meraih kemeja putih Jimin yang tergeletak di lantai tapi tangan Jimin segera mencegat.

Dia menatapku heran, "aku ingin mandi, Ji." Kataku membalas tatapannya. Jimin tersenyum dan melepas kemejanya yang ku pegang.

"Jimin!"

Aku meneriakkan namanya ketika ia tiba-tiba mengangkat tubuhku dan menggendongku menuju kamar mandi. Setelah itu ia meletakkan tubuh polosku ke dalam bath up lalu mengisinya dengan air hangat. Perlahan dia juga memasuki bath up dan duduk dibelakangku. Tangannya meraih pinggangku agar merapat ke tubuhnya. Aku pun menyenderkan tubuhku pada dadanya.

CONNECTED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang