Chapter 15☑️

7.6K 485 7
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

Setelah mengatakan bahwa ia menginginkan Valerie, Jimin pun dengan cepat membalikkan tubuh Valerie agar menghadapnya. Mencium kekasihnya dengan rakus, memberi lumatan pada bibir atas dan bawah wanitanya.

Sedangkan tangannya menggerayang pada tubuh Valerie, mengusap lembut setiap lekukan. Hingga berhenti pada bokong milik Valerie dan meremasnya, membuat sang pemilik mendesah dalam ciuman mereka.

Desahan Valerie membuat Jimin semakin bergairah. Menurutnya, desahan wanitanya itu sangat merdu, sangat merangsang dirinya.

"Katakan bahwa kau menginginkanku juga, sweetheart." Pinta Jimin melepas ciumannya dan menatap kekasih cantiknya itu. Valerie menatap mata Jimin yang sudah dipenuhi gairah, dengan malu-malu ia pun mengangguk.

"Aku juga mengㅡ" Belum selesai dia berbicara, Jimin kembali menempatkan bibirnya pada permukaan bibir Valerie. Hanya sebuah kecupan.

Setelahnya, Jimin menatap wanitanya dan membawanya keluar dari restoran menuju kamar yang ada pada hotel. Sebuah luxury suite room.

Saat berhasil membuka kamar, Jimin tak ingin membuang waktu lama. Ia langsung menyerang Valerie dan menyudutkannya pada dinding. Mencium bibir Valerie dan bermain lidah disana. Tangan Jimin perlahan ke dada Valerie, memberi remasan disana. Valerie hanya mendesah disela-sela ciuman mereka.

Jimin berusaha menurunkan tali gaun yang digunakan Valerie, setelah berhasil ia langsung menurunkan benda itu begitu saja hingga terjuntai di lantai. Menyisakan Valerie yang hanya terbalut oleh bra dan underwear.

Valerie yang sudah hampir telanjang meraih jas yang Jimin kenakan lalu melempar ke sembarang arah.

Sang wanita mengerang ketika prianya menyesap kuat lehernya, memberi bekas kemerahan disana sedangkan tangan pria itu memilin putingnya. Memberi sensasi yang sangat menggairahkan.

Tangan Valerie tak diam, ia mulai membuka kancing kemeja Jimin. Setelah sudah semua, ia kembali melempar kemeja itu.

"Sayang.." Jimin merintih ketika tangan Valerie meraba absnya. Memberi gerakan memutar disana. Valerie membuat libidonya naik. Hembusan nafas Jimin pun semakin memburu.

Mata Valerie terpaku pada tato pada dada bawah Jimin, 'nevermind'. Tangannya mengelus pelan tulisan tersebut. "Kau memiliki tato?" Tanyanya sambil membuat gerakan melingkar pada dada bidang lelakinya tersebut.

Jimin memejamkan matanya dan bergumam pelan,

Mereka berdua sama-sama merasakan sangat panas padahal AC kamar hotel sudah sangat dingin, ini akibat aktivitas yang mereka lakukan. Dengan cekatan, Jimin menggendong Vally ke arah kasur.

***

Jimin merebahkan tubuhku pada kasur king size ini tanpa melepas cumbuan kami. Aku merasakan panas pada sekujur tubuhku. Ia membuka pengait braku dan melemparnya kasar. Ciumannya semakin turun hingga ke payudaraku, memberi kecupan di sana sebelum mengulum puncak dadaku.

Tanganku meremas rambut Jimin gusar. Aku bisa merasakan miliknya yang sudah sangat keras di bawah sana menggesek pahaku. Ku yakin dia sudah sangat sesak.

"Moan for me," katanya dengan suara berat. Jimin membuka celana dalamku, kemudian mengelus permukaan vaginaku. Tubuhku menggelinjang ketika merasakan jarinya masuk ke dalam sana, mengoral miliku dengan gerakan cepat.

Aku mendesah saat Jimin semakin cepat menggerakan jari-jarinya membuat aku menjerit terus menerus. Bibirnya kembali menciumku dan menyesap lidahku kencang. Aku merasakan kewanitaanku yang bergetar ingin menyeburkan sesuatu dari sana.

"Aku ingin keluar," ujarku pelan.

Dan setelahnya, tubuhku melengkung dan aku menyemburkan sesuatu di bawah sana. Napasku tersenggal-senggal. Jimin tersenyum ke arahku sambil menjilati jari-jarinya yang penuh dengan cairanku, "Sudah siap ke inti, sweetheart?"

Dia membuka ikat pinggang yang ia kenakan dan menurunkan celana hingga boxernya. Aku mengalihkan pandanganku ketika tak sengaja melihat miliknya yang mengacung tegang.

Tangan Jimin menarik daguku untuk menatapnya. Aku bisa melihat dia yang sedang mengocok penisnya sebentar. "Aku akan berhati-hati." Dia kembali mencium bibirku lembut dan menggesekan miliknya pada bibir vaginaku. Aku mencengkram kuat sprei kasur. 

"Ini akan sakit di awal. Aku janji, setelahnya hanya nikmat yang akan kau rasakan," katanya meyakinkan.

Kulingkarkan lenganku pada lehernya ketika ia menjilati tengkukku.

"Argh!" Aku menjerit, ia mulai memasukkan kepala penisnya pada lubangku. Ini begitu menyakitkan padahal belum sepenuhnya masuk.

Rasanya sangat sakit dan perih di bawah sana, seperti tubuhku terbelah menjadi dua. Tanpa sadar, aku menitihkan air mata. Aku tak tahan dengan perihnya. Jimin mengusap air mataku lalu mencium keningku, "tahan sebentar, sayang."

Setelahnya, ia mencium bibirku lembut sebelum memasukkan seluruh penisnya ke dalamku. Merobek selaput yang menutupi dinding vaginaku.

Aku melenguh, tanganku mencengkram dengan kuat pundaknya, ia benar-benar sudah memasukkannya. Jimin sudah memperawaniku. Jimin diam di sana, tidak menggerakan miliknya. Memberi waktu agar aku terbiasa.

Dia menatapku, "can I?"

Kemudian Jimin mulai menggerakan pinggulnya setelah mendapat anggukan dariku. Jimin mendesar berat.

"Kau begitu sempit, sayang." Dia melirih ketika mulai menggerakan miliknya di dalamku. Ku rasakan sesak di bawah sana. Miliknya sangat memenuhiku.

Jimin menggigit kecil telingaku dengan kedua tangan kekarnya yang berada pada sisi tubuhku, untuk menahan tubuhnya yang sedikit menunduk.

Aku bisa melihat pinggul yang terus bergoyang, memompaku dengan cepat. Badan kami sudah sama-sama penuh dengan keringat.  AC di kamar ini sungguh tak berguna untuk kegiatan yang kamu lakukan.

Desahan terus keluar dari mulutku ketika miliknya mengenai g-spotku membuatku kewalahan dan mengadahkan kepala ke atas. Menengok ke kanan ke kiri tak tahan dengan tumbukan yang Jimin berikan.

Matanya menatap mataku yang sayu, matanya yang menggelap di penuh semua gairah. Ku pindahkan tanganku yang sedari tadi mencengkram bahunya ke dahinya. Mengelap buliran keringat yang mengucur.

Kamar berkedap suara ini hanya dipenuhi oleh desahan kami. Dia juga semakin menggerakan pinggulnya semakin cepat hingga aku merasakan kalau sebentar lagi aku akan sampai.

"Aku ingin ke—"

"Tunggu,"

Aku merasakan miliknya yang semakin membesar dan mulai berkedut, sebentar lagi pasti ia akan sampai. Dia semakin memperdalam miliknya padaku dan menghentakan dalam-dalam.

Satu hentakan,

dua hentakan,

dan tiga hentakan.

Kami menjerit bersama ketika sama-sama mencapai puncaknya. Aku merasakan cairan menyembur di dalam sanam. Sangat banyak, hingga mengalir ke pahaku.

Dia masih berada di atas sambil menatap mataku dan tersenyum tanpa melepas kontak tubuh kami.

"Terimakasih sudah menjadikan aku yang pertama, sweetheart." Katanya sambil mengelap pelipisku yang penuhi keringat kemudian menunduk dan meraih bibirku dengan bibirnya. Memberi kecupan manis disana.

-Tbc-

Telah direvisi.

CONNECTED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang