Don't forget to give a vote⭐️
Sesekali aku memperhatikan wajah Jimin yang tampak serius membantu Jiya menyelesaikan gambar yang mereka buat. Bibirku seketika melengkung ke atas membentuk senyuman kala melihat aktivitas seorang ayah dan anak itu. Wajah mereka memang tidak terlihat mirip, mungkin Jiya lebih mendominasi wajah ibunya.
Berbicara tentang ibu, tempat hari ini TK tempatku mengajar mengadakan acara untuk memperingati Hari Ibu. Acara ini selalu diadakan setiap tahunnya dengan mengundang masing-masing ibu anak murid.
Maka disinilah aku, sebagai juri pada lomba menggambar antara ibu dan anak. Berbeda dengan anak lain yang ditemani oleh ibunya, Jiya mengikuti lomba menggambar ini bersama Jimin.
Jiya awalnya sedih karena ia tidak memiliki ibu yang bisa ia bawa dan mengatakan bahwa dirinya tidak mau menghadiri acara tersebut. Namun, aku membujuknya agar tetap datang. Lebih mengecewakannya lagi, Jimin juga berkata bahwa dia tidak bisa menemani Jiya karena ada pekerjaan.
Aku tidak menerima alasan yang Jimin berikan sehingga aku tetap memaksa Jimin untuk harus datang. Walaupun harus dengan mengancam.
Dia tidak boleh menyentuhku.
Ya, itu ancaman yang aku berikan.
Dan, akhirnya aku menang.
"Waktu menggambar sudah habis!" Teriak salah satu rekan kerjaku. Aku menatap ke seluruh ibu dan anak yang ada di ruangan ini, semuanya tampak gembira dan jangan lupa senyuman manis yang berada ditiap wajah anak-anak menggemaskan ini.
Hingga pandanganku berhenti pada Jimin yang menatapku sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya. Tanganku terus bergelut pada tumpukan kertas yang terdapat gambar yang berbeda di atasnya. Memilih gambar yang pantas untuk menang juara 1, 2, dan 3.
Hingga tanganku berhenti ketika melihat hasil gambar Jimin dan Jiya buat. Di dalam gambar itu terdapat seorang pria—Jimin dan sesosok Jiya. Mereka berada di samping makam dengan Jiya yang memegang sebuah bunga. Aku yakin itu makam ibu kandung Jiya. Yang buat aku kaget adalah, ada sesosok wanita yang dirangkul Jimin.
Aku membaca yang Jiya tulis sebagai keterangan di atas tiap karakter.
Sesosok pria: Daddy, Hwang Jimin.
Anak kecil: Daughter, Hwang Ji Ya.
Sesosok wanita: Mommy, Valerie.
Air mataku sudah menumpuk sekali kedip pasti jatuh ke pipiku. Aku terharu, aku tidak menyangka mereka akan menggambar yang sangat manis ini.
*
Terlihat Jimin yang berjalan perlahan dengan kacamata yang bertengger pada hidungnya dan Ji Ya yang berlari ke arahku sambil memegang piala yang ditangannya. Gambarnya menang di peringkat ke-2.
"Mommy!"
Aku merentangkan tanganku menyambut Ji Ya, ia memelukku sangat erat. Aku melihat Jimin yang berjalan ke arah kami. "Selamat, sayang." Kataku sambil mencium keningnya lembut. Aku benar-benar menyayangi anak ini.
"Aku tersentuh melihat gambar yang kalian buat."
"Itu karena kami menyayangi Mommy!" Teriak Jiya kemudian masuk ke dalam pelukanku. Jimin pun akhirnya memeluk kami berdua.
"Ayo, sekarang kita pertemukan Mommy dan Eomma, Dad. Jiya sudah tidak sabar," kata Jiya yang disambut oleh anggukan Jimin.
Jimin memang sudah berjanji mengajakku untuk ke makam ibunya Jiya ketika Hari Ibu dan dia juga sudah bersedia akan menceritakan seperti apa sosok mantan istrinya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONNECTED [end]
Fanfiction[BOOK I] [COMPLETED] Valerie Johnson, wanita kelahiran Indonesia yang berusaha hidup mandiri di negeri ginseng, yakni Korea Selatan. Beberapa tahun mengenyam pendidikan di salah satu universitas ternama disana membuatnya lupa dengan tanah kelahirann...